Jakarta, SudutPandang.id- Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja (Menaker) tertanggal 17 Maret 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 dinilai belum memberikan kepastian hukum.
Pasalnya, sama sekali tidak memberikan solusi bagi para pelaku hubungan industrial, dan tidak bisa menjadi acuan dalam praktek hubungan industrial.
Demikian disampaikan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia yang telah mengirimkan surat dengan referensi No:12/adv/Per-Kemnaker/20 pada tanggal 15 April 2020 kepada Menteri Ketenagakerjaan RI cc tembusan Presiden RI perihal penerbitan regulasi terkait permasalahan antara pelaku usaha dengan pekerja akibat dampak penyebaran virus corona (Covid-19).
“Kami mendesak Kemnaker harus menerbitkan aturan mengenai perlindungan hukum para pelaku hubungan industrial,” kata Johan Imanuel, perwakilan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia dalam keterangan pers yang diterima SudutPandang, Rabu (15/4/2020).
Menurut Johan, dalam suasana Covid-19 yang mempersulit para pelaku hubungan industrial, baik pengusaha atau perusahaan dan pekerja.
“Maka kami Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia menyampaikan beberapa pendapat atau rekomendasi, yakni saat ini regulasi ketenagakerjaan yang masih berlaku adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, beserta peraturan turunannya,” jelasnya.
“Hal ini belum bisa menyelesaikan permasalahan terkait dampak penyebaran virus corona yang merugikan para pihak, baik dari pelaku usaha yang mengalami kerugian pendapatan maupun dari pekerja yang tidak memperoleh hak-hak sesuai peraturan yang berlaku,” tambah Johan.
Ia menegaskan, Surat Edaran dari Kemnaker belum memberikan kepastian hukum.
“Karena nyatanya tidak memberikan solusi bagi para pelaku hubungan industrial, yang mana tidak bisa menjadi acuan dalam praktek hubungan industrial,” tandasnya.
Acuan Praktik Ketenagakerjaan
Indra Rusmi, perwakilan Tim Advokasi lainnya turut menambahkan. Menurutnya, perlindungan hukum kepada para pelaku hubungan industrial saat ini sangat diperlukan untuk menjadi acuan dalam praktik ketenagakerjaan.
“Sehingga tidak ada yang dirugikan baik dari sisi pengusaha atau perusahaan dan pekerja khususnya, saat ini ada banyak aduan ke Tim Advokasi mengenai adanya pemotongan upah atau rencana pemangkasan THR karena perusahaan merugi akibat dampak Covid-19. Hal ini perlu dicari jalan keluarnya,” tandas Indra.
Ia mengatakan, salah satu rekomendasi dari Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia adalah Menaker Ida Fauziyah harus mengambil langkah hukum berupa diskresi untuk menetapkan kebijakan berupa Peraturan Perundang-undangan.
“Setidak-tidaknya dalam bentuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang melindungi kelangsungan usaha maupun perlindungan hak-hak pekerja/buruh,” katanya.
“Maka, kami menunggu respons dari Menteri Tenaga Kerja atas surat yang kami sampaikan perihal penerbitan regulasi untuk memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut,” pungkas Indra.
Selain Indra Rusmi dan Johan Imanuel, Tim Advokasi ini terdiri dari Adi Setiyanto, Fernando Hose, Herman, Asep Dedi, Ika Batubara, Ricka Kartika Barus, Irwan Lalegit, Yogi PS, Erwin Purnama, Denny Supari, Bireven Aruan, Firnanda, Niken Susanti, Intan Nur Rahmawati dan Novli Harahap.

Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah meminta para gubernur untuk melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja atau buruh, terkait pandemi Covid-19, serta mengupayakan pencegahan, penyebaran, dan penanganan wabah tersebut di lingkungan kerja.
Instruksi itu sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Surat tersebut ditandatangani pada 17 Maret 2020.(abd)