Opini  

OC Kaligis: Era Generasi Muda

Usia Muda, Era Generasi Muda OC Kaligis. Capres. Hukum Pembuktian, Omon-omon Bukan Bukti
Prof. O.C. Kaligis (Dok.SP)

“Tulisan pendek ini saya tujukan kepada mereka yang merendahkan kemampuan anak muda.”

Oleh Prof. OC.Kaligis

Kemenkumham Bali

1. Aku mau hidup seribu tahun lagi. Begitulah puisi perjuangan pujangga penyair angkatan ’45 Chairil Anwar yang kala itu berusia sekitar dua puluh tahunan.

2. Bung Karno mulai perjuangannya melalui pembelaannya dengan judul “Indonesia Menggugat” di tahun 1930 saat berusia dua puluh sembilan tahun.

3. Sebelumnya sebagai mahasiswa ITB beliau telah aktif memperjuangkan Kemedekaan Indonesia.

4. Rudolf Wage Soepratman pencipta lagu “Indonesia Raya” menggubah lagu kebangsaan “Indonesia Raya” di usia dua puluh satu tahun.

5. Sumpah Pemuda adalah hasil pertemuan kaum muda dengan sebutan antara lain Jong Sumatra, Jong Java, Jong Celebes dan seterusnya. Mereka rata-rata berusia di antara dua puluh sampai tiga puluh tahunan.

6. Saya menghadiri pemakaman Johanna Tumbuan Masdani ke makam Pahlawan Kalibata sebagai salah seorang pahlawan perempuan pencetus naskah Sumpah Pemuda dan salah seorang yang membacakan Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

7. Ketika itu, Johanna Tumbuan yang juga dikenal sebagai Jo Masdani di usia delapan belas tahun telah aktif memikirkan kemerdekaan Indonesia yang akhirnya bersama pemuda daerah lainnya berhasil melahirkan naskah Sumpah Pemuda

8. Di kantor saya banyak pengacara kaum muda berprestasi.

9. Prof. Hikmahanto Yuwana termasuk salah seorang dekan termuda Universitas Indonesia.

10. Barata Ramedan yang saya sekolahkan di Berkeley dengan titel LLM, berhasil menggondol sertifikat barrister (advokat) di New York dan Los Angeles, melalui sekali ujian dan lulus.

11. Saya pernah kurang lebih lima tahun aktif di peradilan semu Philip C. Jessup International Law Moot Court, satu kumpulan dunia mahasiswa hukum usia dua puluh tahun, untuk bertarung di Washington, memperagakan kemampuan mereka bagaimana beracara di peradilan semu, International Court of Justice.

12. Di saat para mahasiswa muda harus mempersiapkan memorials baik sebagai Applicant maupun Respondent, mereka harus menguasai kasus-kasus hukum internasional minimal 40 kasus, beberapa konvensi (Statutes, Authorities, Treatises, UN Documents), layaknya desertasi bagi calon Doktor Hukum.

13. Minimal catatan kaki untuk satu memorial (gugatan) berjumlah 250 literatur sebagai sumber pendukung.

14. Beberapa judul memorial yang dipertandingkan yang saya sendiri saksikan di Washington antara lain: Prevention on Maritime Pollution & Piracy under International Law, State Succession-Forced Labour and Indigenous People under International Law, Protection on Minority Peoples under International Law & Immunity of Diplomatic Missions, Human Rights & Terrorism under International Law, Freedom of Religion Legality of Unmanned Drones and Bribery under International Law.

15. Semua judul di atas dipertandingkan, diperagakan oleh mahasiswa hukum seluruh dunia. Mereka harus menjadi pembela dalam kapasitas mereka baik sebagai Applicant maupun Respondent.

16. Di Indonesia yang aktif mengikuti kompetensi di Washington antara lain para mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Pelita Harapan, Universitas Katolik Atmadjaya Jakarta, Universitas Katolik Parahyangan Bandung, terakhir juara nasional round Jessup moot court berasal dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

17. Gaya mereka layaknya seperti hakim-hakim dunia di Mahkamah International, menguasai semua hukum International, konvensi-konvensi dan semua hasil-hasil resolusi PBB. Hakim penilai pun adalah para hakim yang beracara di Mahkamah International.

