Bukti Tebang Pilih, 78 Pegawai KPK Terlibat Suap Cukup Minta Maaf

Sikap Konsisten Febri Diansyah dan Abraham Samad. Bukti Tebang Pilih KPK
O.C Kaligis (Dok.SP)

“Bukti tebang pilih, 78 pegawai lembaga Antirasuah yang terlibat suap pungli di Rutan KPK cukup dikenakan sanksi minta maaf ke publik tanpa diadili.”

Oleh Prof. Otto Cornelis Kaligis

1. Era Reformasi ditandai dengan tekad menegakkan hukum tanpa diskriminasi.

2. Pelbagai undang-undang dirancang dan disahkan antara lain UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Dengan niat memberantas korupsi, KPK segera melancarkan aksinya mulai dengan menahan Abdullah Puteh Gubernur Provinsi Aceh sekalipun tempus delicti Abdullah Puteh terjadi sebelum disahkannya UU Tipikor, Bupati Syaukani dari Kutai Kartanegara dan banyak petinggi-petinggi di Indonesia lainnya.

4. Saat Antasari Azhar dinobatkan sebagai pimpinan KPK, Antasari yang berlatar belakang kejaksaan, eks Kajati Sumatera Barat melihat KPK yang tidak bersih, Antasari Azhar segera melakukan tindakan bersih-bersih di lembaga antirasuah.

5. Alhasil dari niatnya membersihkan KPK, terjaring perkara korupsi pimpinan KPK, Bibit- Chandra Hamzah. Mereka didakwa berdasarkan sangkaan korupsi.

6. Lebih jauh tindakannya yang mungkin tidak direstui Presiden SBY, saat Antasari mempidanakan Aulia Pohan besan Presiden SBY.

7. Spontan saja atas tindakan Antasari menahan besan SBY, Antasari diduga dikriminalisasi dengan sangkaan pembunuhan yang penuh rekayasa.

8. Dakwaan pembunuhan yang tidak pernah dilakukan oleh Antasari Azhar.

9. Temuan Laporan Panitia Angket DPR-RI Tahun 2018, mengenai korupsi dan penyalahgunaan wewenang KPK, laporan tersebut sama sekali tidak dilanjuti oleh penyidik.

10. Bahkan temuan itu di petieskan, karena selalu hendak diberi kesan: KPK dengan label bebas pidana, KPK bersih, bebas korupsi.

11. Sekjen MK Janedjri M.Gaffar pada tahun 2004 pernah menjadi berita karena menerima pemberian uang dari bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin.

BACA JUGA  Inspektorat DKI: Pencopotan Selvy Mandagi Untuk Mudahkan Proses di KPK

12. Di depan Badan Kehormatan (BK) DPR. Janedjri M. Gaffar mengakui mengembalikan uang itu ke Nazaruddin.

13. Ketua MK saat itu, Pak Prof. Mahfud MD memberi keterangan bahwa uang itu bukan suap tetapi gratifikasi, karena Janedjri bukan Hakim MK yang ada hubungannya dengan perkara.

14. Dengan pengembalian uang tersebut kepada Nazaruddin, kasus selesai (case closed).

15. Bedanya ketika advokat Garry memberi uang THR kepada panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan pada tanggal 9 Juli 2015.

16. Uang THR itu tidak dianggap KPK sebagai uang gratifikasi, menimbang Panitera penerima uang sama sekali bukan hakim pemutus, lagi pula status permohonan ke TUN telah diputus kalah tanggal 7 Juli 2015, dan pemohon dalam hal ini O.C Kaligis, kalah perkara dan dalam proses banding.

17. Sekalipun bukan suap Panitera Syamsir Yuswan tetap divonis bersalah. Bahkan majelis hakim yang menyalahkan saya, turut divonis bersalah.

18. Setiap suap perkara dilakukan penyuap untuk memenangkan perkara. Alangkah bodohnya Pengacara yang menyuap hakim untuk perkara yang kalah.

19. Seandainya uang THR itu, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemberian suap dikembalikan dalam tempo 30 hari, maka kasus sangkaan suap selesai

20. Apalagi yang OTT adalah advokat Gary, bukan OC Kaligis yang dijadikan pelaku utama oleh KPK.

21. Saya ditarget karena telah banyak mengkritik oknum KPK yang korup.

22. Uraian ini sekedar bukti tebang pilih penegakkan hukum.

23. Yang menjadi pokok utama uraian saya ini adalah berita media dengan judul: Gara-gara Pungli, 78 Pegawai KPK Laksanakan Sanksi Minta Maaf. (Numpang tanya berapa jumlah rupiah yang dipungli dari para tahanan?).

