Tinjauan Peran Negara dalam Perlindungan Lingkungan: Tinjauan Pelanggaran IUP

IUP
Tambah Raja Ampat (Foto: Net)

Oleh: Nirana Shalima Kuddah
Prodi: Ilmu Hukum
NIM: 25200022

Pendahuluan

Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat” . Namun, dalam praktiknya, kegiatan eksploitasi sumber daya alam, khususnya sector pertambangan, sering kali menimbulkan persoalan lingkungan yang serius. Salah satu penyebab utamanya adalah pelanggaran terhadap ketentuan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kondisi ini menuntut peran aktif negara dalam mengawasi, menegakkan hukum, dan menjamin
keberlanjutan lingkungan hidup. Peran Negara dalam Perlindungan lingkungan Negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi lingkungan hidup melalui fungsi regulasi
(aturan/ketentuan), implementasi (pelaksanaan) dan pengawasan.

Raja Ampat dikenal sebagai salah satu Kawasan laut terkaya keanekaragaman hayati di Dunia, dan sering juga disebut “surga bawah laut” dengan keindahan terumbu karang dan spesies laut yang
sangat beragam. Akhir-akhir ini, lonjakan permintaan nikel untuk industri baterai kendaraan listrik mempercepat ekspansi eksplorasi dan pengembangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikawasan bagian timur, termasuk Raja Ampat.

Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan publik dan aktivis lingkungan adalah PT Gag Nikel ( anak usaha PT Aneka Tambang/ANTAM ), Yang beroperasi di Gag. Aktivitas ini menuai sorotan tajam di media sosial setelah beredarnya foto dan video kerusakan lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan pertambangan dikawasan yang sangat kaya keanekaragaman hayati. Kasus ini menarik perhatian karena karena menumpuknya tuduhan pelanggaran administratif, lingkungan, dan tata kelola izin yang kontroversial, terutama terkait prosedur penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kepatuhan terhadap peraturan perlindungan kawasan kecil pulau dan geopark. Ada beberapa beberapa izin perusahaan lain di Raja Ampat yang dicabut oleh pemerintah, sementara izin PT Gag Nikel tetap dipertahankan meski mendapat kritik yang sangat beragam.

Kronologi Singkat

IUP merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan untuk melakukan kegiatan pertambangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubang Dengan undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, serta UU No.11 Tahun 2020 tentang cipta kerja, IUP menjadi instrumen hukum utama yang mengatur tata kelola pertambangan dari tahap eksplorasi hingga operasi produksi. Pemberian IUP wajib memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) dan persyaratan teknis, lingkungan, serta finansial. IUP juga menjadi wujud kontrol negara terhadap pemanfaatan sumber daya alam agar tidak merusak lingkungan dan tetap memberi manfaat bagi masya-
rakat.

Pelanggaran terhadap IUP dan Dampaknya Pelanggaran IUP dapat berupa kegiatan pertambangan tanpa izin (ilegal mining), penyalah gunaan izin, pelanggaran wilayah izin,atau pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan seperti tidak melaksanakan reklamasi dan pasca tambang. Pelanggaran tersebut mengakibatkan kerusakan ekosistem, pencemaran air dan udara, deforestasi, hingga konflik sosial di masyarakat sekitar tambang.

Seperti di Raja Ampat, dari akhir 2024 hingga 2025, muncul banyak protes dari Masyarakat sipil,nelayan, dan organisasi lingkungan terhadap operasi pertambangan nikel di Raja Ampat. Pemerintah pusat menanggapi tekanan publik dan temuan awal terkait pelanggaran lingkungan, pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk 4 perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut. Namun yang menjadi perhatian, izin PT Gag Nikel tidak dicabut. Alasannya karena pemerintah menyebutkan bahwa lokasi operasi PT Gag Nikel berada di luar Kawasan geopark UNESCO(meskipun dekat), adanya klaim bahwa Perusahaan sedang melakukan rehabilitasi, dan pertimbangan ekonomi terkait produksi nikel. Keputusan ini memicu kritik karena terlihat tidak konsisten, empat IUP dicabut karena pelanggaran, sementara satu IUP yang juga mendapat tuduhan dampak lingkungan tetap dipertahankan dengan pengawasan ketat pemerintah.

