Hukum  

Apresiasi Siti Fadilah, OC Kaligis: Kami Tidak Merampok Uang Negara

10. Barusan di Lapas Sukmiskin menjelang Lebaran kurang lebih 28 warga binaan korupsi mendapatkan remisi, assimilasi dan bebas bersyarat. Tentu Kami sangat senang melihat para rekan warga binaan memperoleh haknya. Cuma sebagian terkena atau sama sekali tidak mungkin mendapatkan remisi akibat adanya PP 99/2012 ciptaan Prof. Denny Indrayana.

11. Sekilas mengenai Prof Denny Indrayana Prof yang tak tersentuh Hukum. PP 99/2012 lahir tanpa sama sekali melibatkan Dirjen Pemasyarakatan saudara Sihabudin bersama seluruh tim teknisnya. Dalam Surat Pernyataannya, Sihabudin yang berpengalaman selama 40 tahun, terlibat didalam pembinaan para warga binaan mengkritisi PP 99/2012 ciptaan Denny, karena melanggar Undang-Undang Nomor:12/1995, tentang Pemasyarakatan.

Kemenkumham Bali

12. Dalam buku saya berjudul “Deponeering Teori dan Praktek” di halaman 245 saya menulis Hal berikut ini : “Ketika tidak dalam lingkaran Penguasa, dia adalah pengkritik sejati melawan SBY. Ketika berkuasa dia adalah seorang otoriter yang semaunya menabrak Undang-Undang dibawah bendera hak diskresi. Contohnya: Moratarium remisi. Inilah bukti seorang petualang akedemisi tidak konsisten. Dalam kata lain, Denny Indrayana adalah seorang avanturir alias Petualang Hukum.”

13. Selaku Wamenkumham di bulan April 2012 Denny pernah menampar penjaga pintu utama saudara Darso Sihombing dan Khoril yang adalah petugas Lapas Kelas II Pakanbaru. Peristiwa penamparan dan pemukulan ini sempat menimbulkan amarah para sipir Lapas. Itu sebabnya ketika mengunjungi Andi Malarangeng di Lapas Sukamiskin. Prof. Denny sempat digebukin oknum warga binaan, lolos karena Denny lari terbirit-birit.

Beruntung untuk pemukulan sipir di Pakanbaru Denny diselamatkan oleh Menteri, Amir Syamsuddin sehingga pemukulan itu tidak jadi dipidanakan.

Dalam Kasus Korupsi Payment Gateway, Denny ditetapkan tersangka melalui gelar perkara setelah memeriksa lebih 90 saksi, 6 ahli dan 2 bundle berkas perkara yang disita dari Dirjen Imigrasi. Wakapolri Badrodin untuk kasus korupsi Denny menyatakan di media adanya potensi kerugian negara.

Kabareskrim Komjen Budi Waseso bahkan menyatakan ada 6 kasus pidana yang diduga melibatkan Denny. Sayangnya Komjen Budi Waseso setelah pernyataan itu langsung dipindahkan ke BNN. Hanya Komjen Budi Waseso sebagai Kabareskrim yang mulai penyelidikan atas beberapa oknum KPK yang diduga terlibat pidana.

Karena Pernyataan Denny yang menghina Advokat saya pernah melaporkan di bulan Agustus 2012 Denny ke Polda Metro Jaya. Pernyataan Denny di Medsos: “Para Advokat pembela koruptor, turut serta sebagai koruptor karena menerima honor dari koruptor” Nyatanya sekarang Denny membela kasus Mega Korupsi Meikarta, konon dengan honorarium yang cukup besar. Semua perkara pidana yang melibatkan Prof. Denny Indrayana dipeti eskan di tingkat kepolisian.

