Kejagung Selesaikan 32 Perkara Lewat “Restorative Justice”

Restorative Justice
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof Asep Mulyana (Foto:Net)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof Asep Mulyana, menyetujui sebanyak 32 perkara Dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) di Jakarta, Selasa (17/9/2024),

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.

Kemenkumham Bali

Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf:

  • Tersangka belum pernah dihukum.
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis.
  • Masyarakat merespon positif.
BACA JUGA  Usai Ditangkap, Mantan Pimpinan BNI Cabang Tebet Dieksekusi ke Lapas Cipinang

Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Asep.

Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan 1 permohonan RJ perkara narkoba.

Adapun berkas perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu Tersangka Hany Setiyawan alias Gusdur bin Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Surakarta yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

BACA JUGA  Jaksa Agung Serahkan Sapi Kurban untuk Forwaka

Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:

  • Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika.
  • Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
  • Para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
  • Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.

Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.

  • Para Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar.
  • pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
BACA JUGA  Realisasi Investasi Kepri Capai Rp18,22 Triliun dengan 5.487 Proyek Sepanjang 2022

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ). Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkasnya.(PR/04)