Hemmen
Opini  

Prabowo-Gibran Terancam Gagal Jadi Capres-cawapres

Capres-Cawapres Prabowo-Gibran PKPU
Muhammad Yuntri, SH, MH. (Foto: istimewa)

Oleh Muhammad Yuntri

Pendaftaran Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) sebagai capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa saja dievaluasi lagi, dan bisa jadi tidak memenuhi syarat, alias bisa dibatalkan karena cacat juridis.

Dengan alasan KPU dianggap tidak patuh pada Peraturan KPU (PKPU) itu sendiri terkait ketentuan usia capres-cawapres dalam PKPU masih mensyaratkan usia minimal 40 tahun sampai saat ini. Yang mestinya KPU mempedomaninya, karena UU organik atas Putusan MK-90 belum diterbitkan KPU.

Agar bisa menerima pendaftaran PG, mestinya KPU merubah dulu PKPU tersebut yang didahului konsultasi dengan Komisi II DPR-RI, karena baru terbitnya Putusan MK No.90, maka barulah bisa dibuatkan PKPU yang baru terkait usia Gibran yang masih 35 tahun jouncto Putusan MK-90.

BACA JUGA  Pilpres Datang, Hati Gamang

Kalau KPU memaksakan kehendak menerbitkan PKPU baru di saat DPR-RI sedang reses, maka PKPU baru cacat hukum, dan itu bisa dijadikan objek gugatan PTUN untuk dibatalkan, karena KPU adalah Lembaga Negara non-departemen, dan kebijakannya sebagai “beschikking,” (putusan sepihak pejabat Tata Usaha Negara).

Apalagi jika nantinya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dipimpin oleh Prof. Jimly Asshiddiqie menyatakan hakim MK terbukti melanggar kode etik dalam perkara MK-90 tersebut, maka bisa berdampak kepada tidak bisa diberlakukannya Putusan MK-90 tersebut dengan serta merta.

Dalam ketentuan UU MK dikatakan Putusan MK tidak bisa dibanding, sehingga sering ditafsirkan orang bahwa Putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat.

Hal itu bukan berarti putusan itu bisa dilaksanakan dengan serta merta setelah dibacakannya Putusan MK-90.

BACA JUGA  Catatan Hendry Ch Bangun : Ada Apa dengan Dewan Pers (2)

Karena dengan adanya faktor cacat hukum dan pelanggaran hukum oleh Hakim MK pemutus perkaranya (dhi.Anwar Usman harus mengundurkan diri, saat memutus perkara terkait adanya complict of interest dengan Gibran keponakannya yang tersebut namanya dalam putusan), maka hal itu akan berdampak putusan MK-90 mengandung cacat hukum.

Apalagi jika nantinya Putusan MKMK pimpinan Prof. Jimly menjatuhkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Profesi Hakim oleh Anwar Usman, maka putusan MK-90 tidak bisa bersifat mengikat walau sudah diputus karena adanya unsur cacat hukum oleh hakim si pemutus perkara, sehingga tidak bisa langsung diberlakukan saat ini.

Walau putusannya tidak bisa dibanding, tapi tidak bisa berlaku dengan serta merta, karena masih ada mekanisme berikutnya yang harus dilakukan oleh KPU yaitu untuk membuat PKPU baru terkait Putusan MK-90 yang harus dikonsultasikan lebih dulu dengan Komisi II DPR-RI.

BACA JUGA  OC Kaligis: Skor Menang Telak Pemerintah Versus KPK

Ingat, sesuatu yang memuat dan dimulai dengan cacat hukum, maka apapun produk dari hukum yang cacat hukum tersebut akan melahirkan produk-produk hukum yang cacat hukum pula.

Jakarta, 31 Oktober 2023.
Penulis M. Yuntri adalah Advokat senior berdomisili di Jakarta.

Barron Ichsan Perwakum