“Sudah tepat di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi bisa mencegah dengan menyelesaikan tuntutan kebutuhan hidup seluruh hakim Indonesia melalui revisi PP No. 94 Tahun 2012. Semoga.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Rencana gerakan cuti massal bersama para hakim yang menuntut hak kesejahteraan dan keamanan pada 7-11 Oktober 2024 harus bisa dicegah. Gerakan cuti massal hakim tersebut akan berdampak besar bagi wajah Indonesia di mata internasional.
Pandangan tersebut disampaikan oleh praktisi hukum Alexius Tantrajaya menanggapi rencana gerakan cuti massal hakim.
“Rencana aksi demo dengan melakukan cuti bersama yang akan dilakukan oleh seluruh hakim Indonesia mulai Senin, 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024 harus bisa dicegah karena akan menjadi perhatian dunia,” ujar Alexius Tantrajaya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/10/2024).
Alexius mengatakan, dengan sisa waktu yang ada sebelum Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) lengser pada 20 Oktober 2024, agar melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No.94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA).
“Agar dampak dari demo ini juga tidak menjadi beban bagi pemerintahan baru yang akan dilanjutkan oleh Pak Prabowo Subianto selaku presiden terpilih,” katanya.
Dampak demo ribuan hakim tersebut, lanjutnya, pasti berdampak luas terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan konstitusi UUD’45, yang tentu akan menjadi perhatian dunia.
“Khususnya pengusaha selaku investor tentu akan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia, yang akibat urutannya pasti akan mengganggu perekonomian Indonesia,” kata advokat senior itu.
Kendati demikian, ia memahami kondisi psikologis para juru pengadil. Sikap seluruh hakim Indonesia merupakan letupan puncak kesabaran yang sudah tidak terhindarkan dari sikap abai negara terhadap kebutuhan hidup mereka.
“Ternyata masyarakat Indonesia baru mengetahui bila gaji hakim sudah sejak tahun 2012 sampai tahun 2024 tidak pernah mengalami kenaikan, dan bahkan gajinya bisa lebih rendah dari gaji Pegawai Negeri Sipil berkisar dari Rp.2 juta sampai Rp.4 juta, dan untuk bisa mencapai gaji Rp.4 jt, hakim golongan III harus mengabdi selama 30 tahun. Ironis, tidak sebanding dengan sebutan “Yang Mulia” sapaan hakim saat di ruang sidang,” ungkapnya.
Alexius menyatakan bahwa negara yang maju dan sukses bila hukum tegak, dan peran hakim sangat menentukan. Oleh karenanya, negara tidak boleh mengabaikan kewajibannya terhadap kebutuhan hidup hakim.
“Meskipun hanya segelintir oknum hakim yang terjerat tindak pidana korupsi, tidak bisa dijadikan alasan mengabaikan terhadap nasib hakim lain yang berintegritas dan berdedikasi tinggi,” ujarnya.
Ia menambahkan, para hakim berintegritas telah mewakafkan seluruh hidupnya selaku penegak hukum dalam menjalankan profesinya sebagai hakim dalam menegakan hukum di Indonesia.
“Sudah tepat di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi bisa mencegah dengan menyelesaikan tuntutan kebutuhan hidup seluruh hakim Indonesia melalui revisi PP No. 94 Tahun 2012. Semoga,” pungkasnya.
Berdasarkan informasi, gerakan yang menamakan diri Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) akan menggelar aksi cuti massal pada 7-11 Oktober 2024. Sejumlah hakim yang mengikuti gerakan tersebut juga akan melakukan audiensi dengan beberapa lembaga di Jakarta.
Melalui siaran pers Sabtu (5/10/2024), Juru bicara SHI, Fauzan Arrasyid, menyatakan para hakim telah mengirimkan surat permintaan audiensi ke sejumlah lembaga.
Pihaknya telah mengirimkan surat permintaan audiensi kepada sejumlah kementerian penting terkait isu ini. Namun permintaan audiensi tersebut belum memberikan respons positif.(um)