JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kendaraan Over Dimension Overload (ODOL) hingga kini masih terus menjadi permasalahn serius yang kerap ditemui di jalan raya. Selain membuat umur kontruksi jalan menjadi lebih pendek, kendaraan jenis ini tentu sangat membahayakan keselamatan pengendara.
Pakar Transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Universitas Trisakti Jakarta, Suripno mengatakan, ODOL adalah masalah kompleks yang harus ditangani dari hulu sampai hilir. Fenomena ini tidak bisa ditangani dengan cara penegakan hukum saja, tapi harus melibatkan seluruh kementerian terkait dan pemerintah daerah.
“Benahi cara berpikir sebagai manajer yang menentukan sasaran dan perwujudan sasaran khususnya bagi Kemenhub. Bukan sebagai pelaksana atau berpikir operasional. Ini harus dibiasakan karena tuntutan dari Peraturan Perundang-undangan bidang LLAJ semua diawali dengan penentuan sasaran,” ujar Suripno dalam keterangan tertulis, Kamis (12/10).
Untuk itu, mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan mengatakan perlu adanya perencanaan menyeluruh mulai tindakan pencegahan sampai dengan penindakan. Perlu ada perencanaan jangka panjang seperti Rencana Aksi Nasional keselamatan.
Manajemennya adalah termasuk Keselamatan LLAJ karena penangan ODOL itu bagian dari manajemen Keselamatan LLAJ. Penanganannya juga harus dalam satu paket dengan manajemen Keselamatan LLAJ yang sudah memiliki format baku.
“Jadi, perlu adanya perencanaan jangka panjang seperti RANK (Rencana Aksi Nasional Keselamatan) LLAJ jangka waktu 20 tahun, dan turunan termasuk Rencana Pencegahan dan Penindakan ODOL,” jelasnya.
Suripno selama ini melihat penanganan ODOL dilakukan parsial, yaitu hanya dengan penegakan hukum dan tidak melibatkan semua instansi terkait.
“Kesalahannya yaitu tidak melibatkan Presiden. Padahal yang harus bertanggung jawab adalah Presiden bukan Menteri Perhubungan. Menteri Perhubungan hanya bertanggung jawab untuk pemenuhan persyaratan kendaraan berkeselamatan. Penegakan hukum juga bukan tanggung jawab Menteri Perhubungan tetapi tanggung jawab Polri,” katanya.
Untuk itu, dia menyarankan agar digunakan skema manajemen Keselamatan LLAJ yang diatur dalam PP 37 Tahun 2017. Menurutnya, zero ODOL adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan mimpi untuk meniadakan pelanggaran ODOL. Namun sejatinya terdapat beberapa pelanggaran yang terjadi. Di antaranya pelanggaran kelas jalan, pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan (pelanggaran dimensi dan muatan), serta pelanggaran wajib uji tipe.
Menurutnya, pelanggaran ODOL sudah terjadi puluhan tahun, sekitar tahun 1980 dan sampai sekarang belum ada penyelesaian yang memadai. Pelanggaran tersebut pada dasarnya adalah akibat sistem yang tidak efisien, sehingga pemilik barang dan operator menganggap ODOL cenderung lebih efisien dibanding mematuhi ketentuan berlaku karena tidak ada pilihan yang lebih efisien secara normal.
“Jadi, kendala yang paling utama adalah pilihan moda lain yang secara teoritik lebih efisien untuk jarak jauh ternyata tidak efisien,” pungkasnya.(03/JP)