KUPANG, SUDUTPANDANG.ID – Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni menantang Pemerintah Federal Australia untuk membuktikan bahwa Gugusan Pulau Pasir adalah milik Australia.
“Jika tidak bisa dibuktikan, segera angkat kaki dan jangan permalukan diri Anda dengan mengklaim Gugusan Pulau Pasir itu sebagai milik dari Australia,” katanya di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ahad (13/11/2022).
Ferdi Tanoni mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Gugusan Pulau Pasir oleh Australia ke Pengadilan Tinggi (Mahkamah Agung) Australia di Canberra atas Hak Adat Masyarakat Adat di Laut Timor.
Mantan agen Imigrasi Australia itu mengatakan bahwa pihaknya sudah meminta dan bahkan mendesak Pemerintah Federal Australia untuk menghentikan segala kegiatan di Gugusan Pulau Pasir dan segera tinggalkan kawasan itu.
“Saya menegaskan hal itu, karena secara adat Gugusan Pulau Pasir itu merupakan hak milik suku adat Timor-Rote-Sabu-Alor,” katanya menegaskan.
Pada tahun 2003, kata dia, secara adat diadakan pertemuan para pemangku adat yang mewakili masyarakat adat di Pulau Timor bagian barat, Rote, Sabu, dan Alor, di Pusat Kerajaan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Dalam pertemuan itu, para tokoh adat bersepakat bulat memberikan mandat penuh kepada Ferdi Tanoni sebagai Penerima Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat di Laut Timor.
Dengan begitu, ia mewakili masyarakat adat dari Timor Barat, Rote, Sabu, dan Alor, Provinsi NTT untuk menyuarakan berbagai hak dan kepentingan masyarakat Adat di Gugusan Pulau Pasir.
Australia, katanya, mengetahui dengan pasti bahwa Gugusan Pulau Pasir ini merupakan hak milik bangsa Indonesia.
Akan tetapi dengan berbagai cara dan akal bulus Pemerintah Australia untuk menguasai kekayaan alam yang ada di seluruh sendi Laut Timor.
Kemenlu Tak Benar
Namun, dalam masalah kepemilikan Pulau Pasir, anehnya, kata dia, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) dengan seenaknya mengatakan bahwa Gugusan Pulau Pasir itu tidak termasuk dalam Pemerintahan Hindia Belanda dan merupakan milik Australia.
“Apakah pernyataan ini benar dan dapat dipertangungjawabkan,” tanya Ferdi merasa heran dengan pernyataan dari Kemenlu RI itu.
Bagi Ferdi Tanoni, pernyataan Kemenlu RI itu justru tidak benar.
“Saya katakan tidak benar dan salah sama sekali, sehingga jika ada orang yang mengatakan bahwa Gugusan Pulau Pasir itu milik Inggris, kemudian diserahkan kepada Pemerintah Australia, mereka itu merupakan orang-orang yang asal bicara saja tapi tidak punya bukti siapa sesungguhnya pemilik Gugusan Pulau Pasir ini,” katanya.
Terkait masalah kepemilikan Gugusan Pulau Pasir ini dan gugatan yang dilayangkan di Pengadilan Australia dan Pengadilan Internasional, ia kembali menegaskan kepada Perdana Menteri Australia Anthony Albanese tentang salah satu data yang dimilikinya.
Ia menegaskan bahwa ketika masa Pemerintahan Kolonial Belanda berkuasa atas Indonesia (Netherlandsch Indie) telah dilakukan pencatatan dan pengukuran atas lokasi Pulau Pasir (Poelopasir) tercatat dalam “acte van eigendom” seluas lebih kurang tertanda “oppervlakte” 15.500 hektare berdasarkan surat ukur (meetbrief) tertanda Juli 1927 atas nama Warga Negara Indonesia.
Dengan begitu, ia mendesak Australia segera angkat kaki dari Gugusan Pulau Pasir, dan kepada Kemenlu RI untuk segera membatalkan pernyataan pada bulan Oktober 2022 bahwa Gugusan Pulau Pasir adalah milik Australia serta kepada pihak lain yang tidak paham soal Gugusan Pulau Pasir ini agar segera diam dan tutup mulut.
Sebab, menurut dia, Gugusan Pulau Pasir ini merupakan hak kedaulatan Indonesia.
Oleh sebab itu meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bersama para menteri terkait yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto, dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dapat segera mengadakan pertemuan bersama Perdana Menteri Australia Anthony Albanese untuk menegaskan kepada Pemerintah Australia bahwa Pulau Pasir adalah hak dari Indonesia.
“Kami menolak konfrontasi perang di Gugusan Pulau Pasir dan hanya cukup Australia segera tinggalkan Pulau Pasir, kemudian membatalkan seluruh Perjanjian RI dan Australia di Laut Timor dan Arafura serta merundingkannya kembali dengan menggunakan Hukum Laut Internasional yakni UNCLOS 1982,” kata Ferdi Tanoni. (02/Ant).