Soal TAP MPR, OC Kaligis Ungkap Fakta Saat Bela Presiden Soeharto 

Soal TAP MPR, OC Kaligis Ungkap Fakta Saat Bela Presiden Soeharto 
OC Kaligis dan Presiden Soeharto di Cendana, Jakarta, pada tahun 1998/ (Foto:Dok.Pribadi)

Tulisan saya ini sekadar menyampaikan kepada mereka yang kurang paham apa yang dilakukan Pak Harto selama pemerintahannya agar berhenti melemparkan fitnah kepada Pak Harto. Saya menulis ini karena pernah jadi Pengacara Pak Harto.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengacara senior Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis buka suara soal penghapusan nama Presiden Soeharto di Ketetapan MPR (TAP Nomor XI/MPR/1998) tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), termasuk mengenai Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Kemenkumham Bali

“Perlu saya sampaikan kepada mereka yang kurang paham apa yang dilakukan Pak Harto selama pemerintahannya, agar berhenti melemparkan fitnah kepada Pak Harto,” ujar OC Kaligis dalam keterangannya, Minggu (6/10/2024).

Ia menegaskan bahwa pandangannya terkait Soeharto berdasarkan fakta yang diperoleh saat menjadi tim penasihat hukum Presiden ke-2 RI tersebut.

Pandangan saya ini karena pernah jadi Pengacara Pak Harto, pernah berkomunikasi langsung dalam rangkaian pembelaan saya kepada beliau, bahkan semua peristiwa hukum, saya bukukan,” ungkapnya.

Berikut pandangan OC Kaligis selengkapnya terkait pro kontra penghapusan nama Presiden Soeharto di TAP MPR No.11 Tahun 2024:

Tulisan ini saya buat karena maraknya komentar yang tidak setuju akan penghapusan nama Presiden Soeharto di Tap MPR oleh DPR/MPR Tahun 2024, dan setelah membaca Tajuk Rencana Kompas, tanggal 3 Oktober 2024 halaman 6.

Untuk judul ini, saya akan membahasnya sebagai praktisi, yang kebetulan terlibat dalam pembelaan Abilio Soares, eks Gubernur Timor Leste, kasus pelanggaran HAM terhadap mahasiswa Trisakti, dan kasus Presiden Soeharto sendiri.

Kasus Presiden Soeharto khususnya untuk yayasan-yayasan yang anggaran dasarnya didirikan di era Pemerintahan Soeharto.
Pemeriksaan terhadap Presiden Soeharto, terdiri dari dua bagian yakni saat waktu sehat, dan di waktu sakit.

Di waktu sakit, di mana ingatan beliau terganggu, pemeriksaan dihentikan oleh kejaksaan atas rekomendasi dokter pendamping saat pemeriksaan.

Mengenai Mobil Nasional, yayasan dan lain lain. Inti pemeriksaan yang dilakukan oleh tiga penyidik Kejaksaan Agung masing-masing Jaksa Utama Antonius Sujata, SH, Ramelan, SH, Syamsu Djalaludin, SH. Seharusnya saat itu judul pemeriksaan adalah Berita Acara Pemeriksaan saksi.

1. Karena jaksa pemeriksa ragu. Apalagi bila berbicara mengenai yayasan, Jaksa Agung Sukarton sendiri pernah jadi salah seorang Bendahara Yayasan, ditambah bahwa semua mengenai aktivitas yayasan, telah dipertanggung jawabkan di depan DPR/MPR dan saat itu tak seorangpun yang pernah melaporkan Presiden Soeharto, atas perbuatannya yang melanggar hukum atas yayasan-yayasan yang dibentuknya untuk kepentingan rakyat antara lain untuk bea siswa, pendirian rumah rumah ibadah dan lain lain, akhirnya BAP pemeriksaan diganti hanya dengan Berita Acara Wawancara.

2. Oleh sebab itu pemanggilan Jaksa terhadap Presiden Soeharto yang tadinya dalam rangka penyelidikan dan penyidikan, batal dilakukan.

3. Sebagai gantinya judul pemeriksaan adalan Berita Acara Wawancara tertanggal 9 Desember 1998 bertempat di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jl, Rasuna Said Nomor 22, Jakarta Timur, dan kebetulan di antara para Pengacara, Presiden Soeharto meminta saya duduk di samping beliau agar lebih mudah memberi nasihat atas wawancara yang dimajukan para Jaksa sebagai pewawancara.