Keputusan pencabutan empat IUP dan pengecualian terhadap PT Gag Nikel memicu tuntutan lebih lanjut dari LSM lingkungan dan Mayarakat setempat agar semua izin yang berpotensi merusak ekosistem dilihat ulang dan dicabut bila proses perizinan awal terbukti cacat prosedural. Kelompok seperti WALHI, Greenpeace, dan organisasi local menyatakan pencabutan empat izin tersebut merupakan Langkah yang terlambat dan belum menyelesaikan masalah tata Kelola izin yang lebih luas.

Tinjauan Umum tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin yang diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan.

Jenis IUP meliputi:

  • IUP Eksplorasi, mencakup kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
  • IUP operasi Produksi, yang mencakup kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian,dan penjualan.
BACA JUGA  Catatan Perjalanan dari Kyiv: Biji-bijian Ukraina pun Mengalir sampai Indonesia

Pemberian IUP wajib memenuhi persyaratan administrative, teknis, lingkungan, dan finansial sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU Minerba dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Selain itu Perusahaan tambang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan Pasal 22 UU Nomor 32 Tahun 2009, karena kegiatan pertambangan tergolong berisiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan. Peran Negara dalam perlindungan Lingkungan Fungsi Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi secara normatif dijalankan melalui regulasi, izin, dan pengawasan terhadap kegiatan tambang nikel di Raja Ampat. Namun secara empiris,pelaksanaannya masih belum optimal.

Negara belum sepenuhnya melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang bersih dan berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (3)UUD 1945. yang berisi “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” . Dengan demikian, diperlukan:

• Reformasi pengawasan lingkungan,
• Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran tambang,
• Keterlibatan Masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.

Dalam teori Negara hukum, Negara memiliki tiga fungsi utama dalam perlindungan lingkungan hidup:

1. Fungsi Regulator (Pengantur):
Negara berwenang membentuk perangkat pengaturan perundang-undangan yang menjadi pedoman bagi pelaku usaha pertambangan. Menurut Philipus M. Hadjon, fungsi pengaturan negara merupakan bentuk rechtsscheppendetaak (fungsi pembentukan hukum) dalam kerangka welfare state.

2. Fungsi Eksekutor (Pelaksana):
Negara melalui lembaga eksekutif seperti kementrian ESDM dan kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggung jawab dalam penerbitan izin, pengawasan, serta pelaksanaan kebijakan lingkungan hidup.

3. Fungsi Supervisor Pengawas):
Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan sesuai dengan kaidah lingkungan. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menegaskan bahwa pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha terhadap peraturan lingkungan. Konsep ini selaras dengan prinsip Good environmental governance, yang mencakup asas partisipasi,akuntabilitas, transparansi, dan supremasi hukum dalam tata kelola lingkungan hidup.

Kerangka hukum perizinan pertambangan Indonesia (Relevansi untuk Raja Ampat)

Hukum perizinan pertambangan di Raja Ampat diatur oleh perpaduan Undang-Undang nacional dan peraturan daerah, dengan dasar hukum utama nya adalah UU No. 27 Tahun 2007 dan perubahannya (UU No. 1 Tahun 2014) tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil, serta UU No. 4 Tahun2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba). Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 34/PUU-XXI/2023 Untuk menilai dugaan pelanggaran, kita perlu memahami aturan perizinan yang menjadi dasar sistema IUP diatur dalam Undang- Undang pertambangan dan peraturan pelaksanaannya, serta aturan lingkungan seperti kewajiban Analisis Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL), dan perlindungan wilayah pulau kecil serta kawasan Konservasi/geopark.

Beberapa prinsip hukum yang menjadi fokus adalah:

1. Legalitas dokumen perizinan : UIP harus diterbitkan sesuai prosedur dan melibatkan kajian administratif, izin lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL), dan persetujuan tata ruang setempat relevan.

2. Keterbukaan dan partisipasi publik : Proses AMDAL mewajibkan konsultasi publik dan transparansi, keberatan masyarakat setempat seharusnya menjadi bahan evaluasi sebelum keputusan diberikan.

3. Perlindungan kawasan sensitif : Pulau kecil dan Kawasan geopark memiliki regulasi yang lebih ketat, eksploitasi di atau dekat kawasan ini harus memenuhi persyaratan tambahan dan, pada kondisi tertentu, dilarang.

