TANGERANG, SUDUTPANDANG.ID – Interfaith Youth Climate Alliance (IYCA) atau Aliansi Pemuda Lintas Agama untuk Iklim menyelenggarakan acara Community Gathering “Ngobrol Iklim” di Alam Sutera, Kota Tangerang, Sabtu (12/10/2024).
Dalam siaran pers yang diterima Minggu (13/10/2024), Fasilitator Nasional Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis (Interfaith Rainforest Initiative-IRI) Indonesia, Hayu Prabowo menekankan pentingnya peran pemuda sebagai agen perubahan. Mereka diharapkan mampu menghadirkan solusi nyata dari berbagai tantangan lingkungan hidup, sampah, dan perubahan iklim.
“Sebagai pemuda lintas agama, seharusnya kita memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya menjadi saksi dari berbagai tantangan ini, tetapi menemukan solusi yang berdampak positif dan nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” ujarnya.
Hayu berharap pertemuan komunitas ini dapat melahirkan kolaborasi dalam bentuk penggabungan aksi atau program, partisipasi sebagai pembicara, media partner, dan platform pembelajaran.
“Pertemuan ini adalah langkah awal dari perjalanan panjang yang penuh harapan,” kata Hayu.
Menurutnya, melalui kolaborasi yang kuat dan semangat pantang menyerah, IYCA optimis bahwa pemuda lintas agama dapat menjadi agen perubahan yang mampu menghadirkan masa depan yang lebih berkelanjutan, terutama dalam upaya pelestarian hutan tropis dan pengendalian perubahan iklim.
Koordinator IYCA, Faiza Fauziah, menjelaskan, acara ini untuk lebih memperkenalkan IYCA kepada penggerak lingkungan lainnya. Selain itu, membuka ruang diskusi serta potensi kolaborasi untuk inisiatif yang lebih besar dan berkelanjutan.
“Perubahan iklim merupakan tantangan global yang memerlukan kolaborasi lintas sektoral dan lintas iman. IYCA hadir untuk mendorong keterlibatan kaum muda dari berbagai latar belakang agama dalam menghadapi perubahan iklim, melalui kolaborasi lintas iman dan komunitas,” paparnya.
“Kami berharap acara ini dapat menjadi langkah awal untuk membangun sinergi dan kerja sama yang lebih kuat antara IYCA dan komunitas lingkungan lainnya dalam menghadapi perubahan iklim,” tambah Faiza.
Acara ini menghadirkan diskusi panel bertajuk “Kolaborasi Pemuda Lintas Agama dalam Pengendalian Perubahan Iklim” dengan pembicara Peneliti di Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Siswanto dan Direktur Mandala Katalika (MANKA), Juliarta B. Ottay.
Diskusi Panel ini membahas update terkait fakta dan dampak perubahan iklim di Indonesia, tantangan dan peluang generasi muda di masa mendatang, potensi peran pemuda dan kolaborasi dalam pengendalian perubahan iklim, serta contoh-contoh aksi, inisiatif, dan bentuk kolaborasi.
Peneliti BMKG Siswanto mengungkapkan, kegagalan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah menjadi risiko global terbesar yang mengancam masa depan kemanusiaan.
Ia menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca terus meningkat, menyebabkan pemanasan global yang semakin cepat. Dampaknya sudah terasa di seluruh dunia, mulai dari gelombang panas ekstrem, kekeringan, banjir, hingga kenaikan permukaan laut.
“Jika kita tidak segera bertindak untuk mengurangi emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim, kita akan menghadapi konsekuensi yang sangat serius bagi kehidupan manusia dan planet ini,” ujarnya.
Siswanto juga mengatakan, data dan informasi iklim dapat digunakan untuk mendukung upaya yang berkelanjutan.
Menurutnya informasi yang akurat dan terkini tentang perubahan iklim, pola cuaca, dan kondisi lingkungan memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan yang lebih tepat dan efektif dalam menghadapi tantangan lingkungan.
Sementara Direktur Perkumpulan Mandala Katalika (MANKA), Juliarta B. Ottay mengatakan, perubahan iklim menjadi tantangan global yang membutuhkan aksi kolektif dari semua pihak, termasuk pemuda.
Dia menekankan bahwa generasi muda memiliki potensi besar sebagai agen perubahan dan inovator dalam pengendalian perubahan iklim.
“Kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk memperkuat peran pemuda dalam mencapai solusi yang berkelanjutan,” ujar Juliarta.
Ia mencontohkan beberapa bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan, seperti keterlibatan multipihak dalam isu iklim, penguatan undang-undang tentang keadilan iklim, dan pembentukan jejaring pemuda internasional untuk advokasi perubahan kebijakan.
Juliarta juga menyoroti pentingnya platform digital sebagai wadah untuk berbagi pengalaman dan solusi dalam isu lingkungan dan iklim.
“Platform digital dapat menjadi jembatan bagi pemuda untuk saling belajar dan berkolaborasi dalam mencari solusi yang inovatif,” jelasnya.
Ia berharap, dengan peran aktif dan kolaboratif dari pemuda, perubahan iklim dapat diatasi dan masa depan bumi yang lebih baik dapat terwujud.
Selain diskusi panel, acara ini juga menyelenggarakan grup diskusi dengan topik “Peningkatan Kapasitas Pemuda dalam Adaptasi Mitigasi Iklim”.
Acara ini dihadiri peserta yang terdiri dari perwakilan komunitas lingkungan, pegiat muda, serta masyarakat umum yang memiliki ketertarikan pada isu perubahan iklim dan kolaborasi lintas iman.
IYCA
Interfaith Youth Climate Alliance (IYCA) atau Aliansi Pemuda Lintas Agama untuk Iklim merupakan organisasi yang mendorong keterlibatan kaum muda dari berbagai latar belakang agama dalam menghadapi perubahan iklim, melalui kolaborasi lintas iman dan komunitas.
IYCA dibentuk dalam rangka mendorong pengembangan solusi berbasis alam untuk menghadapi ancaman bencana akibat perubahan iklim.
IYCA dideklarasikan pada pertemuan kepemimpinan iklim pemuda lintas agama Prakarsa Lintas Agama Untuk Hutan Tropis atau Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia yang berfokus pada pengembangan solusi berbasis alam di kawasan eco-eduwisata KISUCI, Sentul, Bogor pada 6 Juli 2024.(01)