JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Diskusi Jurnalisme Kemanusiaan dan konferensi pers sebagai bentuk solidaritas atas gugurnya ratusan jurnalis di Jalur Gaza, Palestina. Kegiatan ini berlangsung di ANTARA Heritage Center, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/8/2025).
Acara ini juga merupakan respons atas serangan militer Israel yang kembali menewaskan lima jurnalis Palestina pada Sabtu (10/8/2025). Serangan tersebut menargetkan tenda awak media yang berada di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza Utara.
Kelima jurnalis yang menjadi korban adalah Anas Al-Sharif dan Muhammad Qreiqa (koresponden Al-Jazeera), Ibrahim Zahir dan Mu’min Aliwa (fotografer), serta Muhammad N, seorang asisten fotografer.
Dengan serangan ini, jumlah total jurnalis yang tewas sejak dimulainya agresi militer Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023 telah mencapai 304 orang. Angka tersebut menjadi rekor tertinggi dalam sejarah modern, melampaui korban jurnalis pada Perang Dunia I dan II, Perang Vietnam, hingga Perang Afghanistan.
“Serangan dan pembunuhan terhadap jurnalis merupakan bentuk sistematis untuk membungkam saksi mata. Tanpa keberadaan jurnalis, dinding kebisuan akan tumbuh dan impunitas semakin melebar,” ujar KH. Oke Setiadi, Wakil Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional.
MUI mengecam keras tindakan militer Israel tersebut dan menilai pelabelan jurnalis sebagai “teroris” oleh otoritas Israel sebagai tuduhan yang tidak berdasar. Label tersebut telah banyak ditolak oleh organisasi hak asasi manusia maupun komunitas pers internasional.
Diskusi yang dimoderatori oleh wartawan senior Aat Surya Safaat ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Dr. KH. M. Zaitun Rasmin (Ketua ARI-BP), KH. Oke Setiadi (Wakil Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI), dan Fitriyan Zamzami (wartawan Republika).
Hadir juga Dr. Ahed Abu Al Atta (Presiden Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban), Prof. Daniel Mohammad Rosyid (Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya) dan sejumlah aktivis Palestina lainnya.
Kedua tokoh dari ARI-BP dan MUI dalam kesempatan itu menyerukan agar komunitas pers nasional maupun internasional bersatu menyuarakan perlindungan terhadap jurnalis dan pekerja media di wilayah konflik. Mereka juga mengajak media di Indonesia untuk lebih aktif menolak kekerasan terhadap jurnalis dan menyuarakan keadilan bagi para korban.
“Acara ini tidak hanya bentuk solidaritas, tetapi juga upaya memperkuat kesadaran bahwa serangan terhadap jurnalis adalah serangan terhadap kebenaran. Ini bukan lagi isu politik semata, tetapi kemanusiaan,” tegas M. Zaitun Rasmin.

Selain membahas situasi aktual di Gaza, forum ini juga menyoroti pentingnya membangun narasi yang adil dan berimbang dalam pemberitaan konflik. Jurnalis dinilai memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik dan mendorong penegakan hukum internasional atas kejahatan perang.
ARI-BP dan MUI menutup forum dengan pernyataan sikap bahwa kekerasan terhadap jurnalis harus dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, serta menyerukan kepada PBB dan komunitas internasional agar segera bertindak menghentikan kekejaman yang terjadi di Gaza.
Dukungan untuk Palestina Harus Terus Digaungkan
Usai acara, wartawan senior Aat Surya Safaat menyatakan pentingnya terus menggaungkan dukungan untuk Palestina dari Indonesia.
“Malu rasanya jika kita hanya diam tanpa melakukan apa pun. Ini adalah soal kemanusiaan, tentang saudara-saudara kita di Palestina, khususnya di Jalur Gaza,” ujarnya.
Aat, yang pernah menjabat sebagai Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA pada 2016 dan Kepala Biro ANTARA New York periode 1993-1998, juga menyinggung dinamika geopolitik kawasan.
“Peran Iran saat ini sangat luar biasa. Kalau seandainya serangan Iran tidak dihentikan akan habis Israel. Kami optimis tahun 2027 sebagaimana ramalan Syekh Ahmad Yasin di Libanon bahwa Israel akan habis di tahun itu,” tuturnya penuh semangat.(01)