4. Penegakkan dan konsistensi administratif: Jika ditemukan pelanggaran oleh beberapa perusahaan, penindakan harus konsisten terhadap semua pihak yang melanggar, tanpa pengecualian yang tampak bermotif ekonomi semata. Kelemahan dalam implementasi aturan ini, kurangnya evaluasi tuntas atas AMDAL, penilaian tata ruang yang cacat , atau pengabaian hasil konsultasi publik menjadi titik rawan yang dapat dimanfaatkan untuk praktik perizinan yang problematik. Dugaan pelanggaran dalam penerbitan IUP PT Gag Nikel dan perusahaan lain Berdasarkan laporan investigasi analisis LSM, dan pernyataan kementerian,beberapa pola dugaan

pelanggaran muncul:

1. Penerbitan izin sebelum atau tanpa kelengkapan persyaratan lingkungan Beberapa perusahaan yang izinnya dicabut dinyatakan belum memenuhi persyaratan administratif dan lingkungan, misalnya tidak memiliki rencana operasi yang disetujui atau AMDAL yang lengkap saat melakukan aktivitas awal. Pemerintah menyatakan alasan pencabutan berkaitan dengan ketidaklengkapan administratif tersebut. Hal ini menunjukkan praktik penerbitan izin yang memungkinkan aktivitas Perusahaan tetap berjalan meskipun persyaratan belum sepenuhnya terpenuhi.

2. Lokasi pengoperasian di Kawasan sensitif (pulau kecil dan geopark) dan
interpretasi ruang lingkup perlindungan Raja Ampat memiliki status Geopark UNESCO sejak 2023 untuk Sebagian wilayah, dan beberapa pulau terdaftar sebagai pulau kecil yang dilindungi berdasarkan ketentuan kehutanan dan kelautan. Pengelompokan wilayah ini menimbulkan pertanyaan, apakah IUP yang diterbitkan sebelumnya telah mempertimbangkan penetapan geopark yang baru? Beberapa izin yang dicabut ternyata terbit sebelum penetapan geopark, namun penggunaannya setelah deklarasi geopark menimbulkan konflik norma, apakah izin lama harus disesuaikan atau dicabut? Pemerintah berargumen bahwa PT Gag Nikel verada diluar batas geopark sehingga izinnya dipertahankan. Padahal kritik menyatakan dampak aktivitas bisa meluas melintasi batas administratif dan merusak ekosistem laut yang terlindungi.

BACA JUGA  Runtuhnya Supremasi Hukum Didalangi Novel Baswedan

3. Kegagalan konsultasi publik dan keluhan masyarakat yang diabaikan Laporan lapangan dan survei yang dikomisioning menunjukkan adanya keluhan dari komunitas local terkait debu, gangguan kesehatan, sedimentasi dan kerusakan terumbu akibat aktivitas tambang dan pengangkutan material. Jika konsultasi publik dalam proses AMDAL tidak dilakukan secara memadai atau jika keluhan masyarakat tidak diakomodasi dalam rencana manajemen lingkungan, maka prosedur perizinan menjadi cacat. Laporan semacam ini digunakan oleh LSM untuk menuntut evaluasi ulang perizinan.

4. Potensi konflik kepentingan dan tata kelola perizinan yang tidak transparan Isu tata kelola muncul ketika ada persepsi bahwa kepentingan ekonomi ( nilai cadangan nikel yang besar) mempengaruhi keputusan pemerintahan, sehingga pengawasan atau pencabutan tidak dilakukan secara seragam. Selain itu, ada tuduhan praktik perizinan yang kurang transparan, sehingga publik sulit mengakses dokumen AMDAL atau catatan proses perizinan yang lengkap. Fenomena ini memperlemah akuntabilitas dan memicu kecurigaan tentang kelayakan legalitas izin. Dampak lingkungan sosial yang telah dilaporkan Laporan investigasi visual (foto udara) dan pengamatan organisasi lingkungan memperlihatkan deforestasi di beberapa pulau kecil, pengerukan pantai, sedimentasi yan masuk ke kawasan laut, serta gangguan pada komunitas pesisir yang bergantung pada perikanan dan ekowisata.

Kerusakan terumbu karang dan perubahan habitat laut dapat mengakibatkan penurunan tangkapan ikan, hilangnya sumber penghidupan, dan berkurangnya nilai ekoturisme yang menjadi andalan ekonomi lokal. organisasi lingkungan menekankan bahwa dampak ekologis dikawasan dengan biodiversitas tinggi seperti Raja Ampat bersifat jangka Panjang dan sulit dipulihkan.

