“Kami imbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan ulang konten-konten tersebut. Mari bersama menjaga ruang digital dan melindungi anak-anak dari kejahatan seksual online.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan penyebar konten pornografi anak yang beroperasi melalui grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka”. Enam orang pelaku ditangkap dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Barat hingga Bengkulu.
Siaran pers Bareskrim Polri, Kamis (22/5/2025), menyebutkan, pengungkapan ini dilakukan berkat kerja sama antara Bareskrim Polri, Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak, serta Polda Metro Jaya. Para pelaku diduga telah mendistribusikan ratusan konten eksploitasi seksual anak dan terlibat dalam kejahatan yang sangat serius dan terorganisir di ruang digital.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, mengungkapkan, kasus ini mencuat setelah viralnya unggahan berbau incest dan eksploitasi seksual anak di grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka”, yang diketahui telah beroperasi sejak Agustus 2024.
“Media sosial kini menjadi ruang yang sangat rawan disalahgunakan, termasuk untuk penyebaran konten pornografi anak. Kami sudah menangani 17 kasus dengan 37 tersangka sepanjang tahun ini,” kata Brigjen Pol Himawan Bayu Aji.
Ia menjelaskan, penyidik bergerak cepat dengan menerbitkan tiga laporan polisi pada 16 Mei 2025. Setelah melakukan profiling digital dan pemantauan intensif, enam pelaku akhirnya ditangkap di Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Lampung. Salah satunya adalah MR, pembuat sekaligus admin grup Facebook tersebut.
“Barang bukti yang disita antara lain 8 unit ponsel, 1 laptop, 1 komputer, 3 akun Facebook aktif, 5 akun email, serta ratusan konten pornografi anak yang disebarkan melalui media sosial,” jelasnya.
Korban 7-12 Tahun
Menurut Direktur Tindak Pidana PPA, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, sebagian besar korban masih berusia antara 7 hingga 12 tahun, dan beberapa di antaranya merupakan korban pelecehan oleh keluarga atau tetangga dekat.
“Kami terapkan pendekatan ramah anak dan menggandeng psikolog klinis untuk mendampingi proses pemulihan korban,” ujarnya.
Para pelaku dijerat dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
Polri juga tengah berkoordinasi dengan Kementerian PPPA, LPSK, dan lembaga terkait lainnya untuk menjamin pemulihan menyeluruh bagi para korban, mulai dari rehabilitasi medis, hukum, hingga penempatan di rumah aman.
“Kami imbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan ulang konten-konten tersebut. Mari bersama menjaga ruang digital dan melindungi anak-anak dari kejahatan seksual online,” tegas Brigjen Nurul Azizah.
Polri memastikan akan terus memburu pelaku penyebaran konten asusila, terutama yang menyasar anak-anak, dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif melaporkan aktivitas mencurigakan di media sosial.(01)