JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna ke-11 yang digelar, Selasa, 6 Desember 2022.
Disahkannya RKUHP dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad itu melalui persetujuan dari seluruh anggota sidang.
“Kami menanyakan kepada seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disahkan jadi Undang-Undang?” tanya Dasco diiringi jawaban setuju oleh peserta rapat.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto sudah lebih dulu memaparkan proses pembentukan RKUHP yang merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya.
Bambang juga menjelaskan bahwa penyempurnaan RKUHP dilakukan secara holistik dengan mangakomodasi masukan dari masyarakat. Karena itu, pembahasan RKUHP digelar secara terbuka dan penuh hati-hati, termasuk pasal-pasal yang dianggap kontroversial.
“RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi, terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana. Karena RKUHP membawa misi dekolonialisasi, konsolidasi, dan harmonisasi hukum pidana dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini,” jelas Bambang.
Selain itu menurut Bambang, eksistensi RKUHP menjadi penting untuk mereformasi hukum sesuai tujuan pembangunan nasional dan mewujudkan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
“Kami berpandangan sangat dibutuhkan bangsa dan negara dalam melakukan reformasi di bidang hukum sebagaimana tujuan pembangunan nasional dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, serta sesuai dengan prinsip dan kesamaan HAM,” ujarnya.
Penolakan Masyarakat
Akan tetapi kehadiran RKUHP masih mendapat penolakan dari Aliansi Reformasi KUHP yang menggelar aksi di depan Gedung DPR pada 5 dan 6 Desember 2022. Sebab mereka menilai RKUHP masih mengandung sejumlah pasal karet yang berpotensi merugikan masyarakat.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly sebelumnya juga menyarankan kepada masyarakat yang berbeda pendapat ataupun belum puas terhadap RKUHP mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Perbedaan pendapat sah-sah saja, ya kalau pada akhirnya nanti disahkan, saya mohon gugat aja di MK, lebih elegan caranya,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 5 Desember 2022 kemarin.
Yasonna juga menjelaskan kalau RKUHP sudah mengalami banyak perbaikan dan menampu masukan dari masyarakat. Akan tetapi, Ia tetap mewajarkan jika masih ada yang berbeda pendapat mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi.
Meski begitu, Yasonna tetap menegaskan perbedaan pendapat ini tidak serta merta harus membatalkan RKUHP. Menurut dia, Indonesia sudah 63 tahun menggunakan KUHP Belanda, sehingga ini saatnya menggunakan KUHP buatan anak bangsa.
“Daripada kita harus pakai UU KUHP Belanda yang sudah ortodoks, dalam KUHP ini sudah banyak reformatif dan bagus,” ungkapnya. (06)