Notula Diduga Palsu Jadi Bukti di PTUN Jakarta, Eks Dirjen AHU Digugat di PN Jakarta Utara

Notula Diduga Palsu Jadi Bukti di PTUN Jakarta, Eks Dirjen AHU Digugat di PN Jakarta Utara
Sidang PMH di PN Jakarta Utara, Senin (6/10/2025).(Foto: istimewa)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Fakta dugaan penggunaan dokumen notula palsu sebagai alat bukti di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terungkap dalam sidang lanjutan perkara perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin (6/10/2025). Fakta adanya dugaan pemalsuan notula yang diduga dilakukan eks Dirjen AHU Kemenkum tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) Jakarta, Dr. Rudyono Darsono, S.H., M.H., yang hadir sebagai saksi bagi turut tergugat Yayasan UTA 45.

Menurut Rudyono, notula yang diduga fiktif itu sempat digunakan untuk dugaan pemerasan terkait uang, kendaraan, jabatan, dan saham di yayasan. Namun, pihak Yayasan UTA 45 tidak terpengaruh karena dokumen tersebut tidak ditandatangani seluruh peserta rapat, tidak disertai daftar hadir, dan tidak ada notulis resmi.

Rudyono juga menjelaskan bahwa nama Maruli Sembiring yang tercantum dalam notula adalah Koordinator Keamanan Kampus UTA 45 Jakarta, bukan pihak lain. Maruli Sembiring diketahui dinonaktifkan dari pekerjaannya berdasarkan laporan Senat Kampus karena namanya tercantum dalam notula rapat Ditjen AHU, yang kemudian dijadikan alat bukti dalam perkara di PTUN Jakarta.

BACA JUGA  HUT ke-79 RI di Sidoarjo Diwarnai Pakaian Adat Dari Sabang-Merauke

Maruli Sembiring, melalui kuasa hukumnya Naomi, S.H., dan Rekan, menggugat Cahyo Rahadian Muzhar (mantan Dirjen AHU, tergugat I) dan Kementerian Hukum (tergugat II) atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) di PN Jakarta Utara. Maruli mengaku dirugikan karena namanya dicantumkan sebagai alumni UTA 45, yang berujung pada pemberhentiannya sebagai Koordinator Keamanan sejak 3 Juni 2024.

Notula, atau notulen, merupakan catatan resmi yang berisi ringkasan jalannya rapat, pokok pembahasan, dan keputusan yang diambil. Dokumen ini berfungsi sebagai dasar administrasi dan bukti kegiatan resmi.

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Iwan Irawan, S.H., M.H., dengan anggota Merauke Sinaga, S.H., M.H., dan Wahyuni Prasetyaningsih, S.H., M.H., tidak dihadiri tergugat Cahyo Rahadian Muzhar maupun kuasa hukumnya.

BACA JUGA  Babinsa 0820-03/Leces Turun Langsung Bersama Warga dalam Kerja Bakti

Dalam sidang sebelumnya, saksi penggugat Ahmad Rofi’i dan Bambang Prabowo menegaskan bahwa Maruli Sembiring adalah satu-satunya “Maruli” yang dimaksud dalam dokumen resmi Yayasan UTA 45.

“Maruli itu ya Maruli Sembiring. Tidak ada Maruli lain,” tegas Bambang.

Ahmad Rofi’i menambahkan, ia mengenal Maruli sejak masa orientasi mahasiswa di UTA 45 Jakarta, saat Maruli aktif sebagai anggota Menwa.

Usai persidangan, Rudyono Darsono menyampaikan harapan agar majelis hakim PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan dan menegakkan hukum sesuai fakta persidangan.

“Kami berharap majelis hakim objektif dan memutuskan sesuai bukti. Negara kita negara hukum, semua harus sama di hadapan hukum, baik pejabat maupun masyarakat,” katanya.

Usai sidang, Rudyono kembali menyampaikan harapannya agar majelis hakim dapat objektif dalam memutus perkara tersebut. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu.

BACA JUGA  BPSIP Gencarkan Peningkatan Kualitas Pertanian di Bengkulu

“Kami berharap majelis hakim objektif dan memutus sesuai fakta persidangan. Negara kita negara hukum, semua harus sama di hadapan hukum baik pejabat maupun rakyat kecil,” harapnya.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak tergugat Cahyo Rahadian Muzhar maupun perwakilan Kemenkum belum dapat memberikan keterangan.(tim)