Opini  

Peran MUI dalam Membingkai Keberagaman untuk Peradaban Dunia

Peran MUI menurut Ali Farkhan Tsani Keberagaman
Ali Farkhan Tsani (Dok. Pribadi)

Oleh Ali Farkhan Tsani

Konferensi Internasional “Agama, Perdamaian dan Peradaban” yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Liga Muslim Dunia di Jakarta pada 21-23 Mei 2023 menghasilkan “Deklarasi Jakarta”.

Dalam Deklarasi Jakarta dengan tiga bahasa (Indonesia, Inggris, dan Arab) tersebut terdapat tiga poin utama sebagaimana dibacakan oleh Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLNKI) Prof. Sudarnoto Abdul Hakim.

Pertama, agama adalah sumber ajaran transformasional sebagai pedoman bagi penganutnya untuk hidup damai, harmoni, dan menjadi inspirasi dalam membangun peradaban.

Kedua, pemerintah dan kekuatan civil society harus berupaya menjaga, menghormati, dan melindungi serta mendorongnya menjadi kekuatan bersama dalam membangun kemajuan peradaban.

Ketiga, diperlukan langkah konkret secara bersama untuk memperkokoh aliansi global dalam ikut serta menyelesaikan berbagai konflik melalui dialog untuk menciptakan keamanan, perdamaian, dan dapat bersama-sama membangun peradaban.

Melalui deklarasi tersebut kita sebagai umat beragama dan bangsa Indonesia diingatkan akan makna penting dari peran agama dalam kehidupan sehari-hari. Agama mengarahkan umatnya kepada kebaikan bersama karena isinya merupakan ajaran kebaikan yang menuntun manusia kepada hakikat kemanusiaannya.

Hidup beragama menjadi bermakna ketika kita berupaya untuk mengamalkan ajaran agama itu dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam aspek pribadi, keluarga, bermasyarakat, bersosial budaya, berbangsa dan bernegara serta dalam tatanan kehidupan sebagai masyarakat global.

Dalam hal ini agama Islam yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim, bukan hanya merupakan panduan dalam beribadah dan dalam hubungan vertikal dengan Allah Sang Pencipta (hablum minallah). Namun juga dalam hubungan horizontal sebagai pedoman dalam berkehidupan sosial sesama manusia (hablum minannas). Sebagaimana Allah sebutkan  dalam surat Ali Imran ayat 112.

Dalam hal beribadah, tentu saja Islam memberikan petunjuk bagaimana syariat memperibadati Allah, Tuhan semesta alam, dan tertuang dalam ibadah mahdhah, Rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.

Selain itu juga tertuang dalam ibadah lainnya yang bersifat umum atau Ghairu Mahdhah seperti kegiatan sosial kerja bakti, bersih-bersih lingkungan, bekerja mencari nafkah di kantor atau perusahaan, menjadi entrepreneur, content creator, seniman, budayawan, dan olahragawan.

BACA JUGA  Impeachment dan Kampanye Hitam Pilpres

Ini semua dapat bernilai ibadah manakala dikerjakan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah, dan pekerjaan itu tidak terlarang menurut syariat.

Di sini letak pentingnya peran “ulama sebagai pewaris Nabi” (al-ulama’u waratsatul anbiya) yang secara terus-menerus menjaga syariat ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Peran yang menyeimbangkan kepentingan individu dan sosial, keterkaitan agama dan bangsa, hingga keseimbangan dunia dan akhirat.

Dalam hal inilah kehadiran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai tempat berkumpulnya para ulama yang didirikan tanggal 7 Rajab 1395 H./26 Juli 1975 di Jakarta menjadi sangat penting dalam kehidupan keumatan, kemasyarakatan dan kebangsaan.

MUI berdiri sebagai hasil dari musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama dari berbagai penjuru tanah air, meliputi 26 ulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia pada masa itu.

Para ulama itu merupakan unsur dari Ormas-ormas Islam tingkat pusat seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al-Ittihadiyyah.

Tertuang dalam “Piagam Berdirinya MUI”, bertepatan momentumnya ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali setelah 30 tahun merdeka, MUI berusaha memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah.

MUI juga memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat serta meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu MUI menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) serta timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional.

