Opini  

Menyoal Hilal Menjelang Fitri

Muhammad Yuntri
M. Yuntri (Dok.Pribadi)

Oleh Muhammad Yuntri

Sepenting apakah hilal bagi mereka yang tulus menjalankan ibadah, dan sepenting apa pula peluang berbeda pendapat bagi mereka untuk kepentingan “cuan” dan politik identitas ormasnya sebagai penentu hari 1 Syawal?.

Kemenkumham Bali

Perhitungan hisab itu sudah sangat jelas dan terpakai selama ini. Bahkan buku Kalender Hijriah dan Masehi 150 tahun yang editornya Prof. Dr. Abdul Rochim sangat gamblang disajikan cara hisabnya penentuan 1 Syawal tersebut tiap tahunnya.

Dengan metode hisab yang benar kita akan bisa menghitung dan memprediksi kejadian 100 tahun ke depan.

Misalnya terjadinya gerhana bulan di suatu tempat, dimulai jam berapa. Posisi bulan di sebelah mana, lama dan berakhirnya gerhana tersebut dapat diprediksi dan ditentukan. Menurut ahlinya gerakan semua benda-benda langit tersebut begitu teratur kecuali Tuhan menghendakinya lain dari sebelumnya. Sehingga dengan ilmu Falaq yang dimiliki dan diasah pikiran manusia akan bisa mempelajari dan memperhitungkan gerakan dan jatuhnya tanggal 1 Syawal, 10 Zulhijah dan lain-lain dengan mudahnya.

Bahkan setiap tanggal 15 bulan Arab, kondisi bulan selalu purnama (super moon). Seolah sudah menjadi konstanta.

Jadi bagaimana dengan keributan penentuan hilal untuk 1 Syawal yang menggunakan perhitungan rukhiyat dengan alat peraga teropong dan teknologi lainnya?.

Muhammadiyah selalu konsisten dengan perhitungan hisab. Akan tetapi seolah-olah sebagian orang dari ormas NU lebih cenderung percaya dengan perhitungan rukhiyat untuk melihat hilal.

BACA JUGA  Mendekatkan Pasifik ke Indonesia

Sehingga sebagian masyarakat berseloroh bahwa penetapan hilal 3 derajat tahun ini oleh Kemenag ditenggarai ada unsur bisnis dan politisnya.

Apapun hasil rukhiyat kayaknya tidak bakal merubah keputusan Kemenag untuk menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu, 22 April 2023, untuk disesuaikan dengan jutaan kalender dinding maupun kalender meja yang dicetak dengan warna merah pada hari Sabtu sebagai tanggal 1 Syawal tahun ini. Dan itu sudah menjadi ketetapan pemerintah jauh-jauh hari sebelum kalender dinding tersebut dicetak.

Jadi melihat hilal dengan cara teropongan itu ditengarai hanya simulasi belaka, hasilnya tetap sama yaitu 1 Syawal Jatuh pada hari Sabtu secara “by desain.”

Jadi hal lugas dan wajar kalau ada yang usul agar kegiatan rukhiyat itu dihapus saja karena memakan anggaran negara dan buang-buang uang. Akan lebih baik digunakan untuk kesejahteraan fakir miskin yang sangat membutuhkannya. Apalagi nanti akan tetap saja bersatu lagi saat penetapan Idul Adha 10 Zulhijah mengikuti jadwal di negara Arab Saudi.

Selain itu akan menimbulkan sentimen dua kubu, baik pro maupun kontra. Seiring dengan itu sudah terjadi ekses baru, seorang ASN BRIN, AP Hasanuddin malah secara sesumbar mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah yang berseberangan dalam menetapkan hari Lebaran 1 Syawal 1444 H. Muncul sedikit kegaduhan kecil walau cepat diatasi sebelum masalahnya melebar ke mana-mana.

BACA JUGA  Usaha Kue Kering di Jakarta Timur Kebanjiran Pesanan

Kalau di era pak Jusuf Kalla sebagai wakil presiden, beliau pernah memanggil Ketua PBNU KH. Hasyim Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah KH. Din Syamsudin agar kedua ormas tersebut berdamai saja tentang hilal.

NU —> hilal 2 derajat
Muhammadiyah —> hilal 1 derajat.

Pak JK yang berjiwa saudagar menawarkan perdamaian, NU turun 1/2 derajat dan Muhammadiyah naik 1/2 derajat, maka akan klop jadinya. Sehingga hilal dipatok di 1,5 derajat dan akan sama sependapat untuk menyatakan datangnya 1 Syawal secara bersama-sama. Beres kan?. Alhasil shalat ied-nya jadi barengan.

Itulah secuil kelakar yang diceritakan KH. Hasyim Muzadi, suatu ketika selagi beliau masih hidup di depan kaum Nadhliyin, dan disambut gelak tawa para hadirin.

Tapi rezim Kemenag sekarang ini justru bersikukuh menetapkan hilal 3 derajat lebih tinggi dari sebelumnya, biar saat maghrib tiba tidak satupun peneropong yang menemukan hilal sebagai tanda masuknya 1 Syawal pada tahun ini. Walaupun di tengah malam posisi bulan sudah mencapai 5-6 derajat yang berarti sudah memasuki hari kedua bulan Syawal, karena pergerakan bulan naik 1/2 derajat setiap 32 menit.

BACA JUGA  Corona, Corotik dan Coronis

Kemenag cukup ekstrem untuk bertahan guna menyesuaikan diri dengan angka merah hari libur negara yang tertulis pada cetakan kalender dinding yang ada di dinding rumah kita.

==> kreatif memang
dan Kawan2 pun dapat cuannya.
Kalau Masalah dosa kan banyak yang beraliran sekuler sekarang, sehingga mereka lebih mengedepankan toleransinya.

Mungkin mereka kompak dan berteman dengan “dosa-dosa” tersebut, karena haram hukumnya berpuasa pada tanggal 1 Syawal. Kalau ada yang protes, emang mereka pikirin?.

Menagnya sendiri juga komandan Banser kok yang punya ribuan massa sebagai pembelanya dan akan memenangkan voting suara jika jalan musyawarah menemui jalan buntu.

Mungkin ini fenomena di akhir zaman. Hal-hal yang sudah pasti dipermasalahkan lagi. Tapi atas dasar keimanan, perbedaan tersebut harus dianggap sebagai rahmat. Hidup bersama dan guyub walau dalam perbedaan.

*Penulis adalah pengamat sosial dan praktisi hukum senior di Jakarta

Tinggalkan Balasan