JAKARTA|SUDUTPANDANG.ID – Seorang pengusaha bernama Anthonny Wiebisono, melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan semua pihak yang berkaitan dalam pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan penagihan kartu kredit ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Gugatan PMH tersebut tercatat di PN Jakarta Pusat dengan nomor No: 142/Pdt.G/2024/PN. Jkt.Pst. Sidang dipimpin majelis hakim Budi Prayitno.
Dalam gugatannya, penggugat memohon tergugat menghapus saldo tagihan nasabah pada sistem M-Banking BCA. Menghapus nama nasabah dari daftar hitam pada Bank Indonesia Checking / SLIK OJK. Mengaktifkan kembali Kartu Kredit atas nama nasabah
Penggugat juga memohon tergugat mengumumkan permintaan maaf mengenai ketidaknyaman nasabah atas pelanggaran etika dalam penagihan yang dilakukan oleh para penagih atau agency dan debt collector yang bekerja sama dan ditugaskan oleh BCA, pada 2 (dua) harian media massa nasional.
Selanjutnya menarik peredaran data tagihan dan merehabilitasi nama baik nasabah dari para penagih atau pihak ketiga, agency dan debt collector.
Tanpa syarat apapun, penggugat meminta ganti rugi berupa kerugian materiil sebesar Rp300.000, dana yang di-auto debit dari rekeningnya pada Selasa, 27 Februari 2024, Pukul 16.36 WIB meskipun dana pelunasan sudah diterima pada 22 Februari 2024. Kemudian kerugian imateril sbesar Rp 10 miliar secara tunai dan sekaligus.
Dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024), langkah hukum itu ditempuh penggugat karena dirinya merasa dipermalukan dan direndahkan harkat martabatnya.
Ia menyebut BCA telah menyebar data nasabah kartu kredit macet kepada pihak ketiga yang diakui sebagai agency penagihan atau debt collector. Akibatnya ia diterror melalui telepon secara beruntun dan terjadi pelanggaran etika dalam melakukan penagihan yang diatur oleh BI dan OJK.
Penggugat menilai tindakan BCA sebagai Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, jo. Pasal 1366 KUH Perdata dan Pasal 1367 KUH Perdata. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23 /6 /PBI /2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran.
Penggugat mengaku telah melunasi tagihan kartu kredit melalui program pelunasan diskon. Dari nilai tagihan Rp25.492.500,- diskon 20 persen, ia membayar sebanyak tiga kali sebesar Rp. 6.798.500,- per bulan.
Nasabah melakukan pembayaran hingga pelunasan sesuai jangka waktu yang disepakati dan BCA telah menerima dana pelunasan pada 22 Februari 2024.
Nasabah meminta pihak PT Spartha Madu Jaya untuk mengurus surat keterangan lunas yang dijanjikan dan menghapus sisa tagihan sebesar Rp. 5.047.000,- yang masih muncul pada sistem m-banking.
Namun pada pada Selasa, 27 Februari 2024, Pukul 16.36 WIB, ternyata BCA kembali melakukan auto debet dana dari rekeningnya sebesar Rp300.000. Meski telah mengadukan melalui e-mail ke Hallo BCA, namun penggugat tidak mendapat penjelasan yang diharapkan. Nasabah pun akhirnya mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat.
Atas gugatan PMH yang dilayangkan nasabah tersebut, baik pihak BCA, OJK dan BI belum dapat dikonfirmasi.(tim)