SUDUTPANDANG.ID – Ribuan demonstran memadati jalanan di sekitar markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York Amerika Serikat pada Sabtu (27/9) waktu setempat. Mereka menggelar aksi protes besar-besaran menolak kehadiran Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Massa aksi yang terdiri dari berbagai kelompok aktivis, komunitas Palestina, dan warga Amerika Serikat menyuarakan kemarahan atas kebijakan Israel di Gaza, sambil menyerukan agar Netanyahu tidak diberi panggung di forum internasional.
Dilansir Sudutpandang.id dari Al Jazeera, Sabtu (27/9) melaporkan aksi demonstrasi ribuan orang di luar gedung PBB, termasuk pernyataan dari perwakilan Gerakan Pemuda Palestina.
Sementara itu, sebelum Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu naik ke podium dalam rangkaian sidang Majelis Umum, sejumlah delegasi negara melakukan aksi walk out sebagai bentuk protes.
Aksi protes ini dipimpin oleh berbagai kelompok solidaritas Palestina, aktivis hak asasi manusia, mahasiswa, dan komunitas Yahudi progresif.
“Dia tidak diterima di New York City,” tegas seorang perwakilan gerakan tersebut melalui pengeras suara, disambut sorak-sorai ribuan massa.
Demonstran membawa poster bergambar Netanyahu dengan tulisan “penjahat perang”, serta spanduk bertuliskan “Stop Arming Genocide”, yang ditujukan kepada pemerintahan AS. Mereka mengecam tindakan militer Israel di Gaza dan mempertanyakan dukungan tak bersyarat Amerika terhadap kebijakan Israel.
Demonstrasi ini mencerminkan perubahan sikap publik Amerika Serikat, khususnya di kalangan anak muda, terhadap konflik Israel-Palestina. Dukungan terhadap Palestina semakin terbuka disuarakan, bahkan dari kalangan Yahudi liberal dan progresif, yang menilai kebijakan Netanyahu bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan.
“New York adalah kota yang dibangun oleh imigran dan solidaritas. Kehadiran seorang pemimpin yang diduga melakukan kejahatan perang justru melukai prinsip dasar kota ini,” ujar salah satu demonstran dari komunitas Jewish Voice for Peace.
Protes ini juga menyasar kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Banyak peserta aksi mengecam pejabat AS baik di tingkat federal maupun lokal yang dianggap memberikan “karpet merah” bagi Netanyahu, meski dunia internasional sedang menyelidiki dugaan genosida di Gaza.
Retorika Perang

Di dalam ruang sidang, Netanyahu tetap melanjutkan pidatonya dengan penuh retorika keras. Ia menyampaikan pesan langsung kepada Hamas, menegaskan bahwa Israel tidak akan menghentikan operasi militernya sampai semua tawanan Israel dibebaskan.
“Kami tidak akan goyah. Kami tidak akan beristirahat. Kami akan membawa kalian semua pulang,” kata Netanyahu, yang mengklaim pidatonya disiarkan langsung ke wilayah Gaza melalui pengeras suara dan ponsel.
Ia juga mengeluarkan ultimatum kepada Hamas untuk menyerah dan bebaskan tawanan, atau menghadapi kematian. Pernyataan ini memicu kritik luas, termasuk dari anggota parlemen Israel sendiri yang menuduh Netanyahu memperpanjang perang demi agenda politik pribadinya.
Dalam pidatonya, Netanyahu memperkenalkan konsep “perang tujuh front”, yang mencakup Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, Irak, Iran, dan bahkan ancaman di dunia maya.
Ia menampilkan peta dengan judul “Kutukan”, dan mengklaim bahwa Israel sedang mempertahankan peradaban Barat dari ancaman terorisme. Namun, klaim bahwa pemimpin dunia secara pribadi mendukungnya tidak disertai bukti.
Netanyahu juga menggunakan forum PBB untuk membantah tuduhan genosida terhadap rakyat Gaza. Ia mengklaim bahwa jika Israel berniat melakukan genosida, mereka tidak akan menyuruh warga Gaza mengungsi dan tidak akan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk.
Namun, pernyataan ini bertentangan dengan temuan banyak organisasi kemanusiaan, termasuk laporan USAID pada Juni 2025 yang menyebut tidak ada bukti sistematis bahwa Hamas menjarah bantuan, sebagaimana sering diklaim oleh pemerintah Israel. Justru, blokade ketat Israel dan serangan udara berulang disebut sebagai penyebab utama bencana kemanusiaan di Gaza.
Kritik dari Dalam Negeri Israel
Pidato Netanyahu juga mendapat kecaman dari tokoh oposisi di Israel. Yair Lapid, pemimpin partai oposisi, menyebut pidato tersebut sebagai “retorika kosong” dan “penuh gimmick”.
“Pidato itu lelah dan merengek. Tidak ada peta jalan menuju perdamaian, tidak ada inisiatif pembebasan sandera. Hanya ancaman,” ujar Lapid dalam pernyataan resminya.
Beberapa analis politik menilai bahwa Netanyahu menggunakan panggung PBB untuk mengalihkan perhatian dari krisis politik dalam negeri, termasuk kritik terhadap penanganan perang yang dinilai berlarut-larut tanpa arah yang jelas.
Panggung Dunia, Sorotan Tajam
Penolakan besar-besaran terhadap Netanyahu di New York menegaskan bahwa opini publik internasional dan bahkan sebagian besar warga AS semakin tidak menerima pendekatan militeristik yang diusung pemerintah Israel. Di saat dunia menyerukan gencatan senjata dan penyelesaian damai, Netanyahu justru membawa pesan ancaman dan konfrontasi.
Dengan demonstrasi yang menyentuh ribuan peserta dan aksi walk out di dalam ruang sidang, kehadiran Netanyahu tahun ini di PBB bukan hanya diplomatik, melainkan simbol dari ketegangan moral dan politik global yang terus memuncak.(01)