“Kami berpendapat bahwa peristiwa tahun 1998 dan kematian Munir dibandingkan dengan pembantaian Raymond Westerling terhadap 40.000 rakyat Sulawesi Selatan dapat menimbulkan perbedaan pendapat.”
Tulisan ini saya buat karena adanya silang pendapat mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) terkait peristiwa pada 1998 yang tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Sehubungan dengan pernyataan dari Prof Yusril Ihza Mahendra, mengenai tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat yang diprotes oleh LSM.
Berikut pandangan kami terkait dengan pandangan tersebut:
1. Tragedi 1998 bukan Pelanggaran HAM yang diprotes oleh LSM, bisa saja terdapat perbedaan pendapat. Sebagai contoh kasus pembantaian 40.000 masyarakat Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Raymond Westerling. Pada tahun 1950 Raymond Westerling sempat ditangkap di Singapura dan Indonesia meminta ekstradisi, tetapi ditolak oleh Pengadilan Singapura. Bahkan Pengadilan Singapura tidak sempat mengadili Raymond Westerling sebagai pelanggar HAM. Raymond Westerling diterbangkan kembali ke Belanda dan sempat singgah di Belgia;
2. Dari Belgia, Raymond Westerling masuk ke Belanda. Raymond Westerling sempat membuat beberapa buku yang laris di Belanda, bahkan di Belanda, Raymond Westerling menjadi orang yang paling disanjung.
3. Itulah sekilas mengenai kasus Raymond Westerling yang membantai 40.000 masyarakat Sulawesi Selatan. Akan tetapi tidak pernah diadili sebagai pelanggar HAM.
4. Selanjutnya sekilas mengenai perkara Abilio Jose Osorio Soares yang pernah kami bela. Memang melalui Putusan Mahkamah Agung No. 4 K/Pid.HAM.Ad Hoc/2003, Abilio Jose Osorio Soares sempat dinyatakan bersalah. Akan tetapi sampai di tingkat Peninjauan Kembali, Abilio Jose Osorio Soares dibebaskan dan dinyatakan bukan pelanggar HAM.
Abilio Jose Osorio Soares dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran HAM berat, Kejahatan Kemanusiaan sebagaimana diatur didalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dan huruf b Jo. Pasal 7 huruf b Jo. Pasal 9 huruf a dan huruf h Jo. Pasal 37 Jo. Pasal 40 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, melalui Putusan No. 45 PK/Pid/HAM.Ad Hoc/2004 oleh Majelis Hakim Iskandar Kamil, S.H., Artidjo Alkostar, S.H., LL.M, Dr. H. Eddy Djunaedi Karnasudirdja, S.H., Mcj., dan Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo, S.H., LLM.
5. Di Indonesia, kematian Munir Said Thalib dikatakan sebagai pelanggaran HAM.
6. Kalaupun peristiwa tahun 1998 ada yang mengatakan bukan pelanggaran HAM. Membandingkan dengan kejahatan Genosida yang dilakukan oleh Adolf Hitler terhadap orang Yahudi dan pembantaian Manila yang dilakukan oleh Tomoyuki Yamashita, tentu terdapat alasan untuk mengatakan bahwa peristiwa tahun 1998 dan kematian Munir Said Thalib adalah kriminal biasa.
7. Itulah sebabnya kami berpendapat bahwa peristiwa tahun 1998 dan kematian Munir dibandingkan dengan pembantaian Raymond Westerling terhadap 40.000 rakyat Sulawesi Selatan dapat menimbulkan perbedaan pendapat.
8. Memang masalah peristiwa tahun 1998 dan peristiwa Munir Said Thalib selalu dijadikan langkah-langkah politik untuk mempermasalahkan pemerintahan masa lalu. Dari segi pembuktian kalau hal ini dibawa ke pengadilan, mungkin akan sulit menemukan orang-orang yang bisa menjadi saksi terhadap pembunuhan oknum-oknum tertentu, termasuk penculikan yang dilakukan di tahun 1998.
Selain itu perkara Munir Said Thalib dinyatakan sebagai kasus pembunuhan dan hanya melibatkan pilot Pollycarpus Priyanto.
*Penulis adalah praktisi hukum dan akademisi senior