Peradaban Dunia

Dalam cakupan lebih luas, keberadaan MUI menjadi kekuatan civil society yang mendorong kekuatan bersama segala potensi umat dan bangsa dalam menciptakan kesejukan dan perdamaian serta membangun membangun peradaban.

BACA JUGA  'Clash of Champion': Sejalankah Kepintaran Akademik dengan Kesuksesan?

Karena itu, sesuai niat kelahirannya, sebagai wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam, MUI terus berupaya menjalin hubungan dan kerja sama dengan pihak-pihak lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama tidak menyimpang dari visi, misi, dan fungsi MUI.

Hubungan dan kerja sama itu menunjukkan bahwa MUI hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam serta menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup berdampingan dan bekerja sama untuk kebaikan dan kemajuan Indonesia.

Sikap MUI ini menjadi salah satu ikhtiar dalam mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ini sejalan dengan firman Allah pada surat Al-Anbiya ayat 107.

Dalam kaitan ini Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan pada laman MUI Digital edisi 31 Oktober 2022 mengatakan, MUI memiliki tiga peran strategis, yaitu khodimul ummah (pelayanan umat), himayatul ummah (melindungi ummat dari praktik-praktik kehidupan umat yang dilarang dalam Islam), dan shodiqul hukumah (mitra pemerintah yang turut memandu atau mengarahkan berkenaan dengan aspek-aspek sosial keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara).

Dalam sambutan pada acara Standarisasi Da’i ke-17 MUI yang digelar Komisi Dakwah MUI Pusat di Jakarta pada 31 Oktober 2022, Buya Amirsyah juga menyebutkan peran MUI sebagai khodimul ummah, himayatul ummah, dan shodiqul hukumah, yaitu ulama memberikan rekomendasi terkait fatwa yang meluruskan dan menyempurnakan, menguatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyyah, dan memberikan tuntunan kepada umat Islam.

Begitulah, umat Islam memang seyogyanya merupakan Khoiru Ummah, umat terbaik untuk dipersembahkan bagi manusia serta  menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan mengajak beriman kepada Allah, sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 110.

Dengan demikian, kehadiran umat Islam, yang dibimbing para ulamanya, akan memberikan manfaat dan maslahat bagi kemanusiaan serta berperan konstruktif dalam pembangunan dan kesejahteraan seluruh penduduk global.

Terlebih, kehadiran ulama dari Indonesia dikenal dengan dakwahnya yang santun tanpa caci maki dan penuh hikmah, menyentuh hati serta saling menghargai penuh toleransi. Kehadiran ulama seperti ini sangat diperlukan masyarakat internasional, terutama di kawasan negara-negara Barat.

BACA JUGA  Merdeka Belajar, Akankah Membawa Kemajuan?

Dalam kaitan ini Penulis teringat ketika menghadiri pemaparan Sheikh Dr. Imam Mohamad Bashar Arafat, Presiden Dewan Urusan Islam Maryland, Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, negara-negara Barat sedang haus informasi tentang Islam.

Sheikh Bashar Arafat kemudian mengatakan, Indonesia adalah negara yang sangat penting di Asia Tenggara dan di seluruh dunia. Bukan hanya negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, melainkan baginya, Indonesia adalah role model dalam menghargai perbedaan, dalam wasathiyah, dalam moderasi, serta dalam menerapkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

“Kami datang ke Indonesia, tidak lain yaitu merasakan kasih sayang, cinta dan damai, dan saya rasa ini adalah salah satu isu yang harus dibagikan kepada masyarakat di seluruh dunia,” ujarnya saat mengunjungi Kantor MUI Pusat di Jakarta pada 26 Januari 2023.

Peran MUI sangat diperlukan untuk menjembatani nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, dari Indonesia untuk peradaban dunia, sehingga MUI yang akan merayakan Milad ke-48 pada 26 Juli 2023 ini semakin memperkokoh persatuan dalam bingkai keberagaman menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan bermartabat.

MUI secara luas akan semakin dirasakan perannya di dunia internasional, bagai air jernih yang diperlukan dunia yang sedang kehausan, bak peneduh dunia yang sebagian diliputi ketegangan. MUI dari Indonesia membawa peradaban Islam yang rahmatan lil alamin. Insya-Allah.

*Penulis, Ali Farkhan Tsani, adalah Redaktur Mi’raj News Agency (MINA) dan Da’i di Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.