KEDIRI, SUDUTPANDANG.ID – Puluhan warga dari Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, mendatangi kediaman Suprio, tokoh masyarakat sekaligus penasihat LSM Saroja (Sahabat Boro Jarakan), guna mempertanyakan realisasi Dana Kompensasi Dampak Sampah (DKDS) yang dijanjikan selama kampanye Pilkada Kediri 2024.
Aksi protes ini dipicu rasa kecewa warga setelah mendengar bahwa nilai kompensasi untuk warga terdampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pojok hanya ditetapkan sebesar Rp1.250.000 per kepala keluarga (KK). Angka ini jauh di bawah harapan warga, yang mengacu pada janji kampanye senilai Rp2 juta per KK.
Informasi terkait perubahan nominal DKDS ini disampaikan dalam pertemuan resmi di kantor Kelurahan Pojok pada 21–22 Juli 2025, yang turut dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan (DLHKP) Kota Kediri, Imam Mutakin. Namun, Suprio mengaku tidak diundang dalam pertemuan tersebut.
“Saya kaget, tiba-tiba warga datang pagi-pagi ke rumah saya. Bahkan ada yang membawa senjata tajam karena kecewa. Mereka menagih janji yang dulu saya sampaikan saat kampanye pasangan Vinanda Qowim,” ujar Suprio pada Kamis (24/7/2025).
Dalam masa kampanye Pilkada 2024 lalu, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati dan Qowimuddin Toha, disebut-sebut menjanjikan dana kompensasi sebesar Rp2 juta kepada warga sekitar TPA Pojok yang terdampak bau menyengat.
Janji tersebut bahkan sempat disampaikan secara langsung dalam forum kampanye yang turut dihadiri oleh anggota DPRD Kota Kediri, Soejoko Adi Purwanto.
“Saya sendiri sebagai warga yang juga terdampak merasa janji ini harus ditepati. Bahkan, anggaran sebesar itu sebelumnya sudah disetujui oleh DPRD bersama Pj. Wali Kota Kediri waktu itu, Ibu Zanariah,” tambah Suprio dengan nada geram.
Warga Kelurahan Pojok yang tinggal hanya ratusan meter dari TPA mengaku tidak tahan dengan bau menyengat yang semakin parah, terutama saat musim hujan. Suprio sendiri menyatakan bahwa rumahnya hanya berjarak sekitar 200 meter dari TPA dan mengalami dampak langsung setiap hari.
“Setiap hari kami hirup bau itu. Anak-anak sampai susah tidur, bahkan ada yang sakit. Kompensasi seharusnya sesuai dengan janji awal, bukan dikurangi sepihak,” tegasnya.
Suprio mengungkapkan kekecewaannya karena merasa dilibatkan saat mobilisasi warga untuk mendukung paslon Vinanda Qowim, namun justru tidak diajak berdiskusi dalam pengambilan keputusan penting seperti nominal DKDS.
Merasa tidak didengar, Suprio dan beberapa warga kini mulai mempertimbangkan untuk membawa persoalan ini ke jalur hukum. Ia menilai, keberadaan TPA Pojok sudah terlalu lama mengganggu kenyamanan dan kesehatan ribuan warga sekitar.
“Kami sedang berkonsultasi untuk menggugat ke pengadilan. Ada lebih dari 4.000 jiwa yang terdampak. Ini bukan sekadar soal uang, tapi juga hak atas lingkungan yang bersih,” ujarnya.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kota Kediri maupun dari Wali Kota Vinanda Prameswati terkait tuntutan warga.(PR/04)