CIBINONG, SUDUTPANDANG.ID – Pengadilan Agama (PA) Kelas I Cibinong menyatakan bahwa dalam dua tahun terakhir ini, terjadi kasus perceraian mencapai 10 ribu kasus.
“Sejak Januari 2022 sampai Selasa 25 Oktober 2022 ini sebanyak 5.496 kasus yang sudah divonis bercerai, dan mendapat Akta Cerai,” kata Panitera PA Cibinong, H Dede Supriyadi, SH, MH, kepada wartawan sudutpandang.id, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10/2022).
Ia menjelaskan kasus perceraian paling tinggi disebabkan faktor salah satu pasangan meninggalkan pasangannya.
Dalam kaitan tersebut, yang sudah divonis mencapai 3.486 kasus.
Di urutan kedua, penyebab kasus perceraian karena perselisihan antara suami istri, mencapai 3.486 kasus yang sudah diputus bercerai.
Pada urutan ketiga kasus perceraian disebabkan ekonomi dan yang sudah diputus mencapai 1.121 kasus dan sudah divonis.
“Kasus penyebab perceraian lainnya, karena berzinah dua pasangan, karena mabuk-mabukan dua pasang, karena pecandu narkoba 10 pasang suami istri, karena perjudian lima pasang suami istri, lima pasang suami istri bercerai karena pasangannya bermasalah dengan hukum dan statusnya hukuman penjara,” ungkapnya.
“Sedangkan perceraian karena poligami delapan pasangan suami istri bercerai, cacat badan dua pasangan suami istri bercerai, alasan kawin paksa tiga pasangan suami istri bercerai, dan ada 22 pasangan suami istri bercerai karena salah satunya murtad,” sambung Dede Supriyadi.
Selain data yang sudah divonis tersebut, kata Dede Supriyadi, hingga saat ini masih ada 6.729 gugatan permohonan perceraian yang belum divonis, dan 1.548 permohonan perceraian sudah masuk.
“Melihat waktu tahun 2022 masih dua bulan lagi, kemungkinan besar angka kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong akan melebihi angka 10 ribu kasus,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai banyaknya permohonan kasus perceraian, apakah bisa disidangkan tepat waktu, Dede Supriyadi menjelaskan bahwa PA Cibinong adalah Pengadilan Kelas 1 A, di mana terdapat 22 hakim dan 9 panitera.
“Jumlah itu sudah cukup untuk menangani kasus perkara perceraian dan persidangan tidak boleh kurang dari lima bulan, sebelum lima bulan hakim sudah menjatuhkan vonis,” katanya.
Menurut Dede, yang menjadi masalah di PA Cibinong saat ini kekurangan staf pelaksana, dan sesuai aturan tidak boleh ada lagi staf honorer.
Meski demikian, lanjutnya, hakim, panitera, dan staf tetap memberikan pelayanan yang maksimal, dan di awal persidangan tetap mengajukan mediasi terhadap pasangan yang mengajukan gugatan perceraian itu.
“Namun, dari hasil mediasi hanya 10 persen pasangan suami istri yang bersedia rujuk kembali setelah proses mediasi,” pungkas Dede Supriyadi.(Janter/02)