Dampak sosial juga terlihat pada perubahan struktur ekonomi lokal ( ketergantungan pada pekerjaan tambang sementara pekerjaan ekowisata dan perikanan terancam), serta tekanan pada budaya dan hak-hak Masyarakat adat yang mungkin belum terakomodasi penuh dalam skema perizinan dan pembagian manfaat. Ketiadaan mekanisme kompensasi yang jelas dan kurangnya partisipasi Masyarakat dalam pengawasan memperburuk konflik sosial.

Analisis Hukum; apakah penerbitan izin bermasalah menurut norma yang berlaku? Berdasarkan fakta-fakta yang dilaporkan, ada beberapa titik dimana penerbitan IUP dan pelaksanaan pengawasan sepertinya bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan tata kelola yang ideal:

1. Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam hukum lingkungan mensyaratkan agar kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak serius ditangguhkan sampai studi kelayakan lingkungan terpenuhi. Jika terdapat bukti awal kerusakan tetap izin dibiarkan atau dikeluarkan tanpa kajian lingkungan komprehensif, maka prinsip ini dilanggar.

2. Kepatuhan administratif; IUP yang diterbitkan tanpa AMDAL (Analisis Mengenai Data Lingkungan) atau tanpa persetujuan dokumen operasional secara lengkap menunjukkan cacat administrasi. Jika demikian, izin disebut rawan dibatalkan oleh otoritas yang berwenang. Tindakan pencabutan empat IUP menunjukkan bahwa pemerintah mengakui adanya kelalaian administrative pada Perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Keadilan prosuderal; Keputusan yang tampak tidak konsisten ( mencabut izin empat Perusahaan namun mempertahankan satu) menimbulkan pertanyaan terkait kesetaraan perlakuan. Kecuali ada dasar hukum yang dapat di pertanggung jawabkan dan transparan, pengecualian semacam itu rawan dituduh sebagai diskriminatif atau dipengaruhi kepentingan non-legal.

4. Pemenuhan hak-hak Masyarakat lokal; Jika proses AMDAL dan konsultasi publik tidak memadai, hak Masyarakat untuk di beri informasi dan berkonsultasi dilanggar. Hal ini bisa menjadi dasar tuntutan administratif maupun litigasi oleh komunitas lokal.

Praktik pengawasan dan respons

Pemerintah Pemerintah menyatakan akan memperketat pengawasan terhadap PT Gag Nikel dan memastikan kepatuhan terhadap AMDAL, reklamasi, dan pemulihan lingkungan, sementara izin perusahaan lain dicabut. Namun bagi sejumlah pengamat kebijakan dan LSM, tindakan ini belum memadai karena pengawasan intensif membutuhkan transparansi data pemantauan, keterlibatan pihak independen, serta sanksi tegas jika pelanggaran terdeteksi.

Keputusan untuk tetap membiarkan operasi Gag Nikel berlangsung juga dipandang kontroversial karena berpotensi menjadi preseden untuk pelaksanaan economic development over environmental protection tanpa jaminan tata kelola yang kuat.

Rekomendasi kebijakan dan langkah penegakan

Untuk memperbaiki tata kelola perizinan dan meminimalkan risiko kerusakan ekosistem di Raja Ampat, beberapa langkah dapat direkomendasikan :

1. Evaluasi ulang seluruh dokumen perizinan dengan keterlibatan independen: Melibatkan auditor lingkungan independen dan ahli kehutanan/kelautan untuk menilai kepatuhan AMDAL dan rencana reklamasi. Hasil Audit harus di publikasikan.

2. Penegakan konsisten dan transparan: Jika ditemukan ketidakpatuhan, terapkan sanksi administratif atau pencabutan izin sesuai peraturan tanpa pengecualian yang tidak berdasar. Keputusan harus disertai penjelasan publik yang transparan.

BACA JUGA  Kronologis Terbakarnya Kapal Wisata 'The Oceanik' di Raja Ampat

3. Pengawasan berbasis data terbuka: Monitoring lingkungan (kualitas air, sedimentasi, kondisi terumbu) harus dilakukan secara berkala dan datanya tersedia untuk publik agar masyarakat dan peneliti dapat memverifikasi klaim kepatuhan.

4. Penguatan mekanisme konsultasi dan kompensasi masyarakat: Pastikan masyarakat adat dan komunitas pesisir terlibat dalam pengambilan keputusan, dan jika terjadi dampak, ada mekanisme kompensasi dan pemulihan mata pencaharian.

