PONTIANAK-KALBAR, SUDUTPANDANG.ID – Pemerintah diminta menghentikan aktivitas perusak hutan atau lahan yang menyebabkan terjadinya banjir di wilayah Provinsi Kalimatan Barat (Kalbar), demikian seruan yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) daerah itu.
“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, di Pontianak, Sabtu (1/2/2025).
Ia menyatakan untuk penanganan jangka panjang, dalam penghentian aktivitas tersebut pemerintah sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara kontinu atau keberlanjutan.
Bencana ekologis banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalbar, menurut dia, saat ini tidak terlepas dari perusakan alam yang berlangsung lama di Kalbar dan bahkan terus dilakukan hingga saat ini.
Menurut dia curah hujan hanyalah pemicu dari bencana yang kerap melanda tersebut, namun tidak bisa dikontrol oleh siapapun. Karenanya tidaklah tepat dialamatkan pada hujan biang utama bencana banjir.
Dia mengungkapkan, aktivitas ekstraksi sumber daya alam melalui alih fungsi hutan atau lahan maupun tindakan perusakan alam, harusnya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.
“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak” ujarnya.
Justru, menurut dia, praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumberdaya alam yang berlangsung lama seperti era HPH, illegal logging, alih fungsi hutan dan lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), dan penambangan ilegal yang berlangsung hingga saat ini adalah sumber utama bencana lingkungan tersebut.
“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektare lahan untuk mengganti 50 hektare hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” kata Hendrikus Adam.
Sementara itu anggota DPRD Kalbar, Agus Sudarmansyah menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai langkah strategis dalam penanggulangan bencana banjir yang terus terjadi di provinsi itu.
Banjir ini, kata dia, merupakan peringatan bagi semua pemerintah daerah di Kalbar untuk segera duduk bersama.
“Kita perlu konsolidasi dan koordinasi yang kuat terkait penyelesaian masalah banjir dari hulu ke hilir, termasuk kerusakan lingkungan dan pengendalian pemanfaatan lahan,” demikian Agus Sudarmansyah. (Ant/02)