JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Sejarah gereja ini bermula pada 1828, yaitu ketika Komisaris Jenderal Leonardus Petrus Josephus Burggraad Du Bus de Gisignies mencari tanah untuk membuat gereja.
Mengutip Antaranews, sempat mengalami perbaikan, gereja kembali dibangun pada 1891 oleh Pastor Antonius Djikmans SJ yang berperan sebagai arsitek karena bangunan lama telah usang dan rubuh.
Setelah melalui segala proses pengumpulan dana dan peran arsitek yang berpindah tangan ke Marius J. Hulswit, akhirnya gereja ini diresmikan pada 21 April 1901 oleh Uskup Mgr. Edmundus Sybrandus Luypen SJ dengan nama Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga.
Arsitektur
Sesuai namanya, gereja ini memang dibangun sebagai perhormatan kepada Bunda Maria.
Berbagai simbol yang melambangkan Bunda Maria tersebar di seluruh gereja, mulai patung berbentuk figur Bunda Maria hingga bunga mawar. Melangkah mendekati Katedral, Anda akan disambut oleh patung Bunda Maria di antara kedua pintu utama.
Di atas patung tersebut terdapat kalimat dalam bahasa Latin berbunyi “Beatam Me Dicentes Omnes Generasiones” yang berarti “Segala keturunan menyebut aku bahagia”.
Melihat lebih ke atas, Anda akan menemukan jendela besar berbentuk lingkaran dengan kaca berwarna-warni membentuk mawar. Inilah satu-satunya jendela dengan potongan kaca berbentuk mawar di Katedral. Jendela ini bernama Roseta atau Rosa Mistica, yang juga merupakan simbol Bunda Maria. Lebih ke atas lagi, Anda juga akan melihat dua menara menjulang tinggi.
Menara setinggi 60 meter ini diberi nama Menara Benteng Daud dan Menara Gading. Menara Benteng Daud di sebelah kiri gereja ini merupakan perlambang Bunda Maria melindungi manusia dari kuasa kegelapan. Sementara di sisi lainnya, Menara Gading di sebelah kanan adalah perlambang kesucian Bunda Maria.
Sebenarnya, Katedral memiliki tiga menara. Selain Menara Benteng Daud dan Menara Gading, ada juga Menara Angelus Dei yang hanya setinggi 45 meter.
Lokasi menara ini berada tepat di atas pertemuan antara dua garis yang membentuk salib. Sementara itu, hampir seluruh bagian dari gereja ini memiliki makna di balik penempatan dan pembuatannya. Dari sekadar ornamen hingga struktur bangunannya tidak lepas dari pemaknaan.
Selain menjadi devosi bagi Bunda Maria lewat ornamen, patung, dan jendela, denah gereja ini bahkan berbentuk salib. Karena dibangun dengan menggunakan gaya arsitektur neo-gothic seperti bangunan-bangunan lain di Eropa pada awal abad ke-20, di gereja ini Anda akan sering bertemu dengan berbagai bentuk daun dan bunga.
Adapun konsep zaman Gothic timbul karena keinginan memurnikan kembali hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Karena itulah, bentuk-bentuk lengkungan yang mengerucut ke atas menyerupai daun akan mudah Anda temukan di dalam Katedral.
Namun, meski sama-sama dibangun dengan gaya neo-gothic, Gereja Katedral memiliki perbedaan dengan gereja lain di Eropa. Perbedaan unik tersebut berada pada bahan pembuat dinding Katedral. Jika pada umumnya Katedral dibuat menggunakan batu alam, Katedral Jakarta justru menggunakan batu bata.
Kemungkinan besar, material lokal ini dipilih untuk mengantisipasi gempa yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Hanya rangka besi yang didatangkan langsung dari Belanda.
Selain itu, batu bata dan kayu jati untuk langit-langit Katedral merupakan hasil bumi Indonesia. Lebih lanjut, “panti umat” atau ruangan besar berisi deretan kursi panjang tempat umat beribadah di dalamnya mampu menampung hingga 700 orang.