14. PP 99//2012 yang menetapkan perlakuan diskriminatif, bukan saja bertentangan dengan UUD 45, Falsafah Pancasila mengenai perlakuan harkat dan martabat manusia, dalam penegakan keadilan tanpa diskriminasi, tetapi juga bertentangan dengan konvensi PBB dimana Indonesia juga adalah salah satu anggotanya. Sebut saja misalnya Declaration of Human Right 1948 (Paris Convention), Mandela Rules, ICCPR, Corruption as Transnational organized Crime yang kita ratifikasi. Semua mengatur dan berpendapat bahwa diskriminasi adalah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

15. Korupsi di tubuh KPK. Adalah Komisioner Antasari pelopor pembersihan internal KPK yang korup. Hasilnya, 2 Komisioner Bibit-Chandra Hamzah tersangka korupsi sempat ditahan di Mako Brimob setelah kejaksaan menyatakan perkaranya lengkap untuk disidangkan.

Presiden SBY sebagai pemegang kekuasaan di waktu itu, juga sebagai Ketua Partai Demokrat selalu menyerukan yel yel nya : “Katakan tidak pada Koruptor.” Semua Menterinya dan anggota Partai Demokrat di DPR dipenjara tanpa deponeering. Nampaknya SBY konsisten dengan sumpahnya. Sumpah sebagai Presiden untuk taat Undang Undang, sesuai Konstitusi.

Indonesia adalah Negara Hukum bukan Negara kekuasaan. Tetapi mengapa SBY mengingkari sumpah dan semboyannya: “ Katakan tidak kepada Koruptor.” Melalui Keputusan Presiden SBY membentuk Tim Pencari Fakta yang in konstitutional, illegal untuk menyelamatkan Bibit-Chandra. TPF yang tidak punya kekuasaan yudikatif, bahkan hendak memeriksa ulang Penyidik Polisi yang memeriksa perkara dugaan korupsi Bibit-Chandra. Kekuasaan yudikatif penyidikan dan penuntutan hanya dimiliki Polisi dan Jaksa. Itu kata Undang-Undang.

Saya membuat buku berjudul “Korupsi Bibit-Chandra” yang isinya lengkap mengenai siapa-siapa penerima suap, keterangan para ahli, yang semuanya berpendapat dan membuktikan bahwa Kasus ini layak diadili.

Sayangnya yang berlaku disini adalah kekuasaan, bukan keadilan. Negara Hukum yang berkeadilan hancur lebur oleh kekuasaan yang dimiliki SBY. Tentu saja Jaksa Agung yang diangkatnya tidak bisa berbuat lain kecuali mendeponeer kasus korupsi yang dibentuk SBY melalui TPF yang illegal itu. Deponeereng dilakukan, dengan alasan bohong, yaitu bila perkara ini diadili akan lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya.

Seandainya perkara ini diadili, akan terbongkar praktek-praktek korupsi dan kejahatan jabatan yang dilakukan KPK. Padahal dalam Surat SBY tertanggal 21 Agustus 2011, memembalas Surat Muhammad Nasaruddin tertanggal 18 Agustus 2011, (balasan surat yang super cepat) kembali seolah SBY taat Hukum.

Kutipan Surat dihalaman 78 buku saya berjudul M.Nazaruddin. “Jangan saya direkayasa Politik dan Dianiaya.” SBY menulis: ”Terkait proses Hukum yang saudara hadapi, Mari kita semua tunduk kepada aturan yang ada di negara hukum ini.

Dengan setiap hukum yang melibatkan siapapun, saya tidak pernah, tidak akan dan memang tidak boleh mencampuri proses hukum yang harus independen, bebas dari intervensi siapapun. Prinsip dasar non intervensi, penegakkan Hukum yang merdeka tersebut, diatur dan dijamin dengan jelas didalam UUD 1945 dan Peraturan Perundangan terkait lainnya.”

Dari Pernyataan didalam surat ini, terbukti SBY bohong. Karena SBY lah yang mengintervensi kasus korupsi Bibit-Chandra. Di bawah kekuasaan SBY lah PP 99/2012 yang bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 dan 28 UUD, PP 99/2012 diterbitkan.

BACA JUGA  Polisi "Jemput Bola" Minta Keterangan Korban Perampokan di Jalan Tol

Tinggalkan Balasan