Bali  

Tindak Tegas Pelanggar Keimigrasian, Rudenim Denpasar Deportasi 6 WNA dari Bali

Tindak Tegas Pelanggar Keimigrasian, Rudenim Denpasar Deportasi 6 WNA dari Bali
Rudenim Denpasar mendeportasi ADD dan dua putranya ke Amerika Serikat pada Rabu (24/4/2024) dini hari. Foto: Rudenim Denpasar 

BALI, SUDUTPANDANG.ID – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar mendeportasi enam orang warga negara asing (WNA) dari Bali. Deportasi ini menjadi bukti nyata Kanwil Kemenkumham Bali untuk menindak tegas WNA yang melanggar aturan Keimigrasian.

Keenam WNA tersebut terdiri dari ADD asal Amerika Serikat beserta dua putranya ATR (5) dan ZKR (8). Kemudian KYW (33) asal Hong Kong, KM (33) dari Rusia dan ALD (33) WN Selandia Baru.

Kemenkumham Bali

Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita mengungkapkan, ADD asal Amerika Serikat bersama kedua anaknya terbukti overstay selama 129 hari setelah izin tinggal mereka habis pada Desember 2023 lalu.

“Keluarga tersebut telah menggunakan Izin Tinggal Kunjungan (B211A) yang berlaku hingga Desember 2023. Namun, mereka tetap tinggal di Bali setelah izin tinggal mereka habis karena masalah keuangan yang dihadapi ADD,” ungkap Dudy dalam keterangan pers Sabtu (27/4/2024).

Ia menerangkan, pada pertengahan Januari 2024, ADD menyadari overstay. Mereka berusaha melaporkannya ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, namun tidak mampu membayar biaya denda yang ditetapkan.

Sementara itu, lanjutnya, KYW perempuan Hong Kong terbukti tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanannya. Dia mengaku kehilangan paspornya, sehingga sulit ntuk membuktikan identitasnya.

BACA JUGA  Arogansi Oknum Staf Humas Pemkab Gianyar ke Wartawan Dipertanyakan

“KYW ditemukan masyarakat dan diamankan Polsek Denpasar Selatan setelah menempati sebuah bangunan kosong di Sanur. Dia dibawa ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada 22 Desember 2023 untuk proses lebih lanjut. Kasusnya menunjukkan betapa pentingnya menjaga kepatuhan terhadap aturan hukum imigrasi dan memperhatikan kewajiban administratif yang berlaku bagi WNA yang berkunjung ke Indonesia,” katanya.

Kemudian KM, wanita Rusia ini terlibat dalam kasus kekerasan fisik di kawasan Ubud. Menurut laporan petugas keamanan setempat, KM ditemukan memukuli
orang di kawasan Tebesaya tanpa alasan yang jelas.

“KM sempat terlihat tidur-tiduran, berjoget di pinggir jalan sambil mengancam orang yang mendekatinya. Meskipun KM membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa ia tidak memiliki riwayat masalah kejiwaan atau penggunaan narkoba, namun tindakannya tersebut mengancam ketertiban umum dan keamanan di Bali,” ungkap Dudy.

Sementara itu, ALD pria Selandia Baru kelahiran Tu Awamutu terlibat dalam tindak kekerasan penganiayaan dan pengancaman terhadap warga lokal di sebuah studio tato  Seminyak.

BACA JUGA  Polres Badung Terus Jaga Ketat Pos Penyekatan 

“Kejadian tersebut terjadi pada 17 Maret 2024 dan membuat ALD ditahan oleh Polsek Kuta sebelum kemudian diserahkan ke pihak Kanim Ngurah Rai,” terangnya.

“Melalui surat permintaan deportasi yang dikeluarkan oleh Polsek Kuta, ALD awalnya disangkakan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 ayat 1 KUHP dan 352 KUHP dan selanjutnya direkomendasikan untuk dideportasi,” sambung Dudy.

Dudy menegaskan, tindakan tegas terhadap para WNA tersebut merupakan hal wajar  demi menegakkan hukum dan ketertiban di Indonesia.

Dudy menambahkan, keluarga ADD didetensi selama 5 hari, ia dideportasi ke Amerika Serikat pada 24 April 2024 dini hari. Kemudian KYW dideportasi pada 25 April 2024 ke Hong Kong setelah didetensi selama 125 hari.

Selanjutnya KM dan ADD dideportasi pada 26 April 2024 ke Moskow dan Selandia Baru dengan seluruh biaya ditanggung oleh WNA bersangkutan.

“Kepada para WNA yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi,” pungkasnya.

Kakanwil Kemenkumham Bali, Pramella Y. Pasaribu menyatakan bahwa Rudenim Denpasar telah menjalankan tugasnya dengan tegas dalam menegakkan hukum imigrasi. Keenam WNA tersebut telah dideportasi dari Bali sebagai langkah penegakan hukum imigrasi yang tegas.

BACA JUGA  Rutan Gianyar Kembali Tes Urine Warga Binaan

Menurutnya, deportasi ini tidak hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai peringatan bagi WNA lainnya untuk mematuhi aturan hukum imigrasi di Indonesia demi menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah tersebut

“Sesuai Pasal 102 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” pungkas Pramella.(One/01)