JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Bhakti Dewanto, kuasa hukum Yosep Chirstanto Phang menyatakan bahwa kliennya sama sekali tidak terbukti melakukan tindak pidana penggelapan mobil perusahaan seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) baik dalam dakwaan maupun tuntutannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Advokat senior ini pun memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut agar membebaskan kliennya dari segala dakwaan dan tuntutan JPU.
Hal ini disampaikan Bhakti Dewanto dalam nota pembelaannya (pledoi) atas tuntutan JPU yang dibacakan di PN Jakarta Utara, pada Kamis (8/6/2023).
Dalam tuntutannya, JPU menjerat Yosep Chirstanto Phang dengan pasal 372 KUHP dan menuntut hukuman selama 1 tahun 11 bulan penjara.
Dalam pledoi tersebut, advokat senior ini juga memohon majelis hakim agar kliennya Yosep Chirstanto Phang dikeluarkan dari tahanan. Kemudian mengembalikan kedudukan serta martabatnya dan membebankan biaya perkara kepada negara.
“Klien kami Yosep Chirstanto Phang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 372 KUHP. Hal ini berdasarkan bukti dan fakta dalam persidangan,” ujar Bhakti Dewanto dalam keterangan pers, Minggu (11/6/2023).
Bhakti Dewanto mengungkapkan, dalam perkara ini kliennya menjadi terdakwa atas laporan polisi pelapor Tulus Hardyanto, Direktur PT. Putra Teknik Perkasa (PTP) di Polda Metro Jaya dengan tuduhan dugaan penggelapan satu unit Toyota Inova No Pol 1844 UZJ berwarna putih.
“Berdasarkan fakta persidangan terungkap dengan jelas bahwa adanya niat dan upaya dari pelapor untuk menjerat klien kami dengan pasal penggelapan. Hal ini terbaca dari adanya surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dibuat tanpa aturan yang benar sesuai aturan UU Ketenagakerjaan, sama sekali tidak adanya surat peringatan pertama dan kedua,” katanya.
Menurut Bhakti, hal yang menjadi alasan PHK lantaran adanya tuntutan hak terdakwa kepada perusahaan PT PTP soal fee. Kliennya menduga terjadi penggelapan uang komisi miliknya. Kliennya telah membuat laporan polisi ke Bareskrim Mabes Polri.
“Menurut pelapor, laporan klien kami adalah fitnah, padahal itu fakta. Kemudian laporan polisi yang menjadikan klien kami saat ini menjadi terdakwa dugaan penggelapan mobil langsung dibuat pada hari dan tanggal yang bersamaan dengan hari dilakukannya PHK sepihak terhadap klien kami,” kata Bhakti.
Advokat senior ini menyebut penanganan perkara yang lama dan berlarut-larut karena adanya upaya menekan melalui proses hukum supaya laporan pengaduan dugaan penggelapan kliennya ke Bareskrim Polri dicabut.
“Perlu diketahui juga bahwa ada penolakan dari Komisaris Putra Teknik Perkasa terhadap upaya klien kami untuk mengembalikan mobil Inova,” ungkapnya.
Dugaan Rekayasa
Bhakti menegaskan, semua fakta itu telah menunjukkan adanya upaya dugaan rekayasa hukum untuk menjerat kliennya agar menjadi terdakwa dan diadili. Tujuannya agar kliennya kesulitan memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan komisi hasil kerja selama 10 tahun lebih.
“Kami terkejut mendengar tuntutan JPU selama 1 tahun 11 bulan untuk perkara yang tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Seolah-olah mengkomfirmasi bahwa upaya menjerat terdakwa dengan pasal penggelapan benar adanya,” sebutnya.
“Kami mengingatkan, bahwa JPU mempunyai tugas negara yang mulia bukan hanya untuk mendakwa dan menuntut seorang terdakwa saja, akan tetapi lebih dari itu yaitu untuk menegakkan hukum seadil-adilnya,” sambung Bhakti dalam pledoinya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa saksi Santoso Gunawan Komisaris PT PTP merupakan buronan yang namaya masuk daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan Nomor 1/DPO/VIII/2020, 28 Agustus 2020 Polsek Kebon Jeruk.
“Demi penegakan hukum sesuai aturan hukum, maka kesaksiannya di persidangan patut diabaikan dan tidak mempunyai nilai pembuktian,” sebut praktisi hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Bhakti menerangkan, kliennya Yosep Chirstanto Phang telah bekerja di PT PTP sejak 18 Agustus 2003 dengan jabatan Project Manager. Keterangan itu sesuai dengan keterangannya dalam persidangan, di mana ia berhak mendapatkan fasilitas mobil operasional. Saksi ahli Dr. HP Panggabean menyebut dalam ilmu hukum hak itu disebut hak retensi.
“PHK terhitung 18 Agustus 2003 sampai dengan 13 Januari 2021 18 tahun merupakan PHK sepihak. Sudin Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Kota Administrasi Jakarta Utara selaku mediator Perselisihan Hubungan Industrial menganjurkan agar PT PTP membayar hak klien kami Rp297.775.000 dengan rincian uang pesangon sebesar 193.500.000, uang penghargaan masa kerja Rp75.000.000 dan uang pergantian hak Rp29.025.000,” terang Founder Kantor Hukum Dewa Justisia itu.(tim)