Opini  

‘Clash of Champion’: Sejalankah Kepintaran Akademik dengan Kesuksesan?

'Clash of Champion': Sejalankah Kepintaran Akademik dengan Kesuksesan?
Sofwatillah Amin (Foto: Dok.Pribadi)

“Jadi jika kita bukan termasuk orang yang pintar dalam dunia akademik, jangan khawatir. Masih begitu banyak jalan kesuksesan. Temukan potensimu dan fokus di situ. Berjalanlah di atas jalanmu. Kelak pulau keberhasilan kan kau gapai.”

Oleh Sofwatillah Amin

Kemenkumham Bali

Akhir-akhir ini jagat media sosial ramai dengan serial game Reality Show Indonesia bertajuk ‘Clash of Champion’ (CoC) yang digagas oleh Ruang Guru. Reality Show itu mengumpulkan perwakilan mahasiswa-mahasiswi pintar dari kampus-kampus ternama seperti UI, ITB, dan UGM.

Di babak awal puluhan peserta diberikan tantangan Extreme Addition atau penjumlahan ekstrem ratusan angka dalam satu waktu, dilanjutkan dengan tantangan menghafal 52 kartu untuk diurutkan kembali sesuai urutan yang telah ditentukan.

Hal mengejutkan terjadi saat “tamu tak terduga” muncul dari berbagai universitas ternama dunia, dimulai dari National University of Singapore (NUS), Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), bahkan Oxford University. Dengan bergabungnya mahasiswa luar negeri maka jadilah CoC benar-benar persaingan juara dari para juara.

Terlepas dari kemiripan konsepnya dengan University War dari Korea, tapi CoC berhasil membangkitkan ghiroh, semangat atau paling tidak rasa penasaran dan pertanyaan generasi muda Indonesia tentang bagaimana caranya menjadi seperti mereka. Apakah kepintaran selalu sejalan dengan kesuksesan dan taraf hidup yang layak?

Membangun Kesadaran 5C dalam Proses Pembelajaran

Kehadiran Clash of Champion (CoC) di tengah gencarnya konten-konten kurang edukatif bagaikan angin segar di tengah gurun tandus. Seperti seseorang yang sudah menahan dahaga sejak lama, semestinya CoC dijadikan momen untuk sama-sama meneguk “air segar” iklim akademik yang secara tidak sadar terbentuk oleh para pesertanya

Di abad ke 21 ini ada Learning and Inovation Skill “Five Cs” (LIS 5Cs) dalam proses pembelajaran yang sangat penting untuk dibangun, yaitu: Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration, Celebration (Chinien & Sigh, 2009; Wagner, 2008; Lucas, Spencer, & Claxton, 2012, Sudira, 2014)

Creativity

Permasalahan yang kerap dijumpai dalam proses kreatif adalah kita seringkali mematikan ide-ide kreatif kita sendiri hanya karena takut jelek dan sebagainya, padahal kreativitas tidak hanya lahir dari pemikiran seseorang, tetapi hasil dari penerimaan ide-ide orang lain dan proses brainstorming tanpa “tedeng aling-aling”.

Apa yang kita perlukan hanya menuangkan ide yang ada di kepala. Perihal seleksi itu hal lain, sebab yang terpenting adalah menghilangkan segala kekhawatiran saat menuangkan ide, karena daya kreatifitas seseorang tidak begitu saja hadir, melainkan perlu diasah sejak dini.

Kemampuan tersebut tidak hanya mengantarkan seseorang pada pengaplikasian sebuah teori tetapi sejatinya pada tahap “mencipta”. Saat ini, begitu banyak lowongan pekerjaan yang berasal dari hal yang samasekali tidak terduga sebelumnya, contoh YouTube, Instagram, dan TikTok yang membuka pintu kesuksesan selebar-lebarnya dengan satu catatan: kreativitas.

Dengan kreativitas seseorang akan mampu menyalurkan isi kepalanya ke dunia nyata, terlebih untuk melakukan inovasi. Bisa jadi kita bisa berinovasi karena memiliki daya adaptasi yang baik atau sebaliknya kita bisa melakukan inovasi karena sebelumnya mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan. Maka, kreativitas sangat erat dengan kedua hal tersebut.

Critical Thinking

Analisis, interpretasi, kerunutan berpikir, evaluasi, pengambilan keputusan, dan penyelesaian masalah adalah kemampuan dari critical thinking (berpikir kritis).

Maka, ketika media sosial merebak dan menjamur, di mana sumber belajar bisa diakses dari manapun dan kapanpun, seseorang dengan pikiran kritis tidak akan serta merta bersikap menerima begitu saja.

