“FSGI meninta aparat penegak hukum tidak melakukan kekerasan terhadap massa aksi, apalagi jika masih di bawah umur seperti para pelajar. Setiap kekerasan dan tindakan represif aparat merupakan bentuk pelanggaran hukum dan tindak pidana serta melanggar kode etik kepolisian.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan bahwa pelajar SMA/SMK memiliki hak menyampaikan pendapat melalui demonstrasi, termasuk saat penolakan terhadap Baleg DPR-RI yang berupa menggagalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada.
“FSGI berpandangan bahwa pelajar SMA/SMK miliki hak menyampaikan pendapat melalui demonstrasi, mereka memiliki hak mendapatkan perlindungan saat melakukan aksi demo, itu kewajiban aparat, bukan malah dihalangi dan ditangkapi seolah mereka melakukan tindak pidana”, ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo, dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/8/2024).
Heru menjelaskan, berdasarkan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah HAM dan diakui serta dilindungi oleh hukum.
“Kemudian menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 15 disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan yang mengandung unsur kekerasan serta terlibat peperangan,” jelasnya.
“Pasal 16 ayat menyatakan ayat (1) bahwa anak wajib mendapatkan perlindungan dari penyiksaan, penganiayaan dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Pada ayat (2) Anak juga wajib memperoleh kebebasan ; dan ayat (3) Tentang penangkapan dan penahanan terhadap anak bisa dilakukan asalkan harus sesuai dengan hukum,” sambung Heru.
Oleh karena itu, lanjutnya, sekolah dan Dinas-dinas Pendidikan di seluruh Indonesia seharusnya memahami situasi kalau para pelajar yang berada di jenjang SMA/SMK sudah mampu menganalisis kondisi bangsanya. Secara kematangan psikologi, para pelajar SMA/SMK sudah mampu mengambil keputusan atas dirinya, termasuk jika ingin menyampaikan pendapat melalui aksi demo.
“Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Oleh karena itu, sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Republik Indonesia tersebut, pelajar juga berhak mengemukakan pendapat dalam bentuk demonstrasi. Jadi, ketika pelajar yang ikut aksi demo diberi sanksi oleh pihak sekolah, maka hal itu merupakan bentuk pelanggaran UU HAM, UU Perlindungan Anak dan Pelanggaran Konstitusi,” papar Heru.
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti. Ia mengatakan, jika pelarangan partisipasi politik terhadap para pelajar dengan alasan melindungi keselamatan mereka dari kemungkinan cedera atau jadi korban bila terjadi kerusuhan saat aksi demo, maka berikan mereka ruang mengekspresikan sikap politiknya di tempat yang aman, yaitu halaman sekolah. Ini menjadi bagian dari pendidikan politik bagi peserta didik.
“Sekolah bisa menfasilitasi peserta didiknya untuk mengemukakan pendapat dengan cara demonstrasi di lingkungan sekolah sebagai bagian dari pendidikan politik yang sehat. Jadi, aksi demo dapat dilakukan di halaman sekolah dengan menyiapkan mimbar berorasi untuk menyampaikan aspirasi,” katanya.
“Lalu boleh menyampaikan petisi tertulis kepada Lembaga Lembaga negara, sekolah memfasilitasi penyampaiannya,” sambung Retno Listyarti.
Berikut rekomendasi FSGI terkait penangkapan pelajar saat berdemonstrasi:
1. FSGI meninta aparat penegak hukum tidak melakukan kekerasan terhadap massa aksi, apalagi jika masih di bawah umur seperti para pelajar. Setiap kekerasan dan tindakan represif aparat merupakan bentuk pelanggaran hukum dan tindak pidana serta melanggar kode etik kepolisian.
2. FSGI menyerukan aparat penegak hukum untuk melindungi peserta aksi yang masih pelajar sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak. Mengingat, banyak peristiwa penangkapan para pelajar yang sedang menuju lokasi aksi kerap terjadi di setiap aksi demo besar, ketika tertangkap mereka juga mengalami tindakan yang merendahkan martabat kemanusiaan, seperti di telanjangi dan dijemur.
Pada aksi demo besar tahun 2019, KPAI menerima laporan dari berbagai daerah, ratusan pelajar yang hendak mengikuti aksi demo ditangkap sebelum tiba di lokasi, tak jarang diancam tidak mendapatkan SKCK dan masih mendapatkan sanksi dari pihak sekolah.
3. FSGI mengingatkan pihak kepolisian untuk bertindak pada massa aksi sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor:1 Tahun 2009 jelas disebutkan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, tidak boleh melakukan kekerasan bahkan di saat situasi kerumunan massa tidak terkendali.
4. FSGI mendesak pemeriksaan para pelajar yang masih usia anak yang ditangkap karena disangkakan melakukan kekerasan pada petugas untuk diperiksa oleh penyidik di Direktorat PPA Polres atau Polda dengan didampingi oleh orangtuanya sebagaimana ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
5. FSGI mendesak KPAI dan KPPPA untuk segera turun melakukan pemantauan di lapangan maupun di Kantor-kantor Kepolisian di bawah Polda Metro Jaya untuk memastikan perlindungan dan penanganan sesuai peraturan perundangan terhadap peserta aksi yang masih usia anak
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro mengungkapkan pihaknya menangkap sedikitnya 125 pelajar saat aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di depan Gedung DPR, Senayan, Kamis (22/8/2024).
“Di sekitar DPR, 125 pelajar yang kami tangkap karena ada ‘broadcast’ (siaran) dan lain sebagainya,” kata Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro di depan kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024).