Jakarta, Sudut Pandang-Presiden Joko Widodo menyebut bahwa pemerintah sudah mengeluarkan Rp.115 triliun untuk membantu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga tahun 2018.
“Perlu saya sampaikan hingga 2018 pemerintah sudah mengeluarkan dana kurang lebih Rp 115 triliun, belum lagi iuran yang disubsidi pemerintah daerah ada 37 juta (jiwa) dan anggota TNI/Polri 17 juta (jiwa), artinya yang sudah disubsidi pemerintah sekitar 150 juta jiwa,” kata Jokowi di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Jokowi menyampaikan itu saat memimpin rapat terbatas dengan agenda Program Kesehatan Nasional yang dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju.
“Ini angka yang sangat besar, saya minta manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki,” kata dia.
Berdasarkan laporan terakhir yang dia terima, jumlah anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 222 juta dari tadinya 133 juta pada 2014.
“Dari jumlah keseluruhan itu, 96 juta adalah masyarakat yang tidak mampu yang digratiskan pemerintah, yang iurannya dibantu,” terang Jokowi.
Jokowi meminta agar orientasi kerja di bidang kesehatan bukan lagi hanya mengobati yang sakit tapi menekankan pada pencegahan dan promotif.
“Saya minta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah-langkah pembaharuan yang inovatif dan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat. Ini harus menjadi gerakan yang melibatkan semua pihak baik di sekolah maupun masyarakat pada umumnya,” ujarnya.
Kesalahan Besar
Praktisi Kesehatan, Kristo Sinambela berpandangan ada kesalahan besar dari Pemerintah Pusat sehingga BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Salah satunya, persoalan di tubuh BPJS berasal dari kesalahan gagasan atau ideologi yang dibangun pemerintah.
“Dalam pandangan saya, masalah BPJS bukan masalah kecerdasan, bukan masalah manajemen, masalah BPJS terutama adalah ideologi. Menimbulkan salah kelola,” ujar Kristo dalam diskusi yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (17/11/2019) lalu.
Ia memberi contoh, untuk biaya pengobatan peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit besar seperti operasi penyakit katarak mencapai sekitar Rp8 juta. Namun, ada beberapa di luar rumah sakit yang justru menawarkan pengobatan setengah harga dari biaya rumah sakit tersebut.
“Negara sanggup memberikan operasi katarak Rp8 juta. Kenapa gak diberikan kepada kami Rp4 sampai Rp5 juta siap,” katanya.
Selama ini, ia juga menilai pemerintah terlalu memberikan porsi terhadap rumah sakit besar untuk program BPJS Kesehatan. Imbasnya, justru berdampak pada dokter umum kecil mandiri dan klinik kesehatan yang belakangan mati.
“Pasca ada BPJS, puluhan ribu mantri, bidan, doktor umum kecil mandiri habis. Secara ideologi salah. Puluhan itu bangkrut. Risikonya menjangkau tenaga kerja terganggu jutaan,” kata Kristo.Red/Sp/Fir