Begitu banyak pertanyaan yang lahir dari satu kejadian dan begitu banyak filter yang akan digunakan. Jika media sosial adalah ruang bebas berekspresi, sejatinya Critical Thinking harus dimiliki oleh setiap penggunanya. Cara berpikir kritis akan membantu peserta didik dalam mencapai kesuksesan.

Selain itu yang sering menjadi permasalahan adalah sulitnya melakukan simplifikasi terhadap suatu permasalahan. Padahal semakin pandai seseorang “menyederhanakan” permasalahan yang dihadapi tanpa maksud meremehkan, maka akan semakin banyak hal yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan baik.

Kesiapan seseorang dalam menghadapi masalah besar tidak terlepas dari bagaimana ia menghadapi masalah kecil. Jika hidup penuh dengan tantangan, maka critical thinking menjadi jembatan yang sangat baik untuk menyelesaikan tantangan-tantangan itu dengan baik.

Communication

Setelah seseorang mampu berpikir kreatif dan berpikir kritis, maka langkah selanjutnya adalah komunikasi. Sebuah jalinan kerja sama yang baik lahir dari komunikasi yang baik.Tidak ada satupun keberhasilan di dunia ini yang bisa kita raih tanpa bantuan orang lain.

Permasalahan kadang muncul saat kita merasa tidak membutuhkan orang lain untuk sukses, padahal kemampuan bekerjasama dan fleksibilitas seseorang dalam berkomunikasi sangat menentukan kesuksesan.

Saat ide dan daya pikir seseorang bisa melahirkan gagasan baru, maka komunikasi menjadi pintu gerbang utama untuk mendiseminasikan gagasan tersebut. Selain itu seluruh dunia saat ini sudah terkoneksi satu sama lain, maka the way how we communicate menjadi kebutuhan tak terelakkan.

Sudut Pandang Agama tentang Kesuksesan

Kehadiran CoC sangat baik bagi iklim pendidikan kita, tetapi jangan lantas membuat kita insecure dan inferior hanya karena kita tidak sepintar mereka, apalagi sampai menggantungkan kesuksesan hanya dengan apa yang kita lihat.

The world moves fast, but that doesn’t mean we have to. Begitu kata Haemin Sunim dalam bukunya “The Things You Can See Only When You Slow Down”. Jangan terburu-buru mengejar sesuatu.

Dunia ini memang bergerak begitu cepat, bahkan saking cepatnya kita tidak sadar kalau kita selalu terbawa oleh arus dan dikendalikan oleh situasi dan sekeliling.

Padahal seharusnya sebaliknya. Kita-lah yang mengendalikan dan menentukan situasi. Bukankah dunia ini sudah sangat sibuk dan cepat, tapi apakah kita harus juga terbawa arus tersebut sehingga tidak bisa fokus terhadap hal-hal kecil yang sangat mungkin bisa mengantarkan pada cita-cita besar kita?

Begitu banyak hal yang hanya bisa kita pahami saat ritme dan pola hidup ini kita yang memegang penuh kendali, bukan sebaliknya. Dengan hidup lebih sadar dan fokus pada apa yang ada di depan mata kita atau mindfullness, maka kita bisa memaksimalkan seluruh potensi kita menuju kesuksesan.

Dalam upaya pencapaian kesuksesan, Penulis meyakini bahwa kita memiliki jalan, track, koridor atau apapun itu istilahnya yang hanya bisa dilalui dengan cara masing-masing dan kemampuan masing-masing sesuai porsinya.

Seperti kata pepatah dalam bahasa Arab yang menyebutkan, “Man saara ‘ala addarbi washola” (Barang siapa yang berjalan di atas jalannya akan sampailah ia).

Tak perlu repot-repot menyibukkan diri dengan hal yang mungkin memang bukan jalan kita yang sudah berkali-kali kita coba. Mungkin di sana memang bukan jalan kita. Kita hanya butuh fokus pada hal-hal positif dari dalam diri kita yang kemudian kita kembangkan dan aplikasikan.

Mana mungkin kita bisa sampai pada pulau harapan, sementara perahu yang kita tumpangi justru berlayar di daratan tandus dan kering.

Jadi jika kita bukan termasuk orang yang pintar dalam dunia akademik, jangan khawatir. Masih begitu banyak jalan kesuksesan. Temukan potensimu dan fokus di situ. Berjalanlah di atas jalanmu. Kelak pulau keberhasilan kan kau gapai.

*Sofwatillah Amin, S.Sos., M.Pd adalah Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Primagraha (UPG), Serang-Banten.

BACA JUGA  Reformasi Kepolisian