18. Pasti kaum tua Indonesia, bila membaca hasil memorandum mereka, dan bagaimana argumentasi mereka terhadap tiap masalah International seperti umpamanya bila drone menimpa non kombatan, rumah sakit dan sarana-sarana bukan termasuk bagian peperangan, apa itu melanggar hukum International atau tidak?. Pasti yang pernah aktif mengikuti acara Philips Jessup, terkagum-kagum melihat kemampuan anak-anak muda kita berargumentasi.

19. Bahkan ada di antara mereka berhasil menyandang sertifikat best oralis, pembawa argumentasi terbaik dalam bahasa Inggris.

20. Mengapa saya berpikir mengulas kemampuan anak muda?.

21. Sebagian besar kaum tua mencemooh kehadiran Gibran sebagai calon wakil presiden.

22. Ternyata penampilan Gibran di luar dugaan, dan mungkin saat itu Gibran lah yang menguasai panggung.

23. Bahkan, sebelum Gibran muncul menyampaikan visi misi, Roy Suryo telah melakukan gerakan-gerakan cemooh, fitnah, sampai-sampai perhatiannya tertuju hanya kepada alat mikrofon yang terpasang di kepala Gibran.

24. Padahal alat yang sama digunakan juga oleh para kontestan lainnya.

25. Mungkin Roy Suryo masih ingat ketika hadir sebagai ahli IT di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana saat itu saya bertindak sebagai Pengacara kasus tersebut.

26. Saat saya bandingkan ilmu Roy Suryo yang menobatkan dirinya sebagai pakar Telematika dengan Ruby Zukri Alamsyah ahli Digital Forensik Indonesia, pelatih keamanan Informasi yang terdaftar di dunia international, sangat jelas perbedaan ilmu mereka.

27. Ruby Alamsyah yang ilmu ITE-nya mendunia, sangat rendah hati. Beda dengan ilmu ITE Roy Suryo yang rendahan.

28. Lalu numpang tanya, apa prestasi Roy Surya di bidang akademis?.

29. Berapa banyak pemimpin dunia yang berprestasi di usia muda?.

30. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang mulai memimpin di tahun 2011, di usia dua puluh sembilan tahun berhasil mendikte Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melakukan pertemuan di tempat yang ditentukan olehnya yaitu Singapura.

31. Saatnya kita yang mengelompokkan diri kita sebagai kaum tua yang mungkin tahu segalanya untuk sekejap sadar, bahwa ada saatnya kita harus cukup rendah hati untuk mau belajar kepada kemampuan kaum muda, yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kita juga.

32. Bahkan banyak kaum muda kita yang berprestasi, karena kurang dihargai di dalam negeri, bakatnya dimanfaatkan di luar negeri.

33. Sekedar contoh kecil.

34. Saya pernah menderita kanker paru pada tahun 1997. Atas rekomendasi ahli kanker saya di Indonesia, saya berobat di Amsterdam, Belanda.

35. Ternyata pemimpin rumah sakit adalah seorang Tionghoa Surabaya eks Warga Negara Indonesia bernama Tom Sutedja, yang saat itu karena adanya sedikit diskriminasi untuk menerima mahasiswa keturunan di sekolah kedokteran Indonesia, terpaksa ia hengkang ke Belanda, dan ternyata karena keahliannya di angkat sebagai kepala rumah sakit kanker di Amsterdam. Nama rumah sakit itu, Academisch Ziekenhuis.

36. Tulisan pendek ini saya tujukan kepada mereka yang merendahkan kemampuan anak muda.

37. Semoga bermanfaat.

Malang, 5 Januari 2024

*Prof. O.C Kaligis adalah praktisi hukum senior, akademisi dan pengamat

BACA JUGA  PTKP Rp 500 Juta Pajak UMKM, Dapatkah Mendorong Stabilitas Ekonomi Nasional?