4. Inti pemeriksaan saat itu ada 3 yaitu mengenai industri mobil nasional, masalah yayasan, dan lain lain.

5. Poin-poin pertanyaan wawancara terdiri dari 37 angka.

6. Pertanyaan nomor 4 mengenai Instruksi Presiden RI Nomor: 2 Tahun 1966, Keputusan Presiden RI Nomor: 42 Tahun 1996. Semuanya dijelaskan lengkap oleh Presiden Soeharto.

7. Pertanyaan angka 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 sampai angka 18 mengenai Inpres Nomor: 2 Tahun 1966 soal Mobnas. Semuanya juga dijelaskan secara rinci oleh Pak Presiden Soeharto.

8. Di angka 15 sampai dengan angka 30 wawancara mengenai Yayasan Supersemar, Dharmais, Dhakab , Amal Bhakti Muslim Pancasila, Dana Sejahtera Mandiri, Dana Gotong Royong Kemanusiaan dan Trikora. Semua yayasan ada pengurusnya dan mereka yang mempertanggungjawabkan mengenai kelola keuangan. Juga telah dipertanggung jawabkan ke DPR/MPR.

9. Pertanyaan nomor 31 dan 32 jawaban Presiden mengenai laporan kekayaan yang semuanya telah dilaporkan sesuai prosedur.

10. Pertanyaan nomor 33 mengenai Taman Mini. Kalau ditelaah semua pertanyaan sampai nomor 33, fakta hukum ini pun telah diketahui disaat Presiden Soeharto memerintah, bahkan semua kebijakan, pendirian Yayasan, selalu dibahas bersama Menteri Pak Harto, sehingga sebagai praktisi untuk kasus yayasan dan Inpres serta Kepres yang dikeluarkan oleh Pak Harta, semuanya dilandaskan pada peraturan yang sah.

11. Di awal Pemerintahan Soeharto, inflasi berhasil diturunkan dari 360 persen menjadi 10 persen.

12. Juga berhasil dicukupkan sandang pangan, rehabilitasi berbagai sarana dan prasarana ekonomi, peningkatan ekspor.

13. Semua kebijakan pendirian yayasan dan kegunaannya untuk pembangunan dan untuk rakyat, disetujui DPR/MPR.

14. Hasil kunjungan saya 14 Juni 2000 ke High Commisioner for Human Right di Geneve, Switzerland, menyebabkan perkara Presiden Soeharto harus dihentikan, sampai beliau sembuh. Ini pun menjadi pertimbangan Mahkamah Agung.

15. Sebenarnya perkara Presiden Soeharto sudah pernah dihentikan (SP3). Hanya karena alasan politis, perkara itu dibuka kembali, dipaksakan, sekalipun saat itu Presiden Soeharto telah sakit, dan kehilangan ingatan.

16. Mengenai pelanggaran HAM. Yang selalu dipermasalahkan adalah pelanggaran hak asasi terhadap kematian tokoh LSM Munir, dan kematian mahasiswa Trisakti.

17. Pembunuhan 40 .000 rakyat Sulawesi Selatan oleh Westerling, diputuskan oleh Pengadilan Singapura sebagai bukan pelanggaran HAM.

18. Waktu kami membela kasus Trisakti di Pengadilan Militer, kematian mahasiswa Trisakti terjadi sebelum polisi menuaikan tugasnya di lokasi. Polisi saat itu hanya dipersenjatai dengan hanya peluru karet.

19. Bukti otopsi menyatakan kematian mahasiswa terjadi sebelum pukul 12, tertanggal 12 Mei 1998 (sesuai visum et Repertum Dr. Abdul Mun’im Idries? arah tembakan dari seberang jembatan, dan kematian mahasiswa disebabkan oleh peluru tajam.

20. Menurut hukum pidana, pasti kematian mahasiswa tidak termasuk genosida, atau pelanggaran HAM, tetapi termasuk tindak pidana pembunuhan. Bukti berkas dakwaan, kami bukukan sebagai sejarah perjalanan pengalaman advokasi saya membela di Pengadilan Militer. Buku itu berjudul “Misteri Tragedi Trisakti”.

