JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Saan Mustopa menyebutkan sudah saatnya penyelenggaraan Pemilu 2024 mengakomodasi penggunaan teknologi informasi, dan digitalisasi kepemiluan.
Hal itu disampaikan Saan Mustopa saat menjadi pembicara dalam diskusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertajuk “Digitalisasi Pemilu 2024: Menuju Penguatan Demokrasi”, yang digelar virtual, Kamis (20/10).
“(Soal) kompleksitas pemilu, kalau misalkan tidak menggunakan teknologi, tentu ini juga akan menjadi persoalan. Maka penting bagi semua, terutama penyelenggara, untuk melakukan berbagai inovasi,” kata Saan.
Menurutnya, realitas di masyarakat, konstituen memang masih belum merata melek teknologi. Masih ada masyarakat yang gagap teknologi (gaptek) meski belakangan ini penggunaan teknologi informasi sudah meningkat pesat.
“Literasi digital masih rendah, kemudian infrastruktur jaringan telekomunikasi yang mendukung teknologi informasi juga belum merata di daerah. Ada beberapa daerah yang infrastruktur digitalnya masih rendah,” kata politikus Partai NasDem itu.
Namun, lanjutnya, kondisi tersebut bukan alasan untuk tidak memulai transformasi digital kepemiluan, beralih dari metode konvensional, manual menjadi metode dengan penggunaan teknologi digital. Hal itu menjadi sebuah tuntutan zaman belakangan ini.
“Digitalisasi kepemiluan dibutuhkan, mengingat kompleksnya penyelenggaraan pesta demokrasi 5 tahunan di Indonesia. Kompleksitas pemilu tersebut terasa pada penyelenggaraan Pemilu 2019,” sebutnya.
Ia mengatakan, banyak sumber daya manusia yang berguguran pada Pemilu 2019. Salah satu penyebabnya karena kelelahan dalam menyelesaikan tahapan-tahapan yang berlangsung dengan metode dan sistem konvensional atau manual.
“Contohnya, seperti rekapitulasi hasil penghitungan suara yang harus dilakukan berjenjang, mulai dari TPS, kecamatan, kabupaten kota, provinsi, hingga pusat. Rekapitulasi juga diikuti dengan pleno-pleno penetapan hasil di setiap jenjang tingkatkan,” ungkapnyam
“Kerja-kerja dengan cara manual tersebut akhirnya membuat berbagai pihak, tidak hanya penyelenggara, mengalami kelelahan luar biasa akibat beban kerja yang besar,” sambung Saan.
Namun, masih menurut Saan, dengan digitalisasi kepemiluan, menggunakan sistem rekapitulasi elektronik (Sirekap atau e-Rekap), tahapan bisa diselenggarakan lebih cepat. Mengurangi beban tugas penyelenggara maupun pengamanan karena tidak harus melakukan rekapitulasi di setiap tingkatan.
“Sekali lagi bahwa pemilu yang berkualitas ini salah satunya juga bagaimana hasilnya itu bisa cepat diketahui,” kata Saan.
Ia juga menyebut pada Pemilu 2024, penyelenggaraan tidak hanya untuk pemilu serentak, melainkan juga pemilihan kepala daerah.
“Beban penyelenggara tentunya akan makin berat dan menjadi persoalan tersendiri jika tidak menggunakan teknologi informasi,” pungkasnya.(01/ant)