Opini  

Renungan OC Kaligis di Usia 83 Tahun: Hidup, Hukum dan Kasih Tuhan

Renungan OC Kaligis di Usia 83 Tahun: Hidup, Hukum, dan Kasih Tuhan
Prof. Otto Cornellis Kaligis (tengah) bersama Yenny Octarina Misnan (kanan) dan Aryani Novitasari (kiri).(Foto: istimewa)

“Hidup ini mujizat. Dan saya bersyukur, Tuhan masih memberi saya kekuatan untuk terus berkarya di jalur hukum. Terima kasih untuk keluarga, sahabat, dan semua rekan perjuangan yang selalu memberi semangat.”

Renungan OC Kaligis

Rekan-rekan yang saya hormati, hari ini Tuhan Yang Maha Kasih dan Penyayang menganugerahkan usia saya bertambah setahun lagi. Usia saya genap 83 tahun.

Mula pertama ketika sadar, dan bangun di hari yang membahagiakan ini, saya sebagai seorang Katolik mengucapkan terima kasih kepada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Terima kasih kepada keluarga yang selalu menopang saya dalam doa.

Di saat bersamaan, saya mendoakan keluarga saya, rekan-rekan kantor, sahabat-sahabat saya yang telah mendahului saya menghadap Sang Pencipta, diiringi doa semoga mereka beristirahat dalam damai Tuhan di seberang sana.

Di usia senja ini, saya merenungi perjalanan hidup yang penuh warna, penuh tantangan, keberhasilan, dan ujian. Pertambahan usia ini bukan sekadar hitungan tahun, tetapi juga pengingat akan besarnya kasih Tuhan dalam hidup saya.

Hidup ini mujizat. Dan saya bersyukur, Tuhan masih memberi saya kekuatan untuk terus berkarya di jalur hukum. Terima kasih untuk keluarga, sahabat, dan semua rekan perjuangan yang selalu memberi semangat.

Untuk rekan-rekan sekantor, saya mengucapkan terima kasih atas kerja sama Anda yang prima.

Berikut beberapa catatan perjalanan hukum saya:

1. Selulus saya sebagai sarjana hukum, saya mulai berkarya sebagai asisten Notaris F.A. Tumbuan, om saya, di tahun 1966.

2. Di sana saya mengenal hukum perjanjian, khususnya Penanaman Modal Asing, dan sebagai asisten, di saat menemani Om ke bank-bank, saya belajar banyak mengenai perbankan.

3. Di saat menemani banyak orang-orang asing yang hendak menanam modal di Indonesia, saya belajar hukum mengenai apa saja yang mereka butuhkan untuk penanaman modal mereka di Indonesia.

4. Di bidang Penanaman Modal, saya mengenal apa artinya Preliminary Agreement, Cooperation Agreement, Joint Venture Agreement, Technical Assistance Agreement, sampai pendirian Perseroan Terbatas Modal Asing.

5. Di dunia perbankan, saya belajar mengenai perjanjian hipotek (mortgage), fiduciary, personal guarantee, banker clause, bahkan mengikuti rapat para Credit Committee untuk membahas feasibility study (studi kelayakan pemohon kredit). Sampai-sampai untuk menguji jaminan (collateral) yang diberikan, saya ikut serta meninjau lokasi (plant visit).

6. Saya juga ditugasi mengurus masalah agraria, sehingga saya berhasil mengurus puluhan sertifikat tanah, mulai dari pengurusan tanah eks milik Belanda (P3MB), konversi milik adat, permohonan hak. Saat itu, Kepala Kadaster bernama Ir. Trenggono, dan di bagian Inspektorat untuk SK.59, kepalanya adalah Bapak Soebagio Tardjo, berkantor di Jalan Merdeka Selatan.

BACA JUGA  Artificial Intellegence ChatGPT sebagai Tantangan Baru Jurnalistik

7. Sedangkan untuk permohonan hak yang luasnya di atas 10.000 m2, saya harus ke Dirjen Agraria di Jalan Singamangaraja, Jakarta Selatan.

