Tri Indroyono
Hukum  

Pelapor Perkara Dugaan Kekerasan Anak di Bawah Umur Adukan Jaksa ke Komjak

Tim Kuasa Hukum korban kasus dugaan penganiayaan anak di bawah umur usai sidang di PN Bekasi
Tim Kuasa Hukum korban kasus dugaan penganiayaan anak di bawah umur usai sidang di PN Bekasi (Foto: istimewa)

BEKASI, SUDUTPANDANG.ID – Hj. Metiawati, pelapor sekaligus saksi korban kasus dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur melaporkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Komisi Kejaksaan (Komjak).

Dalam laporannya pada 26 Juli 2023, JPU diadukan ke Komjak lantaran diduga sangat tidak profesional dalam menangani perkara dengan No:247/Pid Sus/2023/PN Bks yang saat ini sidangnya bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.

Kemenkumham Bali

Metiawati menduga JPU tidak berpihak kepada pelapor atau korban. Seharusnya JPU secara penuh mewakili korban untuk mendapatkan jaminan dan kepastian hukum secara berkeadilan.

“Kami mengetahui persidangan tersebut pada saat pemeriksaan saksi dan mengenai persidangan pada agenda pembacaan dakwaan, kami selaku pelapor dan korban tidak diberitahukan oleh Jaksa Penuntut Umum, padahal itu merupakan hak mutlak kami seutuhnya,” katanya kepada wartawan Sabtu (29/7/2023).

“Jaksa Penuntut Umum hanya sebatas mewakili kami pada saat sidang pidana di Pengadilan Negeri Bekasi, dan seolah-olah dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum yang berkuasa secara penuh untuk mengatur seluruh proses berjalannya persidangan dalam perkara kami termasuk salah satunya tidak memberitahukan kepada kami sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Bekasi yang digelar pada tanggal 10 Juli 2023,” sambung advokat wanita ini.

Padahal, lanjutnya, ia selalu mengecek kepada Jaksa perihal kapan persidangan dimulai. Namun kenyataannya persidangan pertama dilewati dan dimulai tanpa adanya kehadiran pelapor.

“Jaksa Penuntut Umum melanggar hak-hak kami selaku pelapor dan korban dalam perkara tersebut. Jangankan mendapatkan salinan surat dakwaan, setidaknya kami mengetahui isinya, bahkan tanggal sidang pertama saja tidak diberitahu,” ungkapnya kecewa.

Metiawati mengungkapkan, pada 24 Juli 2023 sidang ketiga dengan agenda pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa dan pemeriksaan terhadap terdakwa MM. Pihaknya telah memohon kepada Majelis Hakim melalui JPU untuk menyerahkan bukti-bukti yang ada pada surat penyidikan di Polres Bekasi, tetapi pada persidangan hanya ada bukti akta kelahiran dan visum yang dibacakan.

BACA JUGA  Ferdinand Hutahean Jalani Sidang Perdana di PN Jakpus

“Yang mana isi visum tersebut kami ragukan keterangannya. Kami selaku pelapor walaupun berprofesi sebagai penasihat hukum, tapi kami mutlak seorang ibu yang mencari keadilan demi anaknya, bukan sebagai penasihat hukum, kami tetap menghormati persidangan,” tegasnya.

Dirinya juga menduga JPU dalam perkara ini tidak koperatif dan “masuk angin”, sehingga dalam menggali peristiwa hukum yang terjadi oleh terdakwa. Terbukti pada 17 Juli 2023, JPU tidak aktif bertanya kepada saksi-saksi yang memberatkan terdakwa demi menggali dan mencari kebenaran dalam peristiwa hukum untuk menemukan fakta hukum yang sesungguhnya terjadi.

“JPU pasif, patut kami menduga JPU berpihak kepada terdakwa,” sebutnya.

Ia juga menduga dan khwatir apabila JPU dalam perkara ini tidak segera untuk diproses, maka pihaknya tidak akan mendapatkan keadilan serta kepastian dan jaminan hukum yang hakiki sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum atau hukum tertinggi di Indonesia.

