Hemmen
Bali  

Rudenim Denpasar Deportasi Empat WNA Lantaran Overstay dan Kasus Prostitusi

Rudenim Denpasar Deportasi Empat WNA Lantaran Overstay dan Kasus Prostitusi
Rudenim Denpasar kembali mendeportasi WNA yang melanggar UU Keimigrasian (Foto: Rudenim Denpasar)

BADUNG-BALI, SUDUTPANDANG.ID – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali mendeportasi warga negara asing (WNA) dari Pulau Dewata. Kali ini, empat orang WNA dipulangkan ke negaranya lantaran melebihi batas izin tinggal alias overstay hingga prostitusi.

Keempat WNA tersebut yakni DO (56) seorang pria WN Denmark dan dua wanita WN Tanzania SEK (34) dam AFM (29).

Kemenkumham Bali

DO dipulangkan ke Copenhagen, Denmark, pada 4 Juni 2024. AFM dan SEK dideportasi ke Zanzibar, Tanzania pada 5 Juni 2024. Ketiganya dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Ditjen Imigrasi.

Berdasarkan keterangan Rudenim Denpasar, Jumat (7/6/2023), DO (56) terakhir kali masuk ke Indonesia pada 11 Juni 2023 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta menggunakan Visa on Arrival (VOA), yang berlaku hingga 10 Juli 2023.

Ia datang seorang diri untuk tujuan wisata dan mengaku ingin memulihkan kesehatannya selama di Indonesia. Namun, ia berada di Indonesia melebihi masa berlaku izin tinggalnya selama 10 bulan lebih.

DO menyadari overstay sekitar seminggu setelah izin tinggalnya habis, namun tidak segera meninggalkan Indonesia karena takut harus membayar denda lantaran tidak mampu.

BACA JUGA  Wapres Ma'ruf Amin Lepas Penyu di Pantai Kuta

Akhirnya, DO memutuskan untuk tetap tinggal di Indonesia hingga memutuskan untuk kembali ke Denmark via Singapura melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 15 Mei 2024. Petugas imigrasi pun mendapati bahwa ia telah overstay selama 10 bulan lebih.

Di lain kasus, SEK tiba di Indonesia pada 30 Maret 2024, datang dari Tanzania dan transit di Dubai sebelum tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali menggunakan e-VOA.

Izin tinggalnya berlaku hingga 28 April 2024. SEK mengaku datang untuk bertemu kekasihnya, seorang WN Jamaika yang tinggal di Bali. Saat diringkus oleh pihak Imigrasi Ngurah Rai, SEK telah tinggal melebihi izin tinggal selama 4 hari. SEK dianggap mengganggu ketertiban umum karena adanya pengaduan dari masyarakat terkait kegiatannya selama di Bali.

Berdasarkan penyelidikan tim intelijen menemukan bukti bahwa SEK menggunakan aplikasi Tinder dan WhatsApp pada ponselnya untuk menjajakan diri dengan tarif mulai dari Rp1,5 juta per jam.

BACA JUGA  Kepala BPHN Apresiasi Posyankumhamdes Desa Gubug Tabanan

SEK sempat mengelak atas bukti tersebut dengan alasan ponsel miliknya sempat digunakan oleh temannya.

Sedangkan AFM pertama kali datang ke Indonesia pada Juni 2023 dan terakhir kali masuk pada 8 April 2024 menggunakan Visa Kunjungan. AFM mengaku datang ke Indonesia untuk melengkapi dokumen kuliahnya di Malaysia. Ia memilih tinggal di Indonesia karena biaya hidup lebih murah sambil menunggu persetujuan pergantian Visa Pelajar di Malaysia.

Namun, ternyata AFM ditemukan menyalahgunakan izin tinggal yang diberikan di Indonesia dan melanggar aturan imigrasi. Menurut hasil penelusuran pihak yang berwenang, terdapat indikasi AFM terlibat dalam bisnis prostitusi dengan menjual dirinya melalui media online dan aplikasi kencan seperti kasus pada SEK.

Kedua WN Tanzania tersebut diamankan terpisah oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada Operasi Jagratara pada awal Mei 2024. Dia telah ditetapkan terbukti melanggar Pasal 75 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kakanwil Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu menerangkan bahwa pihaknya, khususnya imigrasi telah mengupayakan berbagai langkah. Seperti Operasi Jagratara merupakan upaya proaktif dan preventif yang diinisiasi oleh Ditjen Imigrasi yang diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “selalu waspada”.

BACA JUGA  Kapus BPSDM Kumham Paparkan Pedoman Penilaian Kompetensi Pegawai

Menurut Pramella, sikap tersebut harus dimiliki para petugas Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) pada unit pelaksana teknis (UPT) Imigrasi di seluruh Indonesia yang menjadi ujung tombak pengawasan keimigrasian terhadap aktivitas orang asing di sekitarnya.

“Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku,” harap Pramella.(One/01)