BACA JUGA  Para Guru Besar Usul Komnas HAM Panggil Paksa Firli, OC Kaligis: Jangan Terperdaya Novel

24. Sebagai Ketua LBH Sukamiskin, saya banyak menemukan semacam gratifikasi yang tidak selayaknya mereka harus dipidana.

25. J.A.M Yang hanya mendapatkan uang transportasi Rp. 3 juta, divonis bersalah dalam kasus korupsi Bakamla (Badan Keamanan Laut RI). Padahal JAM sama sekali tidak tahu menahu mengenai kasus korupsi tersebut.

26. Karena terima uang transportasi Rp3 juta, vonis uang pengganti juga Rp3 juta, denda Rp200 juta.

27. Lalu bagaimana mungkin denda 200 juta dibayar, kalau gaji JAM saja tidak sampai sebegitu besar.

28. Banyak kasus-kasus korupsi yang menimpa rakyat kecil, mengalami nasib yang sama apabila mereka diharuskan membayar denda.

29. Inilah kepincangan vonis hakim dalam perkara perkara yang dimajukan KPK, khususnya apabila menyangkut rakyat kecil, seperti halnya dalam perkara JAM.

30. Hakim dalam pertimbangannya tahu, bahwa uang Rp3 juta itu adalah uang transportasi, bukan uang suap, tetapi tetap saja oknum hakim tersebut menvonis berat.

31. Beda dengan kasus suap Bupati Bangkalan Fuad Amin sebesar Rp18,5 miliar yang dilakukan oleh pengusaha BD. Dalam kasus tersebut BD divonis hanya 3 tahun.

32. JW seorang menteri yang tidak memakai uang negara berdasarkan kesaksian Presiden SBY dan Jusuf Kalla tetap divonis bersalah.

33. SDA Menteri Agama yang menurut hasil pemeriksaan BPK tidak merugikan negara, tidak memakai uang negara, tetap saja divonis bersalah.

34. Padahal pimpinan pimpinan KPK seperti Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Novel Baswedan yang perkara pidananya telah dinyatakan lengkap, semua mereka urung dimajukan ke Pengadilan.

35. Termasuk yang kebal hukum adalah Prof. Denny Indrayana dalam kasus “Payment Gateway.”

BACA JUGA  OC Kaligis Laporkan Hakim ke Mahkamah Agung

36. Bukti bahwa memang penegakkan hukum di era reformasi carut marut, tebang pilih, dan koruptif. Salah satunya bukti tebang pilih di KPK.

37. Lalu bagaimana memperbaikinya? Tergantung kepada Pimpinan Kepala Negara yang baru yang didalam janji kampanye Pilpres menjanjikan kepada rakyat, untuk menjadikan NKRI, bebas korupsi, bebas penyalahgunaan jabatan.

38. Mungkin dapat dipertimbangkan : melibatkan praktisi hukum yang kerjanya berhubungan langsung dengan polisi, jaksa, dan para penyidik KPK termasuk hakim pemutus perkara, atau membentuk Hakim Komisaris yang independen, di luar Mahkamah Agung.

39. Praktik yang biasa terjadi dalam kasus korupsi yang dimajukan penyidik, biasanya tuntutan JPU identik dengan dakwaan JPU, mengabaikan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

40. Rata-rata hakim hanya membenarkan tuntutan JPU, mengabaikan apa yang terungkap di persidangan. Tuntutan JPU copy paste dakwaan.

41. Pasal 183 KUHAP: Hakim dilarang memutus, apa yang tidak terungkap di persidangan. Hakim tidak boleh memutus, mengabaikan fakta hukum, sesuai pasal 185(1) KUHAP juncto pasal 183 KUHAP.

42. Demikianlah pandangan saya terhadap tebang pilih kasus-kasus pidana yang saya hadapi sebagai praktisi, untuk temuan ketika saya membuat satu buku berjudul “Peradilan Sesat”.

Jakarta, Rabu 28-2-2024.

*Prof. O.C Kaligis adalah praktisi hukum senior, akademisi dan pengamat