Hukum Berjalan Tertatih-tatih di Belakang Corona

Kurnianto Purnama
Kurnianto Purnama, SH, MH/foto:dok.SP

Ini mengingatkan, saya pada apa yang dikatakan Profesor Satjipto Rahardjo dari Universitas Diponegoro, Semarang. Menurut beliau, hukum itu untuk manusia. Bukan manusia untuk hukum.

Kini ada wabah virus corona, yang menyerang WNI di Tanah Air bahkan warga negara lain di dunia yang begitu cepat dan masif.

Kemenkumham Bali

Lalu timbul pertanyaan, lantaran corona ini belum pernah terjadi di Indonesia. Bagaimana hukum mengaturnya? Payung hukum apa? Agar penduduk tertib, tak keluar rumah, untuk memutus mata rantai corona.

Menggunakan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular tidak pas. Lalu dilirik Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Karena Undang-Undang itu ada mengatur karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Setelah melalui pertimbangan, diambillah PSBB oleh pemerintah.

BACA JUGA  OC Kaligis: Miscarriage of Justice

Karena dalam PSBB tidak ada ketentuan sanksi bagi pelanggarnya. Akhirnya, timbul perdebatan-perdebatan antara penegak hukum dan masyarakat di lapangan. Padahal, betapa berat dan letih penegak hukum. Mereka menegakkan hukum 24 jam tanpa henti, demi kesehatan kita semua. Kadangkala mengorbankan kesehatannya sendiri.

Tinggalkan Balasan