Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior Muhammad Yuntri, mempertanyakan sikap penyidik Polda Bangka Belitung (Babel) dalam menangani perkara yang dituduhkan terhadap kliennya Jaiman Supnur alias Pak Oki. Pasalnya, menurut Yuntri banyak prosedur hukum yang diduga dilanggar oleh pihak kepolisian, terlebih soal penetapan status daptar pencarian orang (DPO) terhadap kliennya.
Terkait hal ini, Yuntri telah melayangkan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang yang sidangnya sudah berlangsung sejak hari Senin tanggal 2 November 2018 dipimpin hakim tunggal Dede Agus Kurniawan.
“Luar biasa penangan perkara terhadap klien kami Pak Oki langsung dibilang DPO, tanpa pernah mempertimbangkan prosedur hukum acara. Perkara perdatanya pun masih berlangsung di PN Medan masih jauh dari incrach, tapi sudah menyimpulkan sebagai perkara pidana, diduga ada dorongan dari pihak tertentu,” ujar Yuntri, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (9/11/2020).
Yuntri menyebut beberapa hal yang menarik dan terungkap dari persidangan. Antara lain klien sebagai Direktur dan pemegang 90 % saham PT.Indomas Bara Prima (PT.IBP) tidak berada di lokasi TKP saat kejadian pada tanggal 31 Maret 2020, tapi jadi tersangka tunggal.
“Masalah klaim 70 % saham di PT.IBP oleh Hengky masih dalam sengketa pada perkara perdata No.560/Pdt.G/ 2020/PN.Mdn PN Medan, baru tahap mediasi. Sehingga belum bisa dikatakan mengalami kerugian dan belum berkapasitas sebagai Pelapor, itu sangat jelas,” katanya.
Ia mengungkapkan, dana investasi yang disetorkan Hengky ke rekening PT.IBP sebesar Rp14,6 Miliar justru dikelolanya sendiri bersama staf admin keuangan tidak untuk kepentingan perseroan. Sehingga manager pabrik terpaksa menjual sebagian aset berupa “zircon” untuk membayar tunggakan listrik dan beberapa bulan gaji karyawannya.
PERMA No.1 Tahun 1956
“Yang mengherankan, atas penjualan aset senilai Rp280 juta inilah klien kami Pak Oki menjadi tersangka tunggal, padahal pelaku yang menjual aset adalah manager pabrik atas inisiatifnya sendiri, dan klien kami sedang berada di Jakarta, tidak berada di TKP saat terjadinya penjualan aset pada tanggal 31 Maret 2020. Jelas sekali penanganan perkara ini error in persona (salah orang), ” ungkapnya.
Sehingga, kata Yuntri, seharusnya diterapkan prosedur PERMA No.1 tahun 1956 untuk mendahulukan kepastian hukum kepemilikan aset tersebut, baru dapat dilanjutkan aspek pidananya.
“Karena salah satu unsur pidana berupa adanya kerugian bagi korban Pelapor belum bisa dikatakan ada, karena legal standing pemilik aset masih status quo belum ada kepastian,” tegasnya.
Ia mengatakan, kondisi Pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan Kemenkes pada PMK No.9 tahun 2020 tertanggal 3 April 2020, mengharuskan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar, merupakan kondisi force majeur.
Tapi justru Polda Babel memaksakan kehendaknya untuk menghadirkan Pak Oki secara fisik di Polda Babel, tanpa alternatif lain seperti komunikasi virtual atau penundaan waktu sampai saat yang memungkinkan,” ucap Yuntri.
Sudah Bertemu Penyidik
Untuk menghormati panggilan kedua dari polda Babel, dirinya bersama tim dari Yuntri & Partners Lawfirm di Jakarta, sudah datang bertemu langsung dengan penyidik pada tangal 18 Agustus 2020. Saat itu, memberitahukan kondisi kesehatan kliennya yang kurang sehat.
“Sudah kami sampaikan asam lambungnya sewaktu-waktu kumat yang rawan terpapar virus Covid-19, yang saat ini tercatat sudah banyak merenggut nyawa di dunia. Sehingga kami memohon penundaan waktu kepada penyidik serta mendiskusikan tentang eksistensi PERMA No.1/1956,” jelas Yuntri.
Awalnya, lanjut Yuntri, Ka.Unit nya AKP Every Susanto sangat apresiasi dan menunggu pemberitahuan resmi dari kuasa hukum tentang adanya perkara perdata terkait hubungan hukum dan objeknya dengan perkara pidana. Hal ini untuk mengambil sikap menghentikan penyidikan sampai adanya putusan perkara perdata tersebut berkekuatan hukum tetap dan segera mempertimbangkan.
“Pada tanggal 3 September 2020, saya kembali menyampaikan surat resmi, berharap menjadi pertimbangan sebagaimana yang telah dibicarakan sebagai bentuk kepatuhan penyidik pada hukum positif. Akan tetapi AKP Evry Susanto dipindah tugas menjadi Kapolsek Bukti Intan, Kota Pangkalpinang dan digantikan oleh AKP Hari Kardono,” tuturnya.
Masih menurut Yuntri, salah penerapan hukum sejak dibuatnya LP oleh pelapor atas nama Dingin Parulian Pakhpahan, yang mengaku Dirut.PT.IBP yang baru hasil RUPS tanggal 26 Maret 2020. Pelapor, yang juga berprofesi sebagai Advokat menuduh kliennya terkait pasal 374 KUHP.
“Tapi dalam proses penyidikan berganti menjadi pasal 372, dan kadang-kadang kembali lagi pada pasal 374 saat terbitnya surat DPO. Hal itu berpotensi kepada “material error” dalam penyidikan,” kata Pendiri Indonesia Advocate Watch ( I.A.W) ini.
Jawaban Polda Babel
Ia pun mengaku tidak habis pikir dengan jawaban Polda Babel secara tertulis di persidangan, yang menyatakan bahwa penyidik tidak terikat dengan PERMA No.1/1956 tersebut baik di tingkat penyelidikan maupun penyidikan. Sehingga surat dari kuasa hukum Oki kepada Kapolda Babel untuk pemberitahuan secara resmi tentang adanya perkara perdata No.560 di PN Medan terkait penerapan PERMA-RI No.1/1956 maupun permintaan dilakukannya gelar perkara eksternal tidak digubris sama sekali.
“Begitu juga dengan isi surat yang sama ditujukan kepada Kapolri cq.Bareskrim khususnya tentang adanya 2 institusi Polda (Polda Babel dan Polda Sumut) yang sedang menangani pidana yang sama, karena di saat bersamaan Pak Oki juga membuat Laporan polisi No.LP/757/IV/2020/ SUMUT/SPKT II TGL.27 April 2020 terkait pasal 372 jo. 378 jo. Pasal 263, 264 dan 266 KUHP atas dugaan perampokan 70 % sahamnya melalui rekayasa notaril Akte PT.IBP yang diduga dilakukan Saudara Hengky, juga belum digubris serius oleh Mabes Polri,” beber Yuntri.
Terkait persoalan ini, Kapolda Babel Irjen Pol Anang Syarif Hidayat, Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin belum dapat dikonfirmasi. Begitu juga dengan pihak pelapor dan Bareskrim Polri.(tim)