Tahun 2025 Harus Jadi Momentum Penegakan Hukum Prabowo-Gibran

Tahun 2025 Momentum Penegakan Hukum Pemerintahan Prabowo-Gibran
Alexius Tantrajaya, S.H., M.Hum. (Foto:Dok.Pribadi)

Semoga Pemerintahan Prabowo-Gibran dapat membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa tidak salah pilih Presiden dan Wakil Presidennya.”

Oleh Alexius Tantrajaya

Kemenkumham Bali

Tahun 2025 menjadi momentum bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membuktikan komitmen dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Penegakan hukum menjadi salah satu pilar kewibawaan suatu negara. Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban Pemerintahan Prabowo-Gibran harus bisa mewujudkannya, agar kewibawaan negara tidak runtuh dan tetap tegak, guna menjaga bendera merah putih tetap berkibar di seluruh wilayah Nusantara.

Seiring dengan berakhirnya kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi yang telah secara resmi menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Presiden Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 lalu, maka kini salah satu tugas khususnya dalam penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi perhatian utama Pemerintahan Prabowo-Gibran. Mengingat selama periode tahun 2024 cukup banyak peristiwa penting pelanggaran hukum.

Penegakan hukum secara kontroversial pun terjadi dan menjadi perhatian masyarakat sepanjang tahun 2024 yang harus diselesaikan secara tegas dan tuntas serta transparan di Pemerintahan Prabowo-Gibran pada periode awal pemerintahannya tahun 2025. Hal ini guna membuktikan komitmennya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Di antaranya kasus-kasus korupsi dan pelanggaran hukum yang sedang gempar dan heboh terjadi di masa pemerintahan sebelumnya, dan kini sedang dalam proses penegakan hukumnya.

Kasus-kasus korupsi tersebut, antara lain:

1). Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTTK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap beberapa pejabat Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2024, yang diduga telah terjadi suap dalam pengaturan kebijakan moneter dan pengawasan perbankan, dan kini sedang dalam proses hukum atas perkaranya.

2). Kasus penangkapan oleh Kejaksaan Agung R.I. terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung R.I. Zarof Ricar dan tigak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo serta Pengacara Lisa Rahmat, yang diduga telah terjadi suap dan gratifikasi atas putusan bebas Ronald Tannur, dalam perkara pembunuhan.

Demikian pula dari hasil penggeledahan rumah Zarof Ricar oleh Tim Kejaksaan Agung R.I. yang telah berhasil ditemukan uang tunai dalam bentuk rupiah dan dollar senilai hampir Rp.920 Miliar berikut logam mulia emas batangan seberat 51 kilogram yang berhasil disita. Atas temuan uang berikut logam mulia emas senilai hampir Rp1 Triliun tersebut sedang dikembangkan penyelidikan dan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung, karena diduga merupakan dari hasil pengurusan perkara (Mafia Peradilan) di Mahkamah Agung R.I. dan kini atas perkaranya sedang dalam proses hukum.

3). Kasus Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah.Tbk. yang mengakibatkan kerugian negara mencapai sekitar Rp.300 Triliun, dan sebagian para pelakunya ada yang telah diadili di tingkat pertama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di antaranya Harvey Moeis divonis 6 tahun 6 bulan, dan Helena Lim divonis 5 tahun penjara, sedangkan para pelaku lainnya sedang dalam proses hukum.

4). Kasus Judi Online yang berhasil diungkap dan para tersangkanya melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) R.I., telah berhasil ditangkap dan ditahan oleh Polda Metro Jaya dengan barang bukti yang berhasil disita senilai total Rp.167 Milliar. Perkaranya kini sedang dalam proses hukum.

5). Kasus Sindikat Pabrik Uang Palsu di Kampus UIN Alauddin Makasar, Sulawesi Selatan yang dibongkar Polda Sulawesi Selatan, dan berhasil disita uang palsu berikut sertifikat surat berharga palsu dan deposito Bank Indonesia palsu senilai Rp.745 Triliun. Kkasus tersebut kini sedang dalam proses penyidikan oleh pihak Polri.