21. Kasus Trisaksi sama sekali tidak ada hubungannya dengan Presiden Soeharto.

22. Presiden Soeharto bahkan justru lengser untuk menghindari korban mahasiswa yang lebih banyak.

23. Mengenang perjuangan mahasiswa pada tahun 1965 dan seterusnya.

24. Pasti saat itu mahasiswa masih ingat bahwa di bawah Presiden Soeharto, melalui Sarwo Edhi, bagaimana mahasiswa ikut berjuang membubarkan PKI dan onderbouw nya antara lain Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat, Gerwani dan semua LSM-LSM PKI.

25. Memang dalam membentuk onderbouw PKI, PKI mahir memakai nama-nama yang tidak mencurigakan, sehingga misalnya para petani diharuskan bergabung ke BTI sehingga melalui UU Pokok Agraria dan Landreform, para petani mudah digerakkan untuk mengganyang para tuan tanah, dan ujung-ujungnya tanah tanah tuan tanah, dikuasai BTI.

26. Nama-nama lain yang membius para pengikutnya misalnya Pemuda Rakyat, Gerwani dan banyak lainnya yang semuanya telah lenyap, dalam pembasmian PKI oleh rakyat yang dulunya jadi korban fitnah PKI dengan tuduhan anti revolusi, dan segala macam penyakit phobi-phobi lainnya, yang berlawanan dengan PKI.

27. Semua yang menentang Nasakom dicap komunisto phobi, anti revolusi dan segala macam slogan fitnahan lainnya untuk menyingkirkan musuh-musuh PKI.

28. Kata-kata Presiden Soeharto di Kalibata tanggal 5 Oktober 1965 saat pemakaman para jenderal korban pembantaian PKI tanggal 30 September 1965 adalah: “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan”.

29. Seandainya Presiden Soeharto tidak bertindak cepat, pasti Angkatan Darat dikuasai oleh Angkatan ke-5 ciptaan PKI, angkatan buruh tani.

30. Tokoh kunci pembebasan Irian. Siapa lagi kalau bukan Brigjen TNI Soeharto, dalam kapasitasnya sebagai Panglima Komando Mandala tahun 1962, 11 Januari.

31. Di masyarakat ASEAN pun Soeharto dikagumi. Bahkan ketika sakit di RS Pertamina, sahabat baik Pak Harto, Lee Kwan Yu menyempatkan diri mengunjungi Pak Harto.

32. Kepimpinan Pak Harto pun diakui dunia. Berapa kali pemimpin dunia berkumpul di Bali untuk membicarakan masalah-masalah global.

33. Era Pak Harto tidak dihiasi demo setiap hari. Pengangkatan walikota, bupati, gubernur, secara langsung, menghemat banyak biaya negara.

34. Kebijakan transmigrasi untuk lebih mengukuhkan persatuan dan kesatuan Indonesia berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika, konon, setelah lengsernya Pak Harto, setengah gagal, karena misalnya di Aceh, mereka kurang nyaman menghadapi imigran-imigran asal Jawa.

35. Dari lima Repelita Pak Harto, mulai dari Repelita 1, Repelita sandang pangan, perbaikan prasarana, perluasan lapangan kerja, kesejahteraan rohani, Repelita 2, pembangunan prasarana, Repelita 3, kesempatan kerja, pembangunan, keadilan, pendidikan yang layak, Repelita 4, pembangunan industri, penyusunan standar industri Indonesia sebagai sarana perlindungan konsumen dan peningkatan efisiensi industri Repelita 5, mengenai sektor pertanian, swasembada pangan, produksi pertanian tenaga kerja dan menghasilkan mesin mesin sendiri, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,8 persen, Repelita 6, peningkatan kualitas sumber daya manusia.

36. Tulisan saya ini sekadar menyampaikan kepada mereka yang kurang paham apa yang dilakukan Pak Harto selama pemerintahannya, agar berhenti melemparkan fitnah kepada Pak Harto. Saya menulis ini, karena pernah jadi Pengacara Pak Harto, pernah berkomunikasi langsung dalam rangkaian pembelaan saya kepada beliau, bahkan semua peristiwa hukum, saya bukukan.

37. Akhir kata: Berhentilah memfitnah Pak Harto.(tim)

BACA JUGA  Presiden PKS: Anies Baswedan Capres, Bukan Cawapres