Jampidum Kabulkan 20: Permohonan Restorative Justice Perkara Pidana Umum

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Asep Mulyana, mengabulkan 20 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang diajukan sejumlah kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.

Kapuspenkum Kejagung, di Jakarta, Senin (16/12/2024), mengungkapkan bahwa dari 20 perkara itu, 16 perkara pidana umum biasa dan 4 perkara narkoba.

Kemenkumham Bali

Sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

BACA JUGA  Ketua KPU Nilai Tindakan elite PSI Hampiri Moderator Debat Saat Jeda Iklan Tak Tepat

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata JAM-Pidum.

Selain itu, Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan 4 permohonan RJ perkara narkoba.

Adapun berkas perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu:

1.Tersangka Muhammad Reypal pgl Reypa bin Risman dari Kejaksaan Negeri Padang, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2.Tersangka Ezi Kurnawandra pgl Ezi dari Kejaksaan Negeri Padang, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

BACA JUGA  Atasi Over Kapasitas Lapas, Rumah Restorative Justice Hadir di Tangsel

3.Tersangka Piral Indra Wijaya alias Indra bin Hermanto dari Kejaksaan Negeri Purbalingga, yang disangka melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4.Tersangka Saiful Anwar alias Saiful bin Alm. Achmad Ilham dari Kejaksaan Negeri Sukoharjo, yang disangka melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:

• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Para Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.

BACA JUGA  Pelabuhan Multipurpose Akan Dibangun di Waikelambu Labuan Bajo

Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

“Hal itu berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas JAM-Pidum. (sam)