6). Kasus mantan Menteri Perdagangan R.I. 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dan ditahan oleh Kejaksaan Agung R.I., terkait pemberian izin impor gula kepada swasta saat kondisi dalam negeri sedang surplus, dianggap merugikan negara hingga Rp.400 Miliar. Perkaranya kini sedang dalam proses hukum.

7). Kasus-kasus lainnya yang juga menjadi perhatian publik pada awal tahun 2025, di antaranya: penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto oleh KPK. Penangkapan dan penahanan mantan Dirut Taspen Antonius Kosasih oleh KPK. Kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka di Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan yang hingga saat ini masih dalam proses hukum. Kasus pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 oleh 18 orang anggota Polda Metro Jaya, meskipun pelanggar telah menjalani sidang etik dan diberi sanksi, namun proses penegakan hukum secara pidana atas perbuatannya belum ada kejelasannya.

OTT oleh Kejari Palembang terhadap Kadisnakertrans Sumatera Selatan, Deliar Rizqon Marzoeki, dan uang yang berhasil disita Rp.285 juta. Sedangkan yang terbaru adalah penangkapan dan penahanan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur, dan uang yang berhasil disita Kejaksaan Agung R.I. total sebesar Rp.21 Miliar.

Masih banyak kasus-kasus lainnya yang juga menarik perhatian masyarakat kini sedang dalam proses hukum oleh Polri, Kejagung, dan KPK, maupun sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Maka, kini saatnya bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran harus bersikap tegas menunjukkan bukti komitmennya dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum dengan menggerakan seluruh instrumen penegak hukum di pemerintahannya, yakni: Polri, Kejagung, dan KPK agar bisa bekerja secara maksimal dalam penegakan hukum terhadap semua para pelaku yang terlibat secara keseluruhannya dalam kasus-kasus korupsi dan pelanggaran hukum tersebut.

Penegakan hukum tanpa toleransi, dan memberi sanksi hukum tegas secara maksimal sesuai ketentuan perundangan-undangan. Bila dimungkinkan dituntut hukuman mati, agar menimbulkan efek-jera para pelaku. Sehingga diharapkan menimbulkan rasa takut bagi lainnya yang akan melakukan pelanggaran hukum dan korupsi.

Profesionalisme Penegak Hukum

Di masa Pemerintahan Prabowo-Gibran, profesionalisme penegak hukum menjadi sangat penting dan harus menjadi perhatian utama, sehingga suatu kasus yang diproses hukum tidak memberi celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum untuk merekayasa atas kasus yang ditanganinya untuk kepentingannya. Sehingga hasilnya bisa secara maksimal dijatuhkan terhadap pelakunya oleh pengadilan yang menjatuhkan hukum pidananya. Karena fungsi pengadilan hanya memutuskan perkara pidana didasarkan atas hasil pemeriksaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka bila putusannya tidak sesuai dengan tuntutan pidananya, harus dilihat kenapa terjadi, dan tidak langsung menyalahkan hakim pemutus perkara. Bisa saja terjadi hakim mempertimbangkan peran terdakwa yang diadili hanya dijadikan sebagai alat kejahatan oleh pihak di belakang layar (middelijke dader),

Karenanya, menjadi kewajiban Aparat Penegak Hukum untuk mengungkap dan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas atas terjadinya suatu peristiwa pidana tersebut secara keseluruhan tanpa tebang-pilih, apalagi kasus korupsi tentu bisa terjadi karena dilakukan secara bersama-sama. Dan ini menjadi tugas bersih-bersih yang harus dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melakukan reformasi sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya secara berkelanjutan.

Kesemuanya harus dibuktikan agar bisa terwujud harapan hukum akan menjadi panglima di dalam kerangka NKRI yang dinaungi oleh Konstitusi Negara UUD 1945 dengan Dasar Negara Pancasila. Semoga Pemerintahan Prabowo-Gibran dapat membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa tidak salah pilih Presiden dan Wakil Presidennya.

*Penulis Alexius Tantrajaya, S.H., M.Hum., adalah praktisi hukum senior

BACA JUGA  Kasus LPD Gulingan, Tersangka RD, Masih Belum Jujur