CIANJUR, JABAR, SUDUTPANDANG.ID – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat tujuh sesar aktif teridentifikasi mengelilingi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, serta diduga masih ada patahan lain yang belum teridentifikasi, sehingga warga diminta untuk tetap waspada.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat dihubungi dari Cianjur, Jumat (6/1/2023) mengatakan masyarakat di Cianjur diminta untuk tidak panik meski dikelilingi banyak sesar, namun pihaknya meminta pemerintah daerah kembali mengatur tata ruang sesuai dengan rekomendasi BMKG.
“Jangan panik, namun warga harus tetap waspada ketika membangun rumah harus tahan gempa atau berkonsultasi ke dinas terkait sebelum membangun. Pemerintah daerah harus kembali mengatur tata ruang per wilayah, sebagai upaya antisipasi terjadi gempa serupa kemudian hari,” katanya.
Pencegahan dan mitigasi bencana gempa bumi yang dilakukan BMKG, kata Dwikorita Karnawati , adalah dengan mengidentifikasi kluster patahan dan menyosialisasikan hasil kajian ke pemerintah termasuk ke Pemkab Cianjur, tidak ke warga karena akan menimbulkan keresahan.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, menjelaskan hasil identifikasi sesar atau patahan yang menjadi penyebab gempa berkekuatan 5.6 Magnitudo di Kabupaten Cianjur adalah Sesar Cugenang, termasuk sesar lain yang sudah teridentifikasi melintasi Cianjur.
“Sesar yang melintasi dan mengelilingi Cianjur diantaranya Sesar Cimandiri, Sesar Nyalindung-Cibeber, Sesar Rajamandala, termasuk sesar lain yang berdekatan dengan Cianjur seperti Sesar Cirata, Sesar Padalarang Bagian Barat dan Sesar Lembang,” katanya
Ia menjelaskan, Cianjur merupakan zona sesar yang sangat rumit dan sangat aktif yang sebagian besar bagian dari Sesar Cimandiri termasuk Sesar Cugenang, dimana berdasarkan data aktivitas kegempaan BMKG sejak tahun 2008, sesar tersebut sangat aktif.
Pihaknya juga menemukan aktivitas kegempaan di zona Sesar Cimandiri yang kemungkinan berasal dari patahan yang belum terpetakan atau teridentifikasi termasuk Sesar Cugenang yang baru teridentifikasi.
“Sesar yang belum terpetakan harus menjadi kewaspadaan semua pihak karena ditakutkan akan terjadi aktivitas kegempaan yang merusak. Pemerintah daerah harus melihat aspek histori atau sejarah kegempaan di wilayahnya,” katanya.
Karena, ketika gempa besar pernah terjadi di satu wilayah akan kembali terjadi beberapa puluh tahun setelahnya seperti di Cugenang pernah terjadi gempa besar tahun 1879 dan 1897 yang sesarnya tidak teridentifikasi, kata Daryono. (02/Ant)