Sarankan Masyarakat, Bawaslu: Tonton Film Dokumenter “Dirty Vote”

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty saat memberikan keterangan di kawasan Gambir, Jakarta, Selasa (13/2/2024). FOTO: dok.Ant

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Lolly Suhenty menyarankan masyarakat untuk dapat segera menonton film dokumenter “Dirty Vote”.

Pernyataan itu disampaikan Lolly di kawasan Gambir, Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Kemenkumham Bali

“Kami bahkan, kayak tadi, misalnya, ada enggak yang belum tonton? Kita menyarankan untuk segera ditonton karena ini menjadi autokritik terhadap proses penyelenggaraan pemilu di kita (Indonesia),” katanya.

Menurut Lolly, pihaknya menjadikan kritik dari film dokumenter tersebut sebagai bagian refleksi dan evaluasi.

“Tetapi dalam konteks kinerja Bawaslu, maka kami tentu saja siap mempertanggungjawabkan seluruh kinerja yang sudah dilakukan dalam konteks penanganan pelanggaran yang kemudian dibidik dalam film itu,” katanya.

Sementara itu, dia mengatakan bahwa Bawaslu masih mengkaji adanya kampanye hitam atau “black campaign” dalam film dokumenter tersebut.

BACA JUGA  Dukung Kelancaran Pemilu, Pemkot Bekasi Pinjamkan Bangunan Untuk Kantor Bawaslu

“Karena kan film-nya juga baru rilis ya. Jadi masih dalam kajian kami. Kami akan lihat karena juga sudah ada komentar-komentar atau protes yang disampaikan,” katanya.

Walaupun demikian, dia menjelaskan bahwa dirinya belum mendapatkan informasi mengenai adanya pelaporan dugaan kampanye hitam dalam film dokumenter “Dirty Vote”.

Film dokumenter “Dirty Vote” disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

BACA JUGA  Selembar Kisah Jendral Dudung di Hari Jadi yang ke 57

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.

Pembuatannya, kata dia, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Dalam waktu kurang lebih 5 jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat 355.831 orang dan dan disukai oleh 51.294 pengguna YouTube.

Sementara hingga Selasa pukul 19.00 WIB, film tersebut telah disaksikan sekitar 7,5 juta penonton. (Ant/02)