8. Di bidang hukum, saya banyak dibimbing oleh F.B.G. Tumbuan yang bisa membaca hukum perdata, sempurna dalam bahasa Latin. Juga menguasai lancar bahasa Belanda dan Prancis.

9. Atas modal hukum yang banyak saya pelajari dari Om Tumbuan dan Om F.B.G. Tumbuan, saya di tahun 1971 membuka biro konsultasi hukum “Vita”, berkantor di Glodok, beranggotakan saya, Rudy Lontoh, almarhum Nauli Basa, dan almarhum Rusdi Nurima.

10. Tahun 1971 – 1975 saya kuliah di Jerman Barat, Kota Aachen.

11. Sekembali dari Jerman, saya masih diterima sebagai asisten Notaris F.A. Tumbuan, tetapi karena cita-cita saya untuk jadi pengacara, saya mulai di tahun 1977 membuka kantor pengacara di Glodok Plaza, dan sekretaris pertama saya sampai hari ini adalah Ibu Yen Yen, yang dikenal oleh para pengacara terkenal yang pernah jadi asisten saya, karena Yen Yen-lah yang membayar gaji bulanan mereka, termasuk membayar gaji Hotman Paris Hutapea, pengacara genius yang pernah menjadi asisten saya di bidang perbankan.

12. Sebagai pengacara, saya tidak pernah magang di satu kantor pengacara pun.

13. Saya percaya akan kemampuan saya, sehingga tidak pernah terpikirkan di benak saya untuk magang.

14. Membaca dakwaan perlu menelaah apakah dakwaan itu logis atau tidak. Apa berkas jaksa dapat memenuhi unsur-unsur dakwaan.

15. Tugas pengacara adalah mematahkan dakwaan, dan tujuan akhir membebaskan terdakwa, atau mengurangi hukuman terdakwa. Itulah yang menjadi standar perjuangan hukum saya dalam membela klien.

16. Dalam perjuangan hukum saya, tantangan saya terkadang saya katakan: hanya mati yang belum saya alami.

17. Sampai-sampai Dr. Juniver Girsang, di saat masih menjadi asisten saya, pernah menulis testimoni mengenai saya, bahwa gerakan-gerakan saya yang sangat berani menyebabkan malaikat pengawal saya pusing tujuh keliling mengamankan saya supaya tetap selamat.

18. Dalam kasus pidana Roy Barya, yang dibunuh oleh bapak sambungnya, saya lolos dari pembunuhan, hanya karena saat pulang ke rumah saya naik taksi, tidak menggunakan mobil saya yang dikenali pembunuh bayaran.

BACA JUGA  OC Kaligis: Peradilan Lukas, Peradilan Media

19. Pada saat mereka ramai-ramai melempar rumah saya di Jalan Cempaka Putih Timur, kebetulan banyak tamu yang menginap, keluar beramai-ramai, sehingga mereka menyangka bahwa rumah saya dikawal.

20. Akhirnya karena berita itu ramai di media, Nur Usman ditangkap, ditahan, diadili. Walaupun Nur Usman sebagai petinggi Pertamina cukup berkelimpahan uang untuk menyuap, tetap jaksa almarhum Bob Nasution menolak.

21. Saya juga satu-satunya yang mempraperadilankan Kepala Skogar Dicky Watimena DKI. Berita yang cukup hangat di media. Akhirnya klien saya yang ditahan Skogar dibebaskan.

22. Saat saya membela seorang klien di Lampung bernama Aswan, karena saya melaporkan salah seorang pimpinan tentara saat itu, saya sempat dilistrik 5 jam, dan saat itu saya berpikir, tugas pengacara saya selesai.

23. Beruntung selamat karena penculikan itu sempat diketahui oleh pimpinan ABRI, dan sampai saat itu justru saya bersahabat dengan jenderal si penculik, karena memang saya tidak pernah menyimpan dendam.

24. Saat saya berada dalam penjara, 14 Juli 2015 sampai dengan 16 Maret 2022, di penjara saya mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Guntur dan Lembaga Bantuan Hukum Sukamiskin, membantu dan memberi nasihat hukum kepada teman-teman senasib.

