JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cahaya Hukum Indonesia, Rinto E Paulus Sitorus, menyayangkan putusan Majelis Hakim pimpinan Muhammad Yusuf yang memutus NO (niet ontvankelijke verklaard) terkait perkara gugatan terhadap PT. BPR Sarana Utama Multidana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Menurut Rinto, pernyataan Hakim yang mengatakan hubungan hukum sudah terbukti dan tidak perlu dipertimbangkan adalah Hakim pemalas.
“Sebagai Hakim seharusnya menjawab seluruh tuntutan dari masyarakat pencari keadilan, jangan karena masyarakat kecil yang menggugat, malas membuat pertimbangan dalam putusannya,” kata Advokat muda ini usai sidang, Kamis (23/6).
Ia juga berpandangan putusan NO oleh Majelis Hakim dalam Perkara Nomor : 617/Pdt. G/2021/PN Jkt.Pst tidak konsekuen.
“Hakim pemalas dalam menyusun putusannya tidak membuat atau tidak menyampaikan pertimbangan yang memuaskan kedua belah pihak, tidak pantas di PN Jakarta Pusat yang merupakan Pengadilan Kelas 1A khusus, barometer pengadilan di Indonesia,” ungkap Rinto.
Rinto juga mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan posita mengenai hubungan hukum dan fakta hukum di dalam persidangan seperti keterangan saksi-saksi.
“Kami menilai hakim tidak idealis dalam memutus perkara ini, semoga Ketua PN Jakarta Pusat mendengar dan mengkoreksi putusan ini, apakah benar berdasarkan hati nurani atau berdasarkan kepentingan pribadi,” ujar Rinto, yang sedang merampungkan Magister Hukum di Universitas Indonesia (UI).

Santo Nainggolan, salah satu anggota tim kuasa hukum Penggugat juga merasa tidak puas dangan putusan NO oleh Majelis Hakim. Pihaknya pun akan mengajukan banding atau menggugat ulang.
“Selama proses persidangan pihak tergugat telah tiga kali menganti kuasa hukumnya. Dalam putusan yang paling disesalkan terhadap Majelis Hakim M Yusuf, hanya mempertimbangkan eksepsinya saja, tidak ada mempertimbangkan dalil-dalil dari kami selaku penggugat,” ungkapnya.
“Seharusnya Majelis Hakim dapat melihat mana yang beritikad baik, yang benar dan mana yang tidak,” sambungnya.
Pihaknya juga berencana mengadukan ke Hakim Pengawas, karena ia menilai tidak objektif dan cermat dalam menangani perkara gugatan tersebut.
“Kita ketahui bersama PN Jakarta Pusat adalah barometer,” kata Santo Nainggolan.
Adapun gugatan perbuatan melawan hukum ini dilayangkan oleh Seherna Wati Sitompul terhadap PT. BPR Sarana Utama Multidana pada 12 Oktober 2021, melalui Tim Kuasa Hukum dari LBH Cahaya Hukum Indonesia.
Dalam gugatannya, penggugat menyatakan perbuatan tergugat yang menarik kendaraan miliknya dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur merupakan perbuatan melawan hukum. Bertentangan dengan asas kepatuhan, dan ketelitian Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor:35/PJOK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan.
“Klien kami, Ibu Seherna Wati Sitompul yang notabenenya masyarakat kecil sangat terdampak akibat perbuatan pihak tergugat,” ungkap Santo Nainggolan.
Sementara itu, pihak tergugat belum dapat dikonfirmasi. Begitu juga dengan Majelis Hakim PN yang memutus perkara tersebut.(tim)