5. Kebijakan wilayah laut dan kepulauan yang harmonis: Perlu harmonisasi antara peraturan perizinan tambang, penetapan geopark, dan perlindungan pulau kecil agar aturan tumpang tindih tidak dimanfaatkan untuk menerbitkan izin yang merusak kawasan sensitif.

6. Alternatif pembangunan berkelanjutan: Mendorong investasi dalam pariwisata berkelanjutan dan ekonomi biru yang melindungi ekosistem sebagai alternatif jangka panjang bagi kesejahteraan Masyarakat.

Pencabutan empat IUP ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi menyeluruh yang dilakukan pemerintah terhadap aktivitas pertambangan dikawasan yang dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut dan darat paling kaya di Dunia. Sebagian lokasi pertambangan yang di cabut izinnya, berada di kawasan Geopark Raja Ampat, yang merupakan wilayah dengan nilai geologis dan ekologis tinggi. Sebagai informasi, kawasan Geopark Raja Ampat mencakup empat pulau utama di kabupaten Raja Ampat, yaitu Pulau Waigeo di bagian utara (termasuk Kepulauan Wayag), Pulau Batanta, Pulau Salawati di bagian tengah, serta Pulau Misool di bagian selatan.

Selain daratan, kawasan Geopark ini juga meliputi wilayah perairan yang mengelilingi pulau pulau besar maupun kecil di sekitarnya, ini yang menjadikan wilayah ini sebagai ekosistem laut dan darat yang saling terhubung dan sangat rentan terhadap aktivitas eksploitasi Kasus PT Gag Nikel di Raja Ampat mencerminkan tantangan klasik antara eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi dan kewajiban melindungi ekosistem yang unik dan rentan. Problem inti bukan hanya pada keberadaan tambang semata, tetapi pada kualitas tata kelola perizinan, transparasi proses, dan ketegasan penegakan hukum ketika persyaratan lingkungan tidak dipenuhi.

Pencabutan izin untuk empat perusahaan menunjukkan adanya upaya katalitik pemerintah merespons kekhawatiran publik, tetap pengecualian terhadap PT Gag Nikel. IUP PT Gag Nikel tidak dicabut karena memiliki dasar hukum Kontrak Karya (KK) sejak 1998, dan telah memenuhi standar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) 2025, serta memiliki sejarah eksplorasi panjang sejak 1972.

Keputusan ini diambil pemerintah, meskipun menuai kritik, karena alasan -alasan tersebut berbeda dengan empat IUP lainnya yang dicabut karena pelanggaran lingkungan dan lokasi di kawasan Geopark. Pemerintah akan tetap melakukan pengawasan ketat terhadap operasi PT Gag Nikel untuk meminimalkan kerusakan lingkungan.

Alasan IUP PT Gag Nikel tidak dicabut

• Kontrak Karya (KK) : PT Gag Nikel memiliki dasar hukum yang kuat melalui KK sejak 1998, yang berbeda dengan empat Perusahaan lain yang memiliki izin IUP.

• Kepatuhan lingkungan dan teknis : Evaluasi menunjukkan operasi PT Gag Nikel sesuai dengan AMDAL. Pemerintah menilai proses penambangan perusahaan ini berjalan dengan sangat baik.

• RKAB 2025 : PT Gag Nikel adalah satu satunya perusahaan yang memiliki Rencana Kerja dan anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2025, yang merupakan syarat untuk melanjutkan produksi.

• Sejarah panjang : Perusahaan ini memiliki riwayat eksplorasi sejak tahun 1972,sehingga dianggap memiliki rekam jejak yang berbeda.

• Aset negara : Pemerintah menganggap PT Gag Nikel sebagai aset negara yang perlu dilindungi dan dijaga kelangsungannya, Sambil tetap mematuhi arahan untuk mengawasi aspek lingkungan secara ketat.

Kesimpulan

Negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Dalam konteks pertambangan, peran Negara diwujudkan melalui pemberian, pengawasan, dan penegakan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, berbagai pelanggaran IUP yang masih menunjukkan bahwa peran Negara belum optimal, baik dalam aspek pengawasan maupun penegakan hukum.

Diperlukan penguatan kelembagaan, penegakan hukum yang tegas, dan partisipasi publik dalam pengawasan agar prinsip sustainable development dapat terwujud. Negara harus hadir bukan sekedar sebagai pemberi izin, melainkan sebagai penjamin keadilan ekologis dan perlindungan hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat