TANGSEL, SUDUTPANDANG.ID – Situ Kayu Antap atau populer disebut Situ Antap di wilayah Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang selama ini diklaim oleh Pemkot Tangsel sebagai situ (danau) ternyata tidak layak lagi disebut sebagai sebuah situ.
Hal ini disampaikan Acin, salah seorang dari beberapa penggarap lahan di area Kayu Antap dalam keterangannya Selasa (2/5/2023).
Acin mengatakan, area Kayu Antap sudah lebih dari 12 tahun menjadi milik PT Hana Kreasi Persada (HKP). Perusahaan tersebut pada masa lalu merupakan pengembang di Kota Tangsel. Perusahaan itu memiliki lahan tersebut berdasarkan SHGB No. 0340/Rempoa.
Pemantauan media, Selasa (2/5/2023) menemukan fakta, lokasi Kayu Antap seluruhnya berupa daratan yang dikelilingi pagar beton dan dilengkapi fasilitas jalan aspal dan jaringan gorong-gorong serta terdapat dua rumah contoh yang belum selesai. Selebihnya berupa kebun pohon singkong dan pisang serta sayur mayur yang dipelihara warga setempat.
Sementara itu Susana, perwakilan PT HKP mengatakan, rencana semula PT HKP akan membangun kawasan permukiman di area Kayu Antap, namun sampai sekarang belum terlaksana.
Rencana itu dihambat secara sepihak oleh kebijakan Pemkot Tangsel yang mengubah status tanah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangsel 2011-2031, dari semula warna kuning (permukiman) menjadi warna biru (situ) tanpa musyawarah dan koordinasi.
“Akibatnya, kami tak bisa menggunakan tanah tersebut sebagaimana mestinya. Padahal, pada kenyataanya area tanah tersebut bukan merupakan sebuah situ, dan tak ada tanda-tanda akan dibuat situ,” ujar Susana.
Disebutkan, hingga saat ini Pemkot Tangsel belum juga memberikan penjelasan apapun soal perubahan status tanah tersebut.
“Walaupun kami sudah mengirimkan surat berkali- kali untuk menanyakan dan membicarakan soal ini dengan pihak Walikota Tangsel, sampai saat ini surat kami belum direspons” katanya.
Susana menyebut Pemkot Tangsel bersikap paradox. Di satu sisi mengakui bahwa tanah SHGB No 0340/Rempoa adalah milik PT HKP, tapi di sisi lain lokasi tersebut diberi warna biru di dalam peta RTRW Tangsel.
“Artinya tanah itu dinyatakan sebagai situ tanpa ada langkah-langkah kongkrit untuk membuat situ dan membayar ganti rugi terhadap tanah kami,” kata Susana.
Ia menambahkan bahwa Pemkot Tangsel telah melalaikan dan tak mengindahkan fakta-fakta hukum yang sudah dimiliki oleh pihaknya.
Seharusnya, menurut Susana, Pemkot Tangsel bersikap tegas dengan segera mengeluarkan surat Persetujuan Bangunan Gedung – PBG/IMB, atau mengambil alih lokasi tersebut dengan membayar harga lahan sesuai harga pasar dan mengganti segala fasilitas yang telah dibangun perusahaan.
Susana menilai, pihak Pemkot Tangsel bersikap tidak jelas, yakni mem-plot tanah PT HKP sebagai situ dalam RTRW Kota Tangsel secara sepihak, tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa kajian kelayakan, dan tanpa ganti rugi selama lebih 12 tahun.
“Sertifikat tanah yang kami miliki berasal dari Sertifikat Hak Milik No. 479/Rempoa a.n. Ny. Darnelis (Pemilik-2) yang diterbitkan oleh Kantor Agraria Indonesia (sekarang ATR/BPN ) pada 1974. Jadi kami pemilik ketiga dari tanah itu,” ujarnya lagi kepada sejumlah awak media.
Kemudian, lanjutnya, pada 2008-2009 PT HKP mengajukan dokumen izin -izin yang diperlukan kepada pihak Pemda Kabupaten Tangerang (sebelum Kota Tangsel terbentuk) untuk membangun kawasan tersebut menjadi wilayah perumahan.
