Rupiah Diperkirakan Mencapai 15.650 – 15.750 per Dolar AS

Rupiah ke Dolar AS
Ilustrasi (Foto: shutteestok)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Mata uang Indonesia yakni rupiah mulai hari ini, Kamis (12/10) diperkirakan mengalami kenaikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kenaikan rupiah tersebut diketahui oleh analis pasar mata uang, Lukman Leong, ketika pertemuan di acara Federal Open Market Committee (FOMC).

Kemenkumham Bali

Lukman mengatakan, kekhawatirannya terkait dampak suku bunga tinggi yang berimbas pada mata uang rupiah.

“Dolar AS memang sedikit lemah setelah adanya pertemuan FOMC,” katanya di Jakarta, Kamis (12/10).

“Menandakan The Fed cenderung berhati-hati dan mengkhawatirkan dampak suku bunga tinggi pada ekonomi,” sambungnya.

Sebagaimana pantauan The Fed yang melihat tingkat suku bunga acuan AS saat ini cukup untuk menurunkan inflasi.

BACA JUGA  Jadi Rp15.907 Per Dolar AS, Rupiah Melemah Kamis Pagi

Oleh karena itu, para investor masih menunggu dan melihat data inflasi malam ini yang diperkirakan menurun.

Penurunan itu berkisar di 3,6 persen pada September 2023 dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,6 persen.

“Rupiah hari ini diperkirakan berkisar di 15.650 – 15.750 per dolar AS,” kata Lukman.

Berdasarkan CME FedWatch Tool, mengharapkan pasar mengenai suku bunga akan bertambah di akhir tahun yang terlihat meningkat dari 57 persen menjadi 74 persen.

Sehingga nilai tukar (kurs) pada rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada kamis, 12 Oktober 2023 menguat hingga 3 poin.

Poin tersebut sebesar 0,02 menjadi 15.967 per dolar AS dari yang sebelumnya 15.700 per dolar AS.

BACA JUGA  Jelang Liburan Pinjol Menjamur, OJK Minta Masyarakat Waspada

Meski sebelumnya, Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova menyebutkan bahwa ada kemungkinan suku bunga acuan pada rupiah akan bertahan hingga akhir tahun.

Hal itu juga senada yang disampaikan oleh dovish dari The Fed.

Dari 2 pejabat The Fed yakni, Raphael Bostic dan Neel Kashkari menyampaikan bahwa The Fed tidak perlu kembali untuk menaikkan suku bunga.

Walau alasan yang mereka miliki berbeda, Bostic khawatir terhadap perang yang terjadi antara Palestina dengan Israel.

Sedangkan Kashkari menyinggung soal transaksi hasil dari obligasi Amerika Serikat yang sudah tinggi akan menurunkan inflasi.(03/JP)