“Kami mohon kepada Ketua Komisi Kejaksaan RI untuk segera mengambil alih dan mempelajari berkas perkara yang berada di tangan JPU sebagai wujud kepedulian bapak dalam mewujudkan keadilan di wilayah khususnya Kota Bekasi dimana perkara tersebut hampir satu tahun kurang dua minggu baru disidangkan di PN Bekasi,“ tuturnya.

“Mengapa proses tersebut tergolong lama sekali?. Ada apa dan apa yang sebenarnya terjadi? Kami sungguh tidak paham dan mengerti?” dan jawaban tersebut hanya bisa dijawab oleh pihak Polres Kota Bekasi dan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi,” tambah Metiawati.

BACA JUGA  289 Mahasiswa Hukum Ikuti Kompetisi Peradilan Semu Piala Jaksa Agung ke-7

Metiawati menyebutkan dalam perkara ini adalah perkara kekerasan pada anak yang diatur oleh
UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Seorang anak di bawah umur perlu dilindungi negara dan dijamin kepastian hukumnya. Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus bangsa, sehingga pelaku pelaku kekerasan terhadap anak harus dihukum dengan seberat-beratnya tanpa
tebang pilih.

“Dalam perkara ini korban sebagai seorang anak dipukul tanpa adanya kesalahan yang diperbuat dan dipukul dengan sekuat tenaga oleh laki-laki dewasa yang gagah perkasa, sampai saat ini terdakawa tidak ditahan tanpa alasan yang jelas. Padahal akibat perbuatannya korban mengalami luka fisik yang cukup parah, walaupun luka fisik ini sudah sembuh, karena terjadinya pada tanggal 2 Agustus 2022, tetapi luka psikis yang saat ini masih berbekas, trauma yang bisa berbekas seumur hidupnya akibat perbuatan terdakwa dan hukum pidana tidak mengenal usia muda maupun tua,” ungkapnya.

Sidang

Sebagai informasi, sidang yang dipimpin Hakim Ketua Noor Iswandi di PN Bekasi pada Senin (24/7/2023) ditunda hingga pekan depan.

Anhar Achmad, selaku kuasa hukum korban menilai alasan penundaan sidang lantaran JPU tidak menjalankan perannya sebagai wakil negara dalam kasus tersebut. Selain itu, soal penahanan kota terhadap terdakwa tidak dijawab oleh majelis hakim, dan jaksa pun tidak memberikan penjelasan yang memadai.

“Ini yang perlu kita telusuri, apa penyebabnya, semuanya harus terbuka,” kata Anhar Achmad, yang juga Waketum DPP Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) kepada awak media, Senin (24/7/2023) lalu.

BACA JUGA  Kejari Jakut Musnahkan BB-BR Perkara Pidum sejak 2021-2022

Ia pun menyebut tidak ada itikad baik dari terdakwa, sehingga proses ini seperti dikejar-kejar dan seolah-olah ingin mempercepat kasus ini sampai kesimpulan terdakwa bebas.

“Kami dari HAPI ingin menindaklanjuti ini kepada pihak-pihak (penegak hukum), sehingga bisa melihat secara jernih bila perlu mengganti JPU dan hakim yang bersidang pada hari ini,” katanya.

DPC HAPI Bekasi Raya, Vega Della Tridaya, menambahkan, dalam persidangan, JPU hanya menghadirkan bukti berupa akta kelahiran dan visum tanpa bukti lainnya seperti foto bukti pemukulan dan surat pernyataan pencabutan minta maaf oleh ibu korban.

“Majelis Hakim hanya melanjutkan status penahanan kota dari JPU tanpa menjelaskan pertimbangannya,” ungkapya.

Dalam perkara ini, MM dilaporkan ke Polres Metro Bekasi Kota dengan Nomor : STPL/B/ 2265 /VII/ 2012/NPKT/Restro Bks Kota/Polda Metro Jaya terkait dugaan pemukulan terhadap korban di bawah umur yang terjadi di Jalan Perwira, Bekasi Utara, pada 2 Agustus 2022 lalu.

Terkait persoalan ini, Kajari Kota Bekasi Laksmi Indriyah belum dapat dikonfirmasi. Begitu dengan Ketua Komjak, Barita Simanjuntak dan Jamwas Kejagung Ali Mukartono, masih menunggu jawaban untuk mengetahui pandangan tentang adanya JPU yang diadukan oleh pelapor.(tim)