Opini  

Bulan Ramadhan Kini Akan Berlalu, Lalu?

H. Alam Sani, SH, MM.
H. Alam Sani, SH, MM. (Foto: Istimewa)

Oleh H. Alam Sani, SH, MM

KINI, tidak terasa hari-hari bulan suci Ramadhan hampir usai kita tapaki. Bulan suci itu segera berlalu dari hadapan kita. Selama bulan suci ini, siang demi siang dan malam demi malam berbagai tindak kebaikan dilakukan. Sehingga, bulan yang sarat berkah ini terasa pendek sekali. Tiba-tiba di hadapan kita muncul hari kembali pada kesucian diri: Hari Idul Fitri. Lalu? “So what?” meminjam pertanyaan seorang anak muda.

Kemenkumham Bali

Menghadapi keadaan demikian, benak pun termenung dan berpikir, “Apakah yang selayaknya dilakukan dalam mengisi lembaran baru kehidupan, selepas sebulan sudah menempatkan diri dalam tempaan?”

Selepas lama termenung mencari jawab, ingatan pun melayang pada pesan-pesan Mohammad Iqbal, seorang penyair dan filosuf Pakistan (1289-1357 H/1873-1938 M). Tokoh Muslim dari anak Benua India yang mewariskan sederet karya tulis, antara lain The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Asrar-i-Khudi, Rumuz-i-Bekhudi, Bang-i-Dara, Payam-i-Mashriq, Javid Namah, dan Zabur-i-Ajam, dalam pesannya tentang bagaimanakah sebaiknya kehidupan selepas Bulan Ramadhan ditapaki, mengingatkan:

Hidup adalah kreativitas dan semangat!
Pabila kau benar-benar hidup
Hiduplah penuh kreativitas dan gairah!
Jelajah seluruh semesta alam!
Tumpas hingga tuntas segala yang nista.

Lalu, cipta dunia barumu
Sebagai penjelmaan imajinasimu!
Bagi yang bebas
Sungguh membosankan
Hidup di dunia ciptaan orang lain.

Bukan tidak mungkin dalam menapaki lembaran kehidupan baru itu, suatu saat kita berhasil merengkuh apa yang kita dambakan. Dalam keadaan demikian, kadang kita lupa dan kemudian menepuk dada serta mengatakan hal itu terjadi karena kita berasal dari ras tertentu. Dalam keadaan demikian itu, Iqbal mendamprat kita untuk tidak melakukan hal yang demikian:

BACA JUGA  Sketsa Serba-serbi Sholat Subuh II

Belajarlah menghargai dirimu, O Bocah!
Adakah kau Muslim? Enyahkan kebanggaan keturunan
Jika orang Arab melihat kulit dan darahnya
Katakan selamat tinggal. Selamanya!

Disebut China, Melayu, Turki, atau Afghan
Kita ini milik sebuah taman besar
Lahir di musim semi itulah keluhuran
Membedakan warna adalah berdosa bagi kita

“Membedakan warna adalah berdosa bagi kita!” pesan sang pemikir. Tampaknya Iqbal kerap mengamati, kebanggaan diri dan perasaan pongah kerap timbul dalam diri kita, umat manusia. Malah, kebanggaan itu kadang dipamerkan kepada Tuhah. Puisi Iqbal,  “Perbincangan antara Manusia dan Tuhan”, dalam  Payam-i-Mashriq, merupakan ilustrasi indah tentang sifat manusia tersebut:

Tuhan:
Kubentuk dunia ini dari lempung yang satu dan sama
Kau bikin Iran, Ethiopia, dan negeri Mongol
Dari tanah Kubuat besi, murni
tanpa campuran
Kau buat pedang, anak panah,
dan senjata
Kau bikin kapak, untuk menebang pohon yang Kutumbuhkan
Dan membuat sangkar untuk burung-Ku yang berkicau bebas

Manusia:
Kau mencipta malam, aku mencipta lampu yang meneranginya
Kubuat lempung, kubikin darinya cawan minuman
Kaubikin hutan liar, gunung dan padang rerumputan
Kucipta kebun, taman, jalan-jalan dan padang gembala
Kurubah racun berbisa jadi minuman segar
Akulah yang mencipta cermin cerlang dari pasir.

Wajar, bila sikap sombong dan pongah perlu disirnakan dari diri kita, selepas sebulan menempa diri  di Bulan Suci. Apalagi, di depan kita terbentang hari-hari nan fitri. Kesediaan untuk memaafkan dan membuang perasaan benci semestinya kita miliki. Iqbal menghardik kita:

BACA JUGA  Jelang Idul Fitri 1445 Hijriah, PDBN Gelar Mudik Gratis 5 Bus

Jika kau tak memiliki
Kesanggupan memaafkan
Pergilah! Carilah pegangan
Bersama mereka yang menjerumuskanmu
Jangan rawat kebencian dalam hatimu
O, jangan buat madumu kecut
Mencampurnya dengan cuka.

“Jangan rawat kebencian dalam hatimu!” hardik Iqbal. Ya, jangan rawat kebencian dalam hatimu, pesan yang indah. Namun, ia tidak hanya piawai menghardik saja. Ia juga pandai menghibur kita. Lewat puisinya “Bulan Baru Id”, ia menghibur  kita untuk tidak berduka ditinggalkan kekasih kita: bulan Ramadhan. Karena, di depan kita ada bulan baru ‘Id:

Bulan baru Id
Tak dapat kauhindari
Mata nanar
Khalayak yang menantikan pandangmu
Seribu kerlingan
Diam-diam merangkai
Jaring untuk menangkapmu
Buka matamu
Pada dirimu: jangan berduka
Karena kau adalah rencana terbuka
Dalam dirimu
Berkilauan seribu bulan!

Ya, kini dalam diri kita 1.000 bulan berkilauan. Untuk itu, mari kita buka lebar pintu kelapangan dada dan pintu kemaafan kita. Kepada siapa saja. Dan, pada “Hari Raya Fitri tahun 1444 H ini, perkenan kami, menyampaikan permohonan maaf. Lahir maupun batin. Kiranya Allah menerima puasa, amal ibadah dan doa kita. Amin. Selamat Idul Fitri 1444 H.

BACA JUGA  SPPI Bersatu Regional 2 Jadikan Momentum Ramadhan Pererat Tali Silaturahmi

Alam Sani & Keluarga.

*Penulis adalah Penasihat media Sudut Pandang, Komisaris Utama PT. Rizma Sabilul Harom, sekaligus sebagai pembimbing ibadah haji dan umrah, Direktur Utama LAZNAS BSM-Bank Syariah Mandiri pada tahun 2003–2010.(*)

Tinggalkan Balasan