25. Saya tidak pernah stres selama di penjara, karena waktu saya sangat saya manfaatkan, menolong sesama di bidang hukum.

26. Di penjara saja saya membuat kurang lebih 10 buku, yang peluncurannya dibahas oleh teman-teman DPR yang berkunjung ke Sukamiskin, peluncuran mana disebarluaskan oleh media TV.

27. Setiap minimal sebulan sekali saya ke Jakarta membela perkara-perkara perdata, sehingga banyak teman sejawat mengira saya telah bebas, padahal saya masih harus kembali ke penjara.

28. Bagi saya, hidup ini mujizat Tuhan. Mengapa? Biasanya orang yang pernah dipenjarakan, susah untuk kembali bangkit.

29. Saya diberkati karena sampai saat ini saya masih sibuk berperkara, menulis, memberi kuliah, tetap berjuang di bidang hukum yang masih banyak kekurangannya.

30. Bahkan Presiden Prabowo menunjuk saya sebagai salah seorang pengacaranya untuk kasus yang bergulir di Mahkamah Konstitusi, sehingga sebagai advokat saya telah membela dan mendapat kuasa dari 3 Presiden: masing-masing Bapak Presiden Soeharto, Bapak Presiden Habibie, dan Presiden Prabowo-Gibran.

31. Di kasus BLBI saya juga jadi pengacara banker-banker yang terlibat BLBI, sehingga di catatan profil pengacara saya, saya telah membela hampir semua lapisan masyarakat Indonesia: mulai dari si miskin, konglomerat, politisi-politisi, menyelamatkan Partai Golkar di Mahkamah Agung, menjadi kuasa hukum Akbar Tanjung, Ginandjar, dan banyak petinggi-petinggi lainnya.

BACA JUGA  Menko Hukum Memperkukuh Indonesia Sebuah “Negara Hukum

32. Tercatat kurang lebih 38 doktor hukum asal kantor O.C.K., dan 4 profesor. Di dunia akademis, IPK saya di S2 dan S3 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran adalah 4.0.

33. Dua kali saya bertemu Presiden Obama di Gedung Putih, dan juga pernah jadi delegasi Indonesia di PBB di tahun 2003 hadir bersama Dr. Purwaning, tenaga ahli kantor saya, di Wina, Austria, dalam sidang membahas korupsi sebagai Transnational Organized Crime.

24. Pengalaman saya 40 tahun membela perkara di luar negeri, duduk bersama lawyer setempat, adalah bagian pengalaman saya di dunia hukum.

35. Mungkin bila masyarakat mengikuti di media, peristiwa 9 Juli 2015, yang OTT adalah Garry, asisten saya memberi uang THR ke panitera. Mengapa bukan kepada hakim?

36. Karena perkara saya kalah, ditolak. Suap untuk memenangkan perkara, bukan untuk perkara yang kalah. Apalagi tanggal 7 Juli 2015 saya banding terhadap putusan kalah. Tanggal 14 Juli 2015 saya ditangkap tanpa surat panggilan, dinyatakan OTT, padahal OTT terjadi di Medan tanggal 9 Juli 2015.

37. Karena kalah perkara dan telah menyatakan banding, tidak terpikirkan oleh saya untuk ke Pengadilan TUN di Medan.

38. Di persidangan, saya pun hakim Tripeni memberi kesaksian bahwa tidak ada suap untuk putusannya yang menolak permohonan saya.

39. Perkara saya tanpa BAP. Pemberian suap ke hakim hanya narasi KPK yang dendam kepada saya, karena saya banyak menulis mengenai korupsi KPK.

40. Menjadi pengacara harus ulet, tidak gentar menghadapi tantangan-tantangan. Jangan pernah merasa lelah memperjuangkan hukum.

41. Inilah sedikit testimoni di hari ulang tahun saya.

Terima kasih kepada Yesus Penyelamat umat manusia, terima kasih kepada rekan-rekan kantor yang punya andil memajukan kantor saya.

Kamis, 19 Juni 2025

*Penulis Prof. Otto Cornelis Kaligis adalah praktisi hukum senior