Raja Ampat: Surga yang Rawan Terluka dan Tak Berdaya

Raja Ampat
Dr. Kemal H Simanjuntak, MBA adalah Konsultan Manajemen | GRC Expert | Asesor LSP Tatakelola, Risiko, Kepatuhan (TRK).

“Raja Ampat tidak butuh bandara internasional atau hotel mewah yang dibangun dengan mengorbankan hutan mangrove. Ia butuh regulasi ketat, etika wisata, dan penghormatan pada sistem sosial ekologis lokal”

Oleh: Kemal H. Simanjuntak

Menyeruaknya keresahan ekologis, ketimpangan tata kelola, dan harapan akan kebijakan yang lebih berkeadilan di Raja Ampat menjadi sebuah refleksi kritis yang patut dijadikan dasar tinjauan ulang sistem perizinan sumber daya alam secara nasional.

Nama Raja Ampat telah lama menggaung sebagai ikon kemegahan alam Indonesia Timur. Gugusan pulau karst yang berjejer di atas laut biru bening, hutan bakau yang lestari, serta kekayaan biota bawah laut menjadikan wilayah ini sebagai salah satu dari sedikit titik keanekaragaman hayati tertinggi di muka bumi. Namun kini, surga itu tidak hanya terluka, tetapi juga terancam lumpuh oleh ketidakberdayaan hukum dan kebijakan.

BACA JUGA  Enam Destinasi Wisata Alam Asahan yang Menawan

Surga Ekologi dalam Cengkeraman Ekstraktif

Di tengah geliat pariwisata berkelanjutan yang menjadi andalan ekonomi masyarakat lokal, muncul ancaman baru dari arah yang tak terduga aktivitas pertambangan nikel. Ironisnya, bukan masyarakat atau pemerintah daerah yang membuka pintu bagi tambang, melainkan sistem perizinan terpusat yang membuat daerah tak punya kuasa untuk menolak atau bahkan melindungi wilayahnya. Hal ini disampaikan dengan jujur oleh Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam.

Konservasi Berbasis Komunitas: Jalan Tengah yang Terbukti

Raja Ampat tidak butuh bandara internasional atau hotel mewah yang dibangun dengan mengorbankan hutan mangrove. Ia butuh regulasi ketat, etika wisata, dan penghormatan pada sistem sosial ekologis lokal. Konservasi berbasis komunitas adalah jalan tengah yang paling realistis: menjaga alam sekaligus memperkuat ekonomi masyarakat.

BACA JUGA  Resmikan Hotel, Jokowi Semakin Terpesona Keindahan Labuan Bajo

Langkah-langkah kuncinya antara lain:

  • Moratorium izin tambang di kawasan konservasi Raja Ampat.
  • Penguatan kapasitas dan legalitas masyarakat adat sebagai pengelola wilayah.
  • Pemberlakuan kuota wisata dan standar keberlanjutan tinggi untuk pelaku industri.
  • Transparansi dan akuntabilitas dalam perizinan baik di tingkat daerah maupun pusat.
  • Edukasi lingkungan lintas generasi agar Raja Ampat tetap hidup dalam kesadaran kolektif.

Penutup: Jangan Biarkan Surga Jadi Ladang Runtuh

Bila kita gagal melindungi Raja Ampat, maka kita sedang mempermalukan seluruh slogan pembangunan berkelanjutan yang selama ini kita banggakan. Kita akan tercatat dalam sejarah sebagai generasi yang memiliki surga, tapi membiarkannya dirusak demi nikel dan nota izin.

Raja Ampat adalah rumah bersama. Ia milik anak cucu kita, milik dunia. Saat ini, ia sedang menjerit. Bukan hanya karena tambang, tapi karena ketidakadilan sistem yang membuat mereka yang paling peduli justru paling tak berdaya.

BACA JUGA  Agar Penyengat Lebih Memikat, Gubernur Ansar Temui Kepala Bappenas

Jika negara tidak segera mengubah arah, maka bukan hanya keindahan yang hilang, tapi juga kepercayaan rakyat bahwa negeri ini mampu menjaga anugerah yang dipercayakan Tuhan dan leluhur.

Penulis Dr. Kemal H Simanjuntak, MBA adalah Konsultan Manajemen | GRC Expert | Asesor LSP Tatakelola, Risiko, Kepatuhan (TRK).