JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan dana mengendap pada rekening penampungan (escrow) program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) pada 2013 hingga 2021 senilai Rp82,97 miliar.
Hal itu, membuat dana yang mengendap senilai Rp82,97 miliar tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
“Akibatnya dana bantuan sosial tidak dapat segera dimanfaatkan oleh peserta didik atau mahasiswa sesuai peruntukannya,” bunyi laporan BPK RI, dikutip Kamis (6/10/2022).
BPK RI kemudian memberikan rekomendasi agar Pemprov DKI memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya saldo KJP Plus dan KJMU yang mengendap dikembalikan ke kas daerah.
Minta Tutup Rekening Penampungan KJP Plus & KJMU
BPK juga meminta untuk ditetapkannya batas waktu penyelesaian saldo KJP Plus dan KJMU yang mengendap di rekening penampungan tahun 2021 agar sisa dananya dapat dikembalikan ke kas daerah.
Kemudian BPK RI juga meminta Kepala Dinas Pendidikan untuk menutup rekening penampungan tahun 2013 sampai 2021 serta menunjuk petugas khusus untuk melakukan monitoring atas penyaluran dana KJP Plus dan KJMU oleh Bank DKI.
“Sehingga dapat diketahui secara rinci dana yang belum disalurkan (data by name),” kata BPK RI.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, diketahui bahwa penyaluran dana KJP Plus dan KJMU belum seluruhnya tepat waktu dan tepat jumlah. Berdasarkan data temuan BPK, terdapat 998 penerima KJP Plus tahap 1 tahun 2020 yang belum menerima dana sesuai dengan besaran dana yang ditetapkan.
“Dana KJMU senilai Rp20,92 miliar belum sepenuhnya diterima pada periode manfaat yang tepat,” tulis BPK RI.
Permasalahan lain berdasarkan hasil uji petik, terdapat dua penerima KJMU tahap 2 tahun 2020 yang menerima dana ganda. Sementara itu empat penerima KJP Plus tidak sesuai dengan keputusan Gubernur tentang penetapan penerima.
Masalah Pengelolaan KJP dan KJMU
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
“Hasil pemeriksaan menyimpulkan masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi oleh Pemprov DKI Jakarta, maka dapat menghambat efektivitas pengelolaan program KJP Plus dan KJMU,” demikian bunyi laporan BPK.
Adapun permasalahan yang pertama yakni regulasi dan pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU belum sepenuhnya menghasilkan data yang valid.
“Permasalahan ini antara lain terjadi karena regulasi yang terkait dengan pendataan dan penerima kriteria belum sepenuhnya mendukung program KJP Plus dan KJMU. Pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU berpotensi belum dapat menjangkau seluruh peserta didik yang memiliki risiko sosial,” tulis laporan BPK.
Selain itu, belum ada Peraturan Gubernur (Pergub) atau Petunjuk Teknik (Juknis) yang mengatur periode pendataan calon penerima program KJP Plus dan KJMU.
Selanjutnya, terkait dengan pendataan yang dilakukan. Di mana BPK menemukan bahwa pendataan belum sepenuhnya melalui proses verifikasi dan validasi data yang didukung dengan sumber daya yang memadai. Akibatnya, penyaluran KJP Plus dan KJMU belum seluruhnya tepat sasaran.
BPK kemudian memberikan rekomendasi supaya Kepala Dinas Pendidikan untuk menyempurnakan Pergub atau Juknis terkait KJP Plus dan KJMU. Khususnya untuk mengatur sasaran penerima KJP Plus dan KJMU diarahkan kepada calon penerima yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan sosial, serta pendataan calon penerima KJP Plus melibatkan satuan pendidikan dalam menjaring dan mengusulkan calon penerima KJP Plus.
Kedua, BPK juga menemukan permasalahan terkait pendistribusian kartu dan buku tabungan kepada penerima KJP Plus dan KJMU. Sehingga, menurut laporan BPK, kartu ATM atau buku tabungan KJP Plus dan KJMU belum didistribusikan sesuai dengan waktu yang disepakati.
“Permasalahan ini terjadi sejak pembuatan rekening dan kartu ATM atas penerima baru KJP Plus dan KJMU. Tahapan ini belum dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan data yang valid, belum didukung dengan sumber daya yang memadai, serta belum sesuai waktu yang ditentukan, sehingga kartu ATM dan/atau buku tabungan KJP Plus dan KJMU belum didistribusikan sesuai dengan waktu yang disepakati,” papar BPK.
Tak hanya itu, terdapat permasalahan pada penanganan gagal distribusi atas kartu ATM dan buku tabungan yang dinilai BPK berlarut-larut. Akibatnya bantuan dana sosial itu tak dapat digunakan sebagaimana peruntukan nya.
“Akibatnya, dana bantuan sosial tak dapat segera dimanfaatkan oleh peserta didik/mahasiswa sesuai peruntukannya. Selain itu, atas dana KJP Plus dan KJMU yang gagal didistribusikan telah mengendap pada rekening penerima senilai Rp112,29 miliar yang berisiko disalahgunakan,” ungkap BPK.
BPK pun meminta Pemprov DKI untuk memerintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan supaya dana yang mengendap di rekening penerima atas gagal distribusi sejak tahun 2013 sampai dengan 2020 dikembalikan ke kas daerah serta melakukan rekonsiliasi dengan PT Bank DKI dalam rangka membuat master database yang valid dan mutakhir atas seluruh penerima KJP Plus dan KJMU.
“Antara lain memuat identitas penerima (terutama NIK) dan nomor rekening yang dipergunakan, serta memerintahkan kepada Direktur Utama PT Bank DKI supaya meningkatkan pelayanan dalam pendistribusian kartu ATM dan/atau buku tabungan sehingga mendekatkan layanan kepada penerima bantuan dan lebih fleksibel waktu layanannya,” kata BPK.(red)