“Semua dokumen perizinan sudah diperoleh, karena dalam RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2008 2010 wilayah tersebut peruntukkannya adalah permukiman, kecuali IMB yang waktu itu belum diajukan karena menunggu proses penjualan gambar rumah,” katanya.
“Saat kami mengajukan permohonan PBG/IMB kepada Pemkot Tangsel yang baru terbentuk, pengajuan kami ditolak. Alasanya karena ada isu bahwa tanah milik PT HKP tersebut tercatat sebagai Situ Kayu Antap dan masuk dalam Daftar Aset Milik Daerah Provinsi Banten,” sambung Susana.
PT HKP pun mengajukan proses hukum kepada Peradilan Umum, dan hasil Putusan Pengadilan Negeri No. 13/Pdt.G/2010/PN.SRG yang diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi No.13/PDT/2012/PT.BTN.
Dalam putusannya menyatakan bahwa Sertifikat HGB No. 340/Rempoa yang berasal dari Sertifikat Hak Milik No. 479/Rempoa adalah sah secara hukum. Kedua, menyatakan bahwa peralihan hak jual beli atas SHGB No. 340/Rempoa adalah sah secara hukum. Ketiga, menyatakan bahwa lokasi tanah SHGB No. 340 bukanlah merupakan lokasi Situ Antap.
“Dengan dasar putusan tersebut Gubernur Provinsi Banten menghapus status Situ Antap dari Daftar Barang Milik Daerah Provinsi melalui SK Gubernur Banten no.953/Kep.438-HUK/2016. Artinya, persoalan situ atas tanah tersebut sudah tidak ada lagi,” jelas Susana.
Ia mengatakan, PT. HKP sampai saat ini tetap membayar PBB yang sudah dibebankan kepada tanah tersebut yang dikeluarkan pihak Pemda Kabupaten Tangerang dan Pemkot Tangsel NOP 36.75-062.005-007.0456.0. Karena menganggap sudah tidak ada permasalahan hukum lagi, maka ketika Kota Tangsel baru terbentuk, PT HKP bergerak mempersiapkan rencana pembangunan perumahan di wilayah tersebut, termasuk mengajukan IMB kepada Pemkot Tangsel, kecuali PBG/IMB yang waktu itu belum diajukan karena menunggu proses penjualan gambar rumah.
“Namun kami kaget, ternyata Pemkot Tangsel sudah mengubah RTRW Kabupaten Tangerang yang semula status tanah kami untuk permukiman diubah menjadi situ pada RTRW Kota Tangsel 2011-2031,” katanya.
IMB
Ia juga mengungkapkan, PT HKP menggugat Pemkot Tangsel lewat PTUN. Hasilnya, PT HKP menang, dan putusannya adalah Pemkot Tangsel harus segera mengeluarkan PBG/IMB. Namun, kata dia, lagi-lagi Pemkot Tangsel tetap tidak mau menerbitkan Surat Rekomendasi untuk mengeluarkan PBG/IMB.
“Selanjutnya PT HKP mengajukan permohonan eksekusi ke PTUN Banten dan dikeluarkanlah penetapan PTUN yang isinya antara lain memerintahkan Pemkot Tangsel untuk melaksanakan Putusan No. 1/FP/2019/PTUN.SRG yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Perintah eksekusi itu ditujukan langsung kepada Walikota Tangsel cq.TKPRD,” terangnya.
“Tapi ternyata pihak Pemkot Tangsel tetap tidak mau mengeluarkan IMB. Dengan alasan, tanah tersebut adalah situ berdasarkan selembar data dari “Peta Batavia Residentie Preanger Regentschappen District Kebajoran Desa Rampoa tahun 1928” yang sangat diragukan keabsahan dan keberadaannya,” lanjut Susana.
Ia menyebut peta tersebut dibuat berdasarkan hukum zaman Hindia Belanda dan sekarang tak berlaku lagi. Pasalnya, sejak 18 Agustus 1945 yang berlaku adalah UUD 1945.
“Peta itu mestinya jangan hanya diberlakukan kepada tanah kami. Seharusnya diberlakukan juga ke seluruh tanah di wilayah Tangsel,” pungkasnya.
Terkait persoalan ini, pihak Pemkot Tangsel belum dapat dikonfirmasi.(PR/01)