SOLO, SUDUTPANDANG.ID – Sempat vakum akibat pandemi Covid-19, Solo Batik Fashion (SBF) kembali dihelat untuk ke-14 kalinya, 1-5 Oktober 2022 mendatang. Pagelaran SBF tahun ini mengusung tema ‘Culture Unity’ serta digadang-gadang akan lebih berwarna dan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Panitia SBF ke-14 Owens Joe mengatakan, SBF ke-14 mengangkat cerita tentang Batik 3 Negeri yang merupakan mahakarya peranakan Tionghoa yang memiliki pewarnaan campuran dari tiga kota, yakni Lasem, Pekalongan dan Solo.
“Batik 3 Negeri ternyata dibuat di Kota Solo secara turun-temurun ini yang menarik. Sayangnya saat ini mereka sudah berhenti produksi. Salah satu keluarga yang memproduksi Batik 3 Negeri ini adalah Keluarga Ling,” ujar Owens Joe.
Dikatakan Owens, jika pagelaran SBF sebelumnya diselenggarakan di satu lokasi, tahun ini dilaksanakan di dua lokasi, yakni di Pendapi Gede Balai Kota Solo dan Solo Paragon Lifestyle Mall. Penyelenggaraan SBF tahun ini juga dalam rangka merayakan Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober.
“Kita menggabungkan batik dengan produk UMKM. Kita juga mengundang desainer terkenal dari dalam dan luar negeri. Karena kami ingin mem-branding SBF ini sebagai fashion batik terbesar di Indonesia dan ke depan di dunia,” tandasnya.
Libatkan Desainer dari Luar Negeri
Pada penyelenggaraan ke-14 ini, sejumlah desainer ternama seperti bakal ikut memeriahkan SBF, di antaranya Itang Yunasz dari Jakarta, Lia Afif dari Surabaya, Aam Kekean dan Cok Abi dari Denpasar , Tuty Adib dari Solo, serta desainer luar negeri yakni; Anuar Faizal dari Malaysia, Galiel Batika dari belanda , dan Ji hwan dari Korea.
“Desain mereka tetap menggunakan batik. Untuk desainer dari luar negeri, kain batiknya dari kita kemudian desain dari mereka,” jelasnya.
Owens menambahkan, desainer dari luar negeri dilibatkan dengan harapan SBF juga bisa tampil dalam event serupa di luar negeri, sehingga semakin menduniakan batik. Menurut dia, total desainer yang terlibat dalam SBF 14 tahun ini sebanyak 125 orang. Pihaknya juga menampilkan produk UKM serta melibatkan kids talent serta young designer atau desainer muda dari sejumlah sekolah dan perguruan tinggi di Kota Solo dan sekitarnya. Tak ketinggalan sosialita yang berasal dari sejumlah komunitas juga turut memeriahkan acara tersebut.
Siap Hidupkan Batik 3 Negeri
Terpisah, penerus Batik 3 Negeri Keluarga Ling, Sumartono Hadinoto mengemukakan, keluarganya telah membuat Batik 3 Negeri tersebut secara turun-temurun. Namun tahun 1980-an, terpaksa berhenti produksi karena sudah tidak ada lagi pembatik yang bisa meneruskan.
“Memang sekitar tahun 1980 produksi kita berhenti. Untuk membuat satu lembar batik saja kita butuh waktu 6 bulan. Karena pewarnaannya merupakan campuran, yakni dasarnya adalah merah yang berasal Lasem, biru dari Pekalongan dan cokelat soga dari Solo,” bebernya.
Dijelaskan Sumartono, produksi terakhir satu lembar kain Batik 3 Negeri dihargai Rpo250.000. Tetapi saat ini, harganya sudah sampai Rp4 juta hingga Rp60 juta karena menjadi barang koleksi.
“Ternyata Batik 3 Negeri produksi keluarga saya banyak dipakai di Jawa Barat, kalau di Solo memang jarang yang pakai,” jelasnya lagi.
Meski saat ini tidak memproduksi Batik 3 Negeri lagi, namun dirinya bersedia untuk menghidupkan kembali Batik 3 Negeri produksi dari Kota Solo.(red)