Tri Indroyono

Menyoal Urgensi Sekolah Tatap Muka

ilustrasi/dok.AP

Jakarta, SudutPandang.id – Saat Pandemi Covid-19 yang masih belum reda, rencana belajar tatap muka di sekolah kembali mengemuka. Hal ini diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menyebut mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021.

Bagi yang tidak sependapat dengan sekolah tatap muka, alasannya sangat jelas, khawatir dengan keselamatan buah hati mereka. Itulah gambaran perasaan orang tua dan itu menjadi wajar. Pasalnya, membuka sekolah pada saat pandemi Covid-19 masih berlangsung akan sangat berisiko, sekalipun protokol kesehatan secara ketat dilakukan.

Kemenkumham Bali

Sementara, bagi yang menyetujuinya, mungkin lantaran sudah berada di titik jenuh pembelajaran jarak jauh (PJJ). Atau mungkin tak ingin direpotkan dengan menjadi “guru dadakan” di rumah.

Di tengah beragam kendala, mulai dari para orang tua yang mengaku kesulitan karena tidak memiliki penguasaan materi, keterbatasan sarana dan penguasaan teknologi hingga anak yang kurang disiplin, karena mereka menganggap di rumah berarti libur.

BACA JUGA  Tragedi Oktober di Kanjuruhan

“Kalau pendapat saya memang harus dibuka sekolah, karena belajar online begini bikin repot orangtua, anaknya juga jadi males, masa pasar dibuka, sekolah gak sih, asal diatur aja caranya, pasti bisa lah,” ujar Siti Maimunah, warga Duren Sawit, Jakarta Timur, saat diminta pendapatnya tentang rencana pembelajaran tatap muka, Sabtu (28/11/2020).

Pendapat berbeda dikemukakan, Ani Hartini, warga Cipinang Muara, yang menyebut belum saatnya sekolah dibuka.

“Kalau menurut saya belum saatnya sekolah dibuka, apalagi di Jakarta masih PSBB Transisi, meski setiap hari membaik, namun terlalu beresiko bagi anak-anak sekolah, kita saja masih ngeri, apalagi anak-anak SD, karena kita bisa mengawasinya,” ungkap ibu dua anak ini.

Status Bencana Nasional Nonalam

Sementara itu, pengamat sosial Rukmana menilai kekhawatiran orang tua adalah hal yang wajar dikarenakan pandemi Covid-19 belum reda.

“Perlu kita ingat bahwa status bencana nasional nonalam belum dicabut oleh Pemerintah. Alangkah tidak bijak nantinya jika diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 dimulai Januari 2021. SKB Mendikbud, Menag dan Menkes tersebut mengabaikan Keputusan Presiden 12 Tahun 2020,” katanya.

BACA JUGA  Benang Merah di Balik Pembakaran Polsek Ciracas dan Pos Polisi di Daerah Lain

Ia berpandangan, kendala teknis terkait PJJ atau belajar daring masih diperbaiki. Selain itu, dibutuhkan kreativitas para pengajar agar tidak monoton dalam kegiatan belajar secara daring.

“PJJ ini jadi momentum orang tua menjadi guru dadakan, anaknya sekolah orang tuanya kembali sekolah, para guru harus pintar, melalui PJJ ini akan terlihat jelas mana pengajar yang cakap dan tidak,” ucap alumni Fakultas Hukum salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta yang hobi menulis ini.

Ia mengatakan, jika memang sekolah harus dibuka tentunya khusus daerah yang memang benar-benar aman alias zona hijau Covid-19.

“Pemerintah Daerah yang terdiri atas kecamatan hingga kelurahan atau desa dapat menilai sendiri mana daerah yang aman. Terlebih bagi sebagian masyarakat sangat sulit untuk melakukan PJJ. Jangan pernah lengah, dan jangan pernah lelah untuk senantiasa mematuhi protokol kesehatan. Salah sehat,” pungkas editor ini.

BACA JUGA  Kepala BPSDM Kemendagri Dorong Pemda Giat Berinovasi

Hikmah Belajar Daring

Sebenarnya, ada hikmah di balik anak belajar online atau dalam jaringan (daring). Orang tua mempunyai peran yang baru, yakni sebagai “guru instan”. Itu artinya, para orang tua yang menjadi garda terdepan dalam membimbing proses kegiatan belajar hingga pandemi ini berakhir.

ilustrasi

Namun, hal yang lebih penting adalah jangan mengambil risiko. Dibukanya kembali belajar tatap muka harus benar-benar dikaji secara mendalam dan persiapan yang matang.

Bagi yang tidak setuju, tidak lantas “dipaksa” mengikuti aturan jika memang nanti benar-benar dibuka kembali sekolah tatap muka.(um)

Tinggalkan Balasan