Hukum  

Jampidum Setujui Delapan Perkara Pidana Dihentikan Berdasar Keadilan Restoratif

Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Dr Fadil Zumhana. (Foto: dok Humas Kejaksaan Agung)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Sebanyak 8 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Sebelumnya terhadap perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, (15/11/2022).

Kemenkumham Bali

Adapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Redy Ervany alias Redy bin Suhardi dari Kejaksaan Negeri Ketapang yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  2. Tersangka Irwan alias Bagok bin Yanto dari Kejaksaan Negeri Sambas yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Norman Suseno als Suseno als Aliong Anak Tawbwee dari Kejaksaan Negeri Pontianak yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  4. Tersangka Cornelius Palno als Gumpal bin Dewan Utus dari Kejaksaan Negeri Tabalong yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
  5. Tersangka Haidir bin Tohalus dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  6. Tersangka Sarkawi als Awi bin Saiban (alm) dari Kejaksaan Negeri Kotabaru yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka Irawadi als Adi bin Silis dari Kejaksaan Negeri Siak yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  8. Tersangka Tjaisan alias Awang alias Awan dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
BACA JUGA  Hakim Diminta Abaikan Pledoi Terdakwa Dugaan Pemalsuan

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

BACA JUGA  Banding Ditolak PT DKI, Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (05)

Tinggalkan Balasan