“Ini jadi pesan khusus, mengingat masih banyak hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana mengabaikan keharusan kehadiran saksi korban atau pelapor sesuai ketentuan KUHAP guna melindungi kepentingan hukum terdakwa dari “ketidakadilan” atas perkara yang dihadapinya.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Praktisi hukum Alexius Tantrajaya mengapresiasi keberanian Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang yang memutus bebas selebritas Nikita Mirzani atas perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE.
Advokat senior ini berpandangan putusan bebas Nikita Mirzani dapat menjadi pembelajaran dan pesan khusus kepada hakim lainnya yang diduga kerap mengabaikan mangkirnya saksi korban atau pelapor dalam persidangan dan diduga menerima ‘order’ pihak-pihak tertentu untuk mengkriminalisasi seseorang.
“Salah satu pertimbangan Majelis Hakim memutus bebas Nikita Mirzani lantaran Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan saksi korban atau pelapor untuk dimintai keterangannya dalam persidangan meski telah dipanggil secara patut, jadi sudah sewajarnya menurut hukum, Majelis Hakim sudah betul atas vonis bebas terhadap Nikita Mirzani,” kata Alexius Tantrajaya kepada Sudutpandang.id, Selasa (2/1/2023).
Menurut Alexius, putusan Majelis Hakim ini bisa mengingatkan kepada hakim lain yang ada di pengadilan seluruh Indonesia agar benar-benar memperhatikan ketentuan Pasal 159 KUHAP Jo. 160 KUHAP.
“Ini jadi pesan khusus, mengingat masih banyak hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana mengabaikan keharusan kehadiran saksi korban atau pelapor sesuai ketentuan KUHAP guna melindungi kepentingan hukum terdakwa dari “ketidakadilan” atas perkara yang dihadapinya,” ungkapnya.
Alexius mengatakan, sebagai saksi korban sudah seharusnya hadir dalam persidangan untuk menyampaikan keterangannya sehingga dapat terungkap hal mendasari dugaan tindak pidana yang ia laporkan.
“Kalau tidak hadir atau bahkan tidak mau hadir ya aneh itu namanya, persidangan itu digelar untuk mengetahui fakta bukan hanya mendengarkan dakwaan penuntut umum yang mengikuti BAP penyidik. Pemeriksaan saksi itu sangat penting sekali, itu aturan KUHAP,” kata pengacara lulusan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Jakarta ini.
Ia juga berpandangan, adanya putusan bebas ini sudah seharusnya pihak Penyidik Polri dan Penuntut Umum Kejaksaan yang menangani perkara tersebut, mengambil sikap hukum dengan menerapkan ketentuan pidana dugaan laporan palsu.
“Iya dong, jika tidak terbukti dan Majelis Hakim memutus seorang terdakwa tidak bersalah, ya harus mengambil sikap,” kata Alexius.
Hal ini, lanjutnya, untuk membuktikan dalam perkara tersebut pihak penyidik Polri dan JPU telah memproses perkara Nikita Mirzani sesuai ketentuan hukum berdasarkan atas dasar laporan saksi korban selaku pelapor.
“Menjadi penting dilakukan guna menghindari jangan sampai ada kecurigaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum atas kasus pidana Nikita Mirzani adalah hasil rekayasa, karena didukung sikap pelapor yang tidak berkenan memberikan keterangannya di persidangan sebagai pihak yang mengaku dirugikan dalam kasus tersebut,” terang pengacara yang berkantor di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat itu.
Selain itu, lanjutnya, untuk menghindari tuntutan ganti-rugi dari pihak Nikita Mirzani yang telah ditahan dan disidangkan sebagai terdakwa serta dipublikasikan akibat adanya laporan itu, sehingga tercemar namanya.
“Secara hukum berhak untuk melakukan tuntutan ganti bukan hanya kepada pelapor, tetapi juga kepada penyidik dan penuntut umum dari hasil putusan bebas tersebut,” tegasnya.
Soal JPU yang menempuh kasasi atas putusan Majelis Hakim, Alexius menyebut itu umum terjadi. Namun hal itu kerap menjadi perdebatan hukum.
“Secara teori hukum, JPU tidak diperkenankan mengajukan upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP,” sebut Alexius.
Seperti diketahui, Nikita Mirzani divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Serang atas dakwaan dugaan pencemaran nama baik serta pelanggaran UU ITE yang dilaporkan oleh Dito Mahendra.
Dalam amar putusannya No:853/Pid Sus/2022 PN.Srg tanggal 29 Desember 2022, Ketua Majelis Hakim Dedy Adi Saputra menyatakan penerima Insert Awards 2014 ini tidak bersalah atas tuduhan JPU baik dalam dakwaan maupun tuntutannya.
Salah satu pertimbangan hakim, lantaran saksi korban sekaligus pelapor, Dito Mahendra, tidak pernah hadir dalam beberapa pemanggilan ke ruang persidangan. Termasuk perintah paksa dari hakim ke JPU agar menghadirkan paksa kekasih Nindy Ayunda itu untuk didengarkan keterangannya dalam persidangan.
“Menimbang terhadap Mahendra Dito telah dilakukan upaya paksa tidak dapat dihadirkan ke persidangan, saksi Mahendra Dito tidak pernah hadir,” kata Dedy, dalam amar putusannya, Kamis (29/12/2022) lalu.
Dalam perkara ini, JPU menjerat Nikita Mirzani dengan pasal berlapis. Pertama, Pasal 36 jo Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 51 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE). Kedua, Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU N.11 Tahun 2008 tentang ITE dan ketiga dijerat Pasal